31 Mei 2010

Integrasi Radar Pengamatan Maritim

All hands,
Indonesia telah membangun jaringan radar pengamatan di sepanjang pantai timur Sumatera yang terbentang dari Pulau Weh sampai dengan Pulau Batam. Beberapa stasiun radar pengamatan maritim tersebut didanai oleh pemerintah Indonesia, sedangkan sebagian besar sisanya merupakan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat atau dikenal sebagai Project 1206. Selesainya pembangunan jaringan radar pengamatan maritim itu bukan berarti tuntasnya pekerjaan rumah bagi Indonesia, sebab pekerjaan rumah berikutnya adalah mengintegrasikan dua jaringan radar yang berbeda itu.
Kendala utama dalam integrasi tersebut bukan pada persoalan teknis seperti interface yang membutuhkan pembukaan kode-kode teknis dalam dua jaringan radar yang berbeda, tetapi pada kendala politik. Sebab untuk radar yang dibangun dengan bantuan dari Uwak Sam, diperlukan ijin dari Washington. Sejauh ini, soal ijin itu belum juga diberikan. Konon kabarnya, Amerika Serikat tidak mau adanya integrasi dua jaringan yang berbeda tersebut. Soal alasannya bisa ditebak sendiri.
Kondisi demikian bisa ditafsirkan secara sepihak akan ketidaktulusan Amerika Serikat membantu Indonesia dalam rangka meningkatkan kemampuannya dalam bidang keamanan maritim. Akan tetapi, kondisi itu sebaiknya tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Diperlukan lobi yang kuat dari pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Pertahanan untuk mendapatkan persetujuan dari Washington integrasi Project 1206 dengan Proyek IA-IB bisa terwujud.

30 Mei 2010

Diplomasi Publik Angkatan Laut

All hands,
Terkait dengan peran diplomasi Angkatan Laut, salah satu bentuk diplomasi yang kini banyak dilaksanakan oleh Angkatan Laut negara-negara maju adalah diplomasi publik. Dalam diplomasi publik, yang dikedepankan adalah unsur-unsur soft meskipun kapal perang tetap saja ditampilkan. Misalnya lewat kegiatan kemanusiaan alias bakti sosial dan pertunjukan musik. Perhatikan kegiatan diplomasi publik yang rutin dilaksanakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat di Indonesia, misalnya lewat kegiatan Armada Ketujuh.
Diplomasi publik merupakan hal yang dianggap “ringan”, namun sesungguhnya dampak yang ditimbulkannya cukup “dahsyat”. Dampaknya adalah persepsi publik yang menjadi sasaran diplomasi terhadap Angkatan Laut yang melakukan diplomasi. Lihatlah bagaimana cara Armada Ketujuh Amerika Serikat untuk membangun persepsi publik negara-negara lain terhadapnya dengan melakukan pertunjukan musik yang dilaksanakan oleh Band Armada Ketujuh.
Band tersebut tampil sebagai band profesional dan bukan sekedar personel berseragam Angkatan Laut yang diperintahkan bermain band. Pertunjukkan mereka mau memukau para penonton, termasuk pula kalangan yang paham dengan musik. Meskipun mereka band militer, akan tetapi penampilan mereka bisa disandingkan dengan band-band profesional lainnya.
Musik adalah “bahasa” universal yang bisa dipahami oleh siapa saja, mampu menyeberangi perbedaan bahasa dan dapat menembus ketidaksamaan persepsi. Itulah alasan mengapa Angkatan Laut Amerika Serikat senantiasa memelihara dan memberdayakan satuan musik-satuan musik mereka, sebab satuan musik adalah salah satu sarana diplomasi publik. Lewat musik, mereka ingin menampilkan sisi lain dari kekuatan laut Amerika Serikat, bahwa Angkatan Laut Broer Sam bukan sekedar citra sebagai mesin pembunuh paling efektif di dunia.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?

29 Mei 2010

Angkatan Laut Dan Cetak Biru Kekuatan Udara Nasional

All hands,
Angkatan Laut negeri ini adalah unsur dari kekuatan udara nasional, sebab Angkatan Laut mempunyai pula kekuatan udara. Kekuatan udara nasional bukan saja terdiri dari pesawat udara milik ketiga matra militer negeri ini, tetapi mencakup pula pesawat-pesawat milik sipil yang terdaftar di Indonesia. Khusus untuk kekuatan udara ketiga matra militer Indonesia, dibutuhkan suatu cetak biru yang memadukan kemampuan ketiga unsur.
Mengapa dibutuhkan cetak biru? Sebab operasi militer saat ini kecenderungannya adalah operasi gabungan, bukan lagi operasi matra tunggal. Oleh karena itu, interoperability kekuatan udara ketiga matra seharusnya tercipta. Untuk menuju hal tersebut, diperlukan cetak biru kekuatan udara nasional tersebut.
Boleh saja pesawat udara yang memperkuat kekuatan udara Angkatan Laut berbeda spesifikasi dan kemampuannya dengan yang memperkuat kekuatan udara Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Namun ketiganya harus bisa interoperable ketika dibutuhkan. Misalnya, pesawat tempur Angkatan Udara harus dapat berkomunikasi dengan pesawat patroli maritim Angkatan Laut melalui frekuensi khusus sehingga dapat saling mendukung dalam suatu operasi gabungan.
Di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris dan lain sebagainya, interoperability antar kekuatan udara tiap matra sudah disusun dengan matang. Sehingga setiap jenis pesawat yang berbeda dapat beroperasi bersama dalam suatu operasi gabungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Negara-negara itu mempunyai cetak biru kekuatan udara nasionalnya, khususnya kekuatan udara militer.
Indonesia sudah seharusnya menempuh kebijakan serupa pula. Agar tidak terjadi persaingan tidak sehat, Departemen Pertahanan hendaknya menjadi ujung tombak dari penyusunan cetak biru tersebut.

28 Mei 2010

Sejarah Angkatan Laut

All hands,
Di negara-negara maju, sejarah Angkatan Laut tidak dipandang sebelah mata. Sejarah Angkatan Laut bukan semata soal catatan-catatan penting kejadian dalam suatu Angkatan Laut. Sejarah Angkatan Laut bukan pula sekedar kumpulan arsip tua yang diawetkan, tidak juga hanya sebuah catatan soal peristiwa-peristiwa membanggakan atau aksi kepahlawan. Sejarah Angkatan Laut adalah sumber inspirasi dan pelajaran dalam pengembangan Angkatan Laut ke depan, apapun yang terjadi pada organisasi Angkatan Laut di masa lalu.
Pengembangan doktrin Angkatan Laut senantiasa berakar pada sejarah. Bukan berarti doktrin Angkatan Laut bersifat kaku, tetapi lebih menekankan pada pelajaran yang bisa diambil dari sejarah Angkatan Laut di masa lalu. Misalnya pengalaman operasi. Doktrin Angkatan Laut yang senantiasa diperbarui seringkali mengambil pelajaran dari operasi yang “baru” berlangsung 10-15 tahun silam, bukan operasi 50 tahun silam apalagi seabad lalu.
Para ahli sejarah Angkatan Laut biasanya juga ahli strategi maritim. Sebagai contoh klasik lihat saja Julian Corbett yang keahlian dasarnya adalah sejarah maritim. Corbett tidak pernah menjadi komandan kapal perang, berbeda dengan Mahan yang berlatar belakang perwira Angkatan Laut. Ahli sejarah Angkatan Laut di negara-negara maju sangat dihargai, bahkan mereka adalah salah satu tulang punggung dalam lembaga pendidikan Angkatan Laut, khususnya lembaga pendidikan setingkat Sesko Angkatan Laut.
Kepakaran mereka dalam menguasai sejarah Angkatan Laut tidak diragukan lagi, bahkan melebihi para perwira Angkatan Laut sendiri. Merekalah yang mengajar para perwira Angkatan Laut soal sejarah Angkatan Laut dan juga strategi maritim. Keahlian mereka tidak lepas pula dari kontribusi Angkatan Laut di mana mereka mengabdi, misalnya dalam menyediakan data yang detail mengenai segala hal yang terkait Angkatan Laut. Entah itu operasi, perubahan organisasi, pembangunan kekuatan (di masa lalu) dan lain sebagainya.
Alangkah baiknya bila kekuatan laut Indonesia mengadopsi pendekatan yang dianut oleh Angkatan Laut negara-negara maju yang terkait dengan sejarah. Dengan demikian, selain semua peristiwa penting tercatat dan arsipnya lengkap, juga dapat menjadi landasan bagi pengembangan Angkatan Laut ke depan. Belajar soal sejarah bukan semata mempelajari peristiwa yang telah lewat, tetapi juga mempersiapkan masa depan Angkatan Laut. Bukankah ada pepatah yang berbunyi history repeats itself?

27 Mei 2010

Kemajuan Ekonomi Dan Pembangunan Angkatan Laut

All hands,
Mengacu pada sejarah berbagai Angkatan Laut di dunia, pembangunan kekuatan Angkatan Laut dipastikan akan selalu melalui dua fase. Fase pertama adalah fase pertumbuhan, yaitu terhitung sejak Angkatan Laut dibentuk. Ketika berada pada tahap ini, biasanya tanggungjawab utama Angkatan Laut adalah mempertahankan wilayah dan kedaulatan negara yang bersangkutan menghadapi ancaman nyata saat itu. Sebagian besar Angkatan Laut di dunia melalui fase ini ---termasuk Angkatan Laut Indonesia---, kecuali beberapa Angkatan Laut yang lahir dalam kondisi abnormal, misalnya Angkatan Laut Negeri Tukang Klaim.
Fase kedua adalah fase pendewasaan. Pada tahap ini, Angkatan Laut sudah hidup dalam ruang yang lebih baik, dalam arti negara pemilik Angkatan Laut itu telah menyelesaikan fase perjuangan kemerdekaan atau sejenisnya, sehingga langkah selanjutnya adalah pembangunan di segala bidang. Salah satu pembangunan yang dipacu oleh setiap negara adalah di bidang ekonomi, sebab bidang ini berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Berbicara tentang ekonomi, interdependensi ekonomi dengan negara-negara lain menjadi suatu hal yang tidak terhindarkan.
Terkait dengan fase ini, banyak Angkatan Laut di dunia mengalami pembangunan kekuatan yang signifikan. Banyak negara di dunia merancang Angkatan Lautnya untuk mampu beroperasi jauh dari negara induknya untuk mengamankan kepentingan nasionalnya, termasuk yang terkait dengan bidang ekonomi. Dengan kata lain, Angkatan Laut didesain untuk mampu beroperasi jarak jauh alias blue water navy.
Pertanyaannya, kapan Indonesia akan merancang kekuatan lautnya memasuki tahap pendewasaan? Apakah menunggu embargo minyak dari Timur Tengah yang dilakukan oleh negara-negara lain? Atau setidaknya menunggu arus pasokan minyak dari Asia Barat terancam?

26 Mei 2010

Tugas Utama Kapal Selam

All hands,
Setiap Angkatan Laut yang mempunyai kapal selam dalam susunan tempurnya dihadapkan pada satu pertanyaan bersifat taktis, yaitu apakah tugas kapal selam mereka untuk peperangan anti kapal selam ataukah peperangan anti kapal permukaan? Secara teoritis dan praktek, kapal selam mempunyai kemampuan guna melaksanakan dua kemampuan tersebut, Akan tetapi, dalam prakteknya mayoritas Angkatan Laut menetapkan satu tugas yang lebih dominan pada armada kapal selam mereka.
Kalau tugas utama unsur kapal selam pada suatu armada Angkatan Laut adalah untuk anti peperangan kapal selam, eksistensi kapal selam itu harus diimbangi oleh oleh sejumlah kapal permukaan, pesawat patroli maritim dan helikopter yang menyandang kemampuan anti kapal selam pula. Bila tidak ada perimbangan antara unsur kapal selam dengan unsur-unsur lainnya, yang terjadi adalah Angkatan Laut tersebut tidak mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam bisnis peperangan anti kapal selam. Sebaliknya, Angkatan Laut tersebut secara desain atau tidak telah menempatkan unsur kapal selamnya untuk berfokus pada peperangan anti kapal permukaan.
Berdasarkan uraian singkat ini, bisa direka di mana sebenarnya posisi kekuatan kapal selam Indonesia saat ini. Apakah tugas utamanya untuk peperangan anti kapal selam ataukah peperangan anti kapal permukaan. Sekaligus menjadi pekerjaan rumah untuk membenahi kemampuan peperangan kapal selam ke depan agar lebih baik daripada kondisi saat ini.

25 Mei 2010

Syarat Lain Operasi Angkatan Laut Jarak Jauh

All hands,
Operasi Angkatan Laut jarak jauh yang digolongkan sebagai proyeksi kekuatan mempunyai beberapa persyaratan. Masalah dukungan logistik adalah salah satu persyaratan yang mengemuka dan sering dibahas, sebab tanpa dukungan logistik yang memadai maka operasi yang digelar akan gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di samping dukungan logistik, persyaratan lainnya yang wajib untuk diperhatikan adalah kemampuan peperangan anti kapal selam.
Dalam melaksanakan operasi Angkatan Laut jarak jauh, ancaman kapal selam merupakan ancaman yang paling tinggi derajatnya dibandingkan ancaman kapal permukaan maupun pesawat udara. Dua ancaman terakhir bisa dideteksi dari jarak puluhan atau ratusan mil laut dari kapal ---tergantung sistem sensor yang diadopsi---, sedangkan ancaman kapal selam bahkan pada jarak hanya di bawah 10 mil laut pun belum tentu mampu dideteksi. Itulah alasan mengapa ancaman kapal selam menempati derajat tertinggi dalam pelaksanaan operasi Angkatan Laut jarak jauh.
Di kawasan Asia Pasifik, Angkatan Laut yang sudah mampu beroperasi jarak jauh adalah Australia, Jepang, Korea Selatan dan Cina. Di kawasan Samudera India satu-satunya Angkatan Laut yang mampu menggelar operasi itu adalah kekuatan laut India. Pertanyaannya, seberapa tinggi kemampuan mereka dalam hal peperangan anti kapal selam? Untuk menjawab pertanyaan itu, ada beberapa parameter yang bisa digunakan. Di antaranya adalah perimbangan aset untuk peperangan permukaan dan peperangan kapal selam.
Apabila dinilai secara garis besar, kemampuan Angkatan Laut Korea Selatan, Cina dan India dalam soal peperangan anti kapal selam masih rendah. Artinya kemampuan mereka melaksanakan proyeksi kekuatan belum ditunjang dengan kemampuan peperangan anti kapal selam yang mumpuni. Adapun Angkatan Laut Australia dan Jepang memiiki kemampuan yang lebih baik? Lalu bagaimana dengan Indonesia?

24 Mei 2010

Angkatan Laut Yang Dewasa

All hands,
Para ahli strategi maritim sepakat bahwa untuk mengukur kedewasaan suatu Angkatan Laut, bisa dilihat dari postur Angkatan Laut itu. Apakah postur yang dibangun oleh pemerintah didesain hanya untuk pertahanan pantai dan tugas-tugas Angkatan Laut yang bersifat internal ataukah dirancang untuk memenuhi tugas-tugas internasional dalam bingkai kepentingan nasional negara itu? Dengan kata lain, kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan dan dikategorikan sebagai blue water navy dikategorikan sudah dewasa, sementara Angkatan Laut yang “masih sibuk dengan urusan di dalam negeri” dikelompokkan belum dewasa.
Untuk menjadi Angkatan Laut blue water navy, lebih menekankan pada kemampuan proyeksi kekuatan. Sebaliknya tidak memfokuskan pada apakah mempunyai berapa banyak kapal induk. Tolak ukur blue water navy tidak mutlak kapal induk, tetapi kapal-kapal kombatan yang didukung oleh kapal bantu seperti BCM. Sepanjang kapal-kapal perang itu mampu diproyeksikan jauh keluar wilayah negaranya, Angkatan Lautnya dapat dikelompokkan sebagai blue water navy.
Kecenderungan terkini memperlihatkan bahwa rata-rata Angkatan Laut yang dikategorikan sebagai blue water navy sebagian besar menekankan pada kemampuan kapal kombatan seperti kapal perusak dan fregat. Lihat saja Jepang dan Korea Selatan, kekuatan blue water navy-nya bertumpu pada eksistensi kapal perusak. Begitu juga Angkatan Laut negara-negara Eropa, kecuali Inggris, Prancis dan Rusia, negara Eropa lainnya yang dikategorikan blue water navy tidak mengoperasikan kapal induk dalam armadanya.
Kalau Indonesia mau berpikir strategis, menciptakan Angkatan Laut yang berkategori blue water navy bukan hal yang mustahil dalam 25 tahun ke depan. Korea Selatan saja yang dulu Angkatan Lautnya “tidak ada apa-apanya” kini tengah beranjak memantapkan diri menjadi blue water navy. Artinya, mencapai blue water navy sebenarnya bukan hal yang mustahil. Kuncinya adalah pada kemauan politik pemerintah.

23 Mei 2010

Jangan Lupakan Bapak Angkatan Laut Modern

All hands,
Angkatan Laut Amerika Serikat selama ini banyak dijadikan acuan dalam pembangunan kekuatan laut negara-negara lain di dunia. Kondisi itu karena kekuatan laut Broer Sam adalah yang paling modern dan maju, baik dari segi sistem senjata maupun pembinaan personel. Namun demikian, masih ada negara-negara yang masih berkiblat ke Royal Navy daripada ke U.S. Navy, sebab Royal Navy dianggap sebagai Bapak Angkatan Laut modern.
Merupakan hal yang lumrah bila Royal Navy dinobatkan sebagai Bapak Angkatan Laut modern, sebab tradisi, taktik, strategi dan teknologi Angkatan Laut banyak yang lahir karena dipelopori oleh Inggris. Harap diingat pula bahwa kekuatan laut Inggris pernah “menguasai” lautan dunia dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Sementara U.S. Navy baru akan seabad “menguasai” laut dunia.
Kekuatan laut Indonesia apabila ditilik dari sejarah perjalanannya mempunyai tiga kiblat. Kiblat pertama adalah Angkatan Laut Belanda, sehingga banyak istilah di kekuatan laut Indonesia yang berbau Belanda. Bahkan ada generasi perwira profesional Angkatan Laut yang hasil didikan KIM.
Karena ada konflik politik antar negara, kiblat Angkatan Laut Indonesia pun berpaling ke Uni Soviet untuk beberapa saat. Meskipun tidak banyak, beberapa istilah Rusia masih digunakan di Angkatan Laut, khususnya pada kapal selam. Terdapat pula puluhan atau mungkin lebih dari seratus perwira lulusan lembaga pendidikan militer Uni Soviet.
Selanjutnya kiblat Angkatan Laut Indonesia beralih ke Amerika Serikat yang berlaku hingga saat ini. Taktik-taktis operasi laut yang dianut sekarang adalah hasil adopsi dari Amerika Serikat. Walaupun demikian, jumlah perwira Angkatan Laut didikan Om Sam tidak banyak.
Sebaliknya, terkesan hubungan Indonesia dengan Inggris dalam hal kerjasama Angkatan Laut kurang erat. Bisa jadi karena Indonesia bukan negara anggota Persemakmuran. Akan tetapi, lebih baik bila Angkatan Laut Indonesia lebih banyak berguru kepada Royal Navy. Mengapa demikian?
Royal Navy merupakan kekuatan laut global dengan kemampuan proyeksi kekuatan yang terbatas. Jumlah kapal perangnya bahkan lebih sedikit daripada kekuatan laut Indonesia, namun dari segi kualitas tidak perlu dipertanyakan. Justru dengan kuantitas kapal perang yang terbatas, mereka mampu proyeksi kekuatan ke seluruh dunia. Hal-hal seperti ini perlu dipelajari oleh Indonesia, sehingga kekuatan laut Indonesia suatu saat nanti setidaknya mampu menyebarkan kekuatan minimal di kawasan Asia Tenggara.

22 Mei 2010

Kapal Selam Masih Merupakan Ancaman Utama

All hands,
Melihat bentuk kerusakan pada bagian buritan ROKS Cheonan (PC-722), dapat dipastikan penyebabnya karena terkena torpedo. Torpedo yang mengenai kapal korvet Angkatan Laut Korea Selatan itu dipastikan meledak di bawah lunas kapal dan gelembung yang diciptakan dari ledakan itulah yang merusak struktur kapal pada bagian buritan. Itu adalah ciri torpedo masa kini yang tidak memerlukan impak pada sasaran dan ciri itu juga dimiliki oleh torpedo SUT yang digunakan oleh kapal selam kekuatan laut Indonesia.
Kalau kapal kelas Pohang itu terkena ranjau, kerusakan akan terjadi di sekitar antara haluan dan anjungan serta dipastikan ada lubang yang tercipta. Kerusakan di bagian itu tidak lepas dari sifat ranjau yang biasanya berada di dasar laut atau setidaknya mengapung. Aktifnya ranjau karena dirancang oleh sifat magnetik dari kapal perang yang melintas di atasnya. Lubang yang tercipta karena ranjau tidak akan membuat kapal perang tenggelam seketika, sebab dalam banyak kasus kapal yang terkena ranjau masih dapat mengapung.
Kasus ROKS Cheonan memperkuat tesis bahwa kemampuan peperangan anti kapal selam Korea Utara masih belum bagus. Terdapat ketidakseimbangan antara kemampuan peperangan kapal selam dengan peperangan anti kapal selam. Memang peperangan anti kapal selam bukan bisnis yang mudah, tetapi hal itu tidak berarti hal yang mustahil.
Tenggelamnya ROKS Cheonan dapat diduga karena para krunya tidak menyadari kehadiran kapal selam Korea Utara di sekitar mereka. Sebab kapal buatan 1989 ini dilengkapi dengan torpedo anti kapal selam, sehingga dapat dipastikan ROKS Cheonan (PC-722) mempunyai sonar.
Bagi Indonesia, kasus ini hendaknya memperkuat keyakinan dan kesadaran bahwa kapal selam masih menjadi senjata pamungkas Angkatan Laut di dunia. Yang paling utama harus yakin dan sadar adalah para pengambil keputusan politik soal pengadaan kapal selam baru, baik pemerintah maupun DPR. Ini tantangan utamanya, karena proses politik di negeri ini seringkali “di luar akal sehat”.

21 Mei 2010

Konflik Di Korea Dan Postur Angkatan Laut

All hands,
Konflik antar dua negara bersaudara di Semenanjung Korea sejak 1950 telah mempengaruhi postur Angkatan Laut masing-masing. Angkatan Laut Korea Utara sejak 1950 hingga saat ini posturnya adalah untuk pertahanan pantai dan sedikit proyeksi kekuatan. Untuk kepentingan pertahanan pantai, kekuatan laut negeri komunis itu mengembangkan berbagai jenis kapal patroli berukuran kecil, di samping mengembangkan kapal selam midget. Meskipun kecil, kapal-kapal itu dilengkapi dengan senjata yang mematikan.
Guna menghadapi ancaman tetangganya di utara, hingga 1970-an postur Angkatan Laut Korea Selatan berfokus pada pertahanan pantai. Kapal perang Korea Selatan mayoritas berukuran kecil dan sedang yang tidak dirancang untuk proyeksi kekuatan jauh dari wilayah negaranya. Sementara pengembangan kapal selam belum mendapat fokus sama sekali. Postur Angkatan Laut Korea Selatan baru mulai mengalami pergeseran pada 1980-an ketika galangan kapal negeri itu mulai bisa memproduksi kapal perang sendiri berukuran besar dan terus berlanjut pada era 1990-an. Misalnya kapal perusak kelas KDX dan generasi penerusnya yang kini terus dikembangkan. Pembuatan kapal selam lokal berdasarkan lisensi pun mulai dilaksanakan sejak tahun 1980-an.
Kini postur Angkatan Laut Korea Selatan telah bertransformasi menjadi kekuatan yang mampu diproyeksikan jauh dari wilayahnya, minimal di kawasan Asia Pasifik dan Samudera India. Sementara Korea Utara sebagai negeri yang gemar bertapa, postur kekuatan lautnya tidak berubah dari 1950-an sampai sekarang, yakni berfokus pada pertahanan pantai.
Pelajaran yang dapat ditarik dari perkembangan kekuatan laut di Semenanjung Korea adalah Korea Selatan tidak berfokus pada konflik berkepanjangan dengan saudaranya di utara dalam pembangunan Angkatan Lautnya. Tanpa mengabaikan bahwa Korea Utara masih merupakan ancaman nyata bagi eksistensinya, Korea Selatan membangun kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan.
Ditarik dalam konteks Indonesia, pembangunan kekuatan laut Indonesia tidak boleh terikat pada kasus konflik di Laut Sulawesi semata. Konflik di perairan itu bisa dijadikan alasan pembangunan kekuatan Angkatan Laut, tetapi pembangunan yang dilakukan tidak boleh sebatas untuk menghadapi konflik di Laut Sulawesi untuk menghadapi Negeri Tukang Klaim.

20 Mei 2010

Membumikan Strategi

All hands,
Banyak pihak di Indonesia yang tidak paham dengan strategi. Tidak sedikit strategi dicampur adukkannya dengan taktis. Strategi (dan taktik) lahir dari dunia militer, sebab memang awalnya istilah ini hanya eksklusif militer. Namun kemudian kedua istilah diadopsi oleh kehidupan sipil, walaupun secara pribadi saya sampai kini belum paham apa definisi strategi dalam kehidupan sipil.
Dapat dipastikan definisinya berbeda dengan definisi yang berlaku di dunia militer, termasuk di Angkatan Laut. Ada hal penting menyangkut strategi di lingkungan Angkatan Laut negeri ini yang hendaknya dicermati. Pemahaman terhadap strategi harus diakui masih dangkal, sebab ilmu itu baru diberikan ketika perwira menjalani pendidikan di Sesko matra laut. Saat menjalani pendidikan di Akademi matra laut, ilmu tentang strategi belum diberikan.
Sebagai perbandingan, di Angkatan Laut lain di dunia ilmu tentang strategi sudah diberikan ketika masih di Akademi Angkatan Laut. Selanjutnya ilmu itu terus diberikan dalam berbagai pendidikan penjenjangan di Angkatan Laut. Sehingga ketika para perwira menempuh pendidikan tingkat sesko, pemahaman mereka tentang strategi sudah matang. Mereka bisa dengan panjang lebar menguraikan pemikiran strategi ala Clausewitz, Sun Tzu, Jomini, Napoleon, Corbett, Reader, Liddle Hart, Rommel dan lain sebagainya.
Kondisi demikian belum dijumpai di Indonesia. Ilmu strategi yang diberikan di sesko matra menurut banyak pihak masih dangkal dan belum matang. Situasi itu antara lain tercipta karena padatnya mata ajaran di lembaga pendidikan itu, selain juga belum adanya bekal ilmu itu ketika mereka masih berstatus kadet di akademi matra.
Membumikan penguasaan ilmu tentang strategi merupakan pekerjaan rumah bagi kekuatan laut Indonesia. Perlu dipikirkan kembali bagaimana caranya agar ilmu itu mampu melekat dan dipahami secara menyeluruh oleh para perwira, karena mereka-lah yang akan menyusun perencanaan militer nantinya.

19 Mei 2010

Pengaruh Jepang Dalam Pertahanan Maritim Indonesia

All hands,
Tanpa disadari ---apalagi diketahui--- oleh banyak pihak, konsep pertahanan maritim di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh Jepang. Bagi kalangan yang tidak paham, tentu berpikir bagaimana mungkin Jepang yang tidak memberikan bantuan militer kepada Indonesia mampu mempengaruhi strategi pertahanan maritim Indonesia. Pengaruh Jepang yang dimaksud adalah pelajaran sejarah yang diberikan oleh Negeri Matahari Terbit itu ketika menyerbu Hindia Belanda pada 1942 melalui pola kampanye yang dikenal sebagai Gurita atau Octopus.
Konsep pertahanan maritim Indonesia yang dianut oleh Angkatan Laut menjadikan kampanye itu sebagai salah satu pertimbangan penting. Maka bukan suatu hal yang aneh bila selanjutnya lahir konsep pertahanan di tiga corong, yaitu barat, tengah dan timur. Isu corong tersebut berangkat dari preseden sejarah, yang mana Jepang menyerbu Hindia Belanda melalui corong tengah yaitu Laut Sulawesi-Selat Makassar, sebelumnya akhirnya sampai di Laut Jawa.
Dalam era kekinian, patut dipertimbangkan kembali apakah pemahaman terhadap corong itu masih relevan atau tidak? Eksistensi corong itu tetap bernilai strategi bagi Indonesia, namun masalahnya adalah apakah di corong-corong itu akan lewat konvoi Angkatan Laut asing yang menyerbu Indonesia dengan formasi klasik yaitu ada badan utama, ada gugus aju, ada tabir dan lain sebagainya. Nampaknya sulit membayangkan pihak Angkatan Laut lain akan menginvasi negeri ini lewat tiga corong itu dengan menggunakan formasi klasik yang dahulu dipraktekkan oleh Imperial Japanese Navy.
Yang perlu untuk dipertimbangkan saat ini adalah kemungkinan surgical strike oleh satu atau lebih kapal Angkatan Laut asing terhadap sasaran di Indonesia. Serangan itu bisa saja lewat di corong-corong itu, akan tetapi lebih besar kemungkinannya tidak melalui corong-corong tersebut.
Dengan kata lain, eksistensi corong barat-tengah-timur harus tetap dipandang strategis, namun paradigma dalam memandang serangan yang akan lewat corong itu sebaiknya disesuaikan dengan kondisi kekinian. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi Angkatan Laut saat ini, serangan semacam surgical strike terhadap Indonesia bisa datang dari arah mana saja alias 360 derajat. Bukankah negeri ini terbuka 360 derajat dari arah lautan?

18 Mei 2010

Pengembangan Bersama Kapal Perang

All hands,
Ambisi industri perkapalan Indonesia untuk memproduksi kapal perang buatan sendiri patut untuk dihargai. Akan tetapi hendaknya ambisi itu dikombinasikan dengan pertimbangan ekonomis dan teknologi, agar harga jualnya tidak lebih mahal dari kapal jenis serupa buatan luar negeri. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan pengembangan bersama kapal perang dengan galangan perkapalan asing.
Dengan kerjasama pengembangan ini, secara teoritis biaya pengembangan ditanggung berdua, sehingga lebih murah bila pengembangannya dimonopoli sendiri. Berikutnya, ada ilmu tentang pembangunan kapal perang yang bisa didapatkan dari mitra kerjasama pengembangan. Keuntungan selanjutnya adalah adanya kepastian pasar kapal perang yang dikembangkan. Selanjutnya adalah lebih cepat mencapai titik impas dengan pasar yang lebih besar daripada dikembangkan sendirian.
Untuk mencari mitra pengembangan tentunya harus mempertimbangkan beberapa faktor. Misalnya kualitas hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara calon mitra, kebijakan kerjasama teknologi yang dianut oleh negara kandidat kerjasama, tingkat penguasaan teknologi galangan kapal yang akan diajak bekerjasama dan lain sebagainya.
Ketiga hal yang telah disebutkan penting untuk dipertimbangkan secara mendalam, sebab akan menentukan bentuk dan keluaran kerjasama pengembangan nantinya. Jangan sampai negara yang diajak kerjasama justru pelit untuk berbagai teknologi dengan Indonesia atau tingkat penguasaan teknologi calon mitra justru lebih rendah daripada galangan perkapalan Indonesia.
Dewasa ini, dengan makin mahalnya biaya pengembangan kapal perang baru, tidak sedikit negara yang melirik pola kerjasama pengembangan. Sebagai contoh adalah kapal fregat FREEM hasil kolaborasi galangan Prancis dan Italia. Langkah demikian patut pula ditiru oleh galangan Indonesia. sebab mempunyai keuntungan ekonomis dan teknologi yang lebih baik daripada mengembangkan sendiri kapal perang yang diinginkan.

17 Mei 2010

Cetak Biru Teknologi Angkatan Laut

All hands,
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Angkatan Laut merupakan suatu matra militer yang padat teknologi. Teknologi Angkatan Laut selalu berkembang setiap dekade, artinya pada setiap 10 tahun dipastikan muncul teknologi baru yang lebih canggih dari teknologi sebelumnya yang telah diadopsi. Bukan hal yang aneh bila kemudian ada sistem senjata dengan merek yang sama, namun berbeda blok.
Kemampuan Angkatan Laut berkisar pada peperangan permukaan, peperangan bawah air, peperangan udara dan peperangan elektronika. Setiap Angkatan Laut di dunia akan selalu berupaya memodernisasi kemampuannya pada keempat kemampuan peperangan itu, baru melalui pengadaan sistem senjata baru ataupun lewat program midlife modernization. Contohnya adalah modernisasi fregat kelas Adelaide alias kelas Oliver Hazard Perry milik Angkatan Laut Australia yang mengadopsi teknologi Aegis sehingga kini mampu melaksanakan peperangan udara jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Sebagian Angkatan Laut di permukaan bumi telah mampu mengindentifikasi kebutuhan teknologi apa saja yang harus mereka penuhi dalam suatu kurun waktu. Identifikasi itu didasarkan pada kebutuhan operasional mereka dalam jangka waktu tersebut. Sehingga adopsi teknologi mereka terukur dan tepat sasaran, bukan sekedar asal adopsi yang pada akhirnya kurang berkontribusi pada kebutuhan operasional. Dengan kata lain, mereka telah mempunyai cetak biru teknologi yang dibutuhkan.
Berdasarkan dari pengalaman program midlife modernization yang telah dilaksanakan pada sejumlah kapal perang milik Indonesia, nampak jelas belum ada cetak biru tentang teknologi apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh kekuatan laut negeri ini. Terkadang hasil dari program itu kurang jelas, dalam arti apakah benar kemampuan kapal perang yang telah selesai menjalani program itu telah meningkat dari kondisi sebelumnya atau tidak. Secara teoritis, melalui program modernisasi berarti kemampuan yang disandang suatu kapal perang sudah jauh meningkat dibandingkan kondisi awal sebelum menjalani program itu.
Sebagai contoh, radar pengamatan dan radar kendali penembakannya lebih modern dan canggih daripada radar yang terpasang sebelumnya. Begitu juga rudal yang terpasang, merupakan generasi yang lebih maju daripada rudal yang digantikan. Soal combat management system juga demikian.
Agar lebih terukur dan tepat sasaran, kekuatan laut negeri ini perlu dibekali dengan cetak biru teknologi yang hendak diadopsi dalam suatu kurun masa. Penyusunannya sebaiknya dilakukan bersama dengan Departemen Pertahanan, agar ketika suatu saat teknologi yang dimaksud hendak dibeli, maka Departemen Pertahanan tidak akan “rewel” menanyakan segala macam. Sebab mereka telah dilibatkan sejak awal dan diharapkan cetak biru itu masuk dalam program pembangunan kekuatan Angkatan Laut yang diadopsi oleh departemen itu.

16 Mei 2010

Latihan Peperangan Anti Kapal Selam

All hands,
Salah satu cara untuk memelihara profesionalisme dan keterampilan Angkatan Laut adalah melalui latihan. Angkatan Laut NATO mempunyai berbagai kegiatan latihan rutin setiap tahunnya, di antaranya adalah NOBLE MANTA yaitu latihan peperangan anti kapal selam. Dalam latihan yang biasanya digelar setiap bulan Februari di perairan Laut Ionia tersebut, dilibatkan belasan kapal permukaan, kapal selam dan pesawat patroli maritim.
Lewat latihan itu, Angkatan Laut NATO mengasah kembali profesionalisme dan keterampilan mereka dalam peperangan anti kapal selam. Hal itu penting sebab pasca Perang Dingin, Angkatan Laut NATO disibukkan dengan operasi-operasi asimetris sehingga secara tidak langsung mengikis keterampilan mereka dalam bisnis peperangan bawah air. Kemunduran dalam hal peperangan anti kapal selam juga dihadapi oleh Angkatan Laut Amerika Serikat.
Indonesia ada baiknya meniru pola latihan seperti NOBLE MANTA. Sebab selama ini boleh dikatakan sangat jarang ada latihan Angkatan Laut yang berfokus pada peperangan anti kapal selam dan melibatkan berbagai sistem senjata. Latihan yang ada cenderung belum komprehensif.
Memang untuk mewujudkan latihan tersebut tidak mudah, sebab terkait dengan kesiapan alutsista, misalnya sonar pada kapal atas air. Itulah pekerjaan besar yang harus dituntaskan apabila ingin meningkatkan profesionalisme dan keterampilam dalam peperangan bawah air. Dengan kata lain, kesiapan untuk menggelar latihan peperangan anti kapal selam sangat ditentukan oleh dukungan dari satuan logistik Angkatan Laut yang bertanggungjawab terhadap kesiapan sistem senjata Angkatan Laut.

15 Mei 2010

Memelihara Konflik Di Laut Sulawesi

All hands,
Dalam ilmu manajemen konflik, salah satu teori yang diajarkan adalah memelihara konflik. Dengan memelihara konflik, terdapat keuntungan yang dapat diraih oleh pihak yang memelihara konflik tersebut. Terkait dengan masalah sengketa di Laut Sulawesi antara Indonesia versus Negeri Tukang Klaim, sudah selayaknya bila pemerintah memelihara konflik tersebut hingga jangka waktu yang belum ditentukan.
Pertanyaannya, kenapa harus dipelihara? Jawabannya tak bukan karena dengan adanya konflik itu, menjadi alat pemaksa agar Angkatan Laut Indonesia dibangun. Alat pemaksa itu ditujukan kepada pemerintah sendiri, selain kepada DPR, selain sebagai alasan legitimasi kepada pihak-pihak asing yang “rewel” dengan pembangunan kekuatan Angkatan Laut.
Masalah di Laut Sulawesi sebaiknya tidak perlu dipercepat penyelesaiannya melalui meja perundingan. Bahkan ada baiknya bila perundingan itu diulur saja. Sebab makin cepat penyelesaian masalah itu, dapat dipersepsikan makin mengurangi alasan tentang pentingnya membangun kekuatan Angkatan Laut.
Kalau yang dihadapi Angkatan Laut hanya kapal-kapal ikan, nilai strategis pentingnya pembangunan kekuatan Angkatan Laut tidak signifikan. Akan ada pihak-pihak yang bertanya untuk apa membeli kapal kombatan yang dipersenjatai dengan rudal, meriam, torpedo dan sistem elektronika lainnya. Namun bila konflik yang dihadapi adalah ancaman pencaplokan wilayah Indonesia oleh Negeri Tukang Klaim, pertanyaan-pertanyaan tentang alasan pembangunan kekuatan Angkatan Laut menjadi gugur dengan sendirinya.

14 Mei 2010

Jumlah Minimum Kapal Kombatan Angkatan Laut

All hands,
Dalam perencanaan kekuatan, harus ditetapkan berapa jumlah minimum kapal kombatan Angkatan Laut yang harus tersedia dalam suatu periode. Jumlah itu terkait dengan komitmen-komitmen Angkatan Laut, misalnya menggelar operasi rutin secara simultan di beberapa perairan dan menggelar operasi kontinjensi di perairan tertentu sesuai dengan tingkat ancaman. Apabila jumlah kapal kombatan yang tersedia kurang dari jumlah minimum yang telah ditetapkan, maka Angkatan Laut tidak dapat melaksanakan komitmennya, yang berarti kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim menjadi dipertaruhkan.
Pemerintah Inggris dalam Buku Putih Pertahanan 2004 menetapkan bahwa Royal Navy harus mempunyai jumlah kapal kombatan (atas air) minimal 25 buah. Jumlah itu merupakan penggabungan dari kapal perusak dan fregat. Dengan 25 buah kapal kombatan (atas air), Royal Navy didesain untuk mampu melaksanakan komitmen-komitmennya yang mengacu pada kepentingan nasional Inggris.
Hal ini yang belum ada di Indonesia. Pemerintah belum menetapkan berapa jumlah minimal kapal kombatan (atas air) yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut. Selain itu, belum ada penegasan apa saja komitmen-komitmen yang mengikat Angkatan Laut, sebab selama ini penentuan operasi diserahkan sepenuhnya kepada TNI. Komitmen-komitmen yang terkait Angkatan Laut sebenarnya ada yang mudah diidentifikasi, seperti patroli di Laut Sulawesi, di Selat Malaka dan di ketiga ALKI. Dapat dipastikan masih ada komitmen lainnya, misalnya patroli di perbatasan laut Indonesia-Australia dan Indonesia-Filipina.
Belum adanya penentuan berapa jumlah minimum kapal kombatan yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut negeri ini memperkuat tesis bahwa Angkatan Laut Indonesia kurang diperhatikan oleh pemerintahnya sendiri. Harus dipahami dengan betul bahwa penentuan jumlah minimum kapal kombatan merupakan ranah politik pertahanan, sehingga tidak dapat diserahkan kepada Angkatan Laut.

13 Mei 2010

Mengapa Harus Memiliki Keunggulan Komparatif?

All hands,
Keunggulan komparatif telah lama muncul dalam pemikiran para ahli strategi klasik seperti Sun Tzu dan Clausewitz. Diktum Clausewitz tentang keunggulan komparatif berbunyi, “(One)…question is how to influence the enemy’s expenditure of effort; in the other words, how to make the war more costly to him”. Mengacu pada diktum Jenderal asal Prusia ini, keunggulan komparatif memang bukan suatu hal yang murah. Namun harus dipahami pula bahwa tidak ada perang atau konflik yang murah, baik dari segi material maupun non material.
Negara-negara di sekitar Indonesia sebagian jalur hidupnya tergantung pada perairan Indonesia. Ketergantungan itu harus dieksploitasi oleh Indonesia apabila terjadi perang atau konflik. Apabila negeri ini mengeksploitasi itu secara politik dan militer, maka biaya yang dikeluar oleh negara yang memusuhi Indonesia akan lebih besar lagi.
Bagaimana mengeksploitasinya? Tidak lain dan tidak bukan melalui penerapan strategi maritim, baik sea control, sea denial maupun power projection. Misalnya, penutupan satu chokepoints strategis di perairan Indonesia sudah pasti akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh negara yang berkonflik dengan Indonesia. Kenaikan itu mau tidak mau pasti akan mempengaruhi pengeluaran dan upaya lawan.
Penting untuk dipahami bahwa biaya yang dimaksud oleh Clausewitz bukan sekedar dana, tetapi juga aspek-aspek non material. Misalnya kelancaran pasokan barang konsumsi rumah tangga dan industri, kelancaran arus lalu lintas laut dan lain sebagainya. Karena semua itu terkait dengan ekonomi nasional, dipastikan akan berdampak pula pada biaya keseluruhan yang harus ditanggung oleh pihak lawan yang berkonflik dengan Indonesia.
Di situlah imperatifnya Indonesia menjadikan Angkatan Laut sebagai keunggulan komparatif. Memang membangun Angkatan Laut tidak pernah murah, tetapi hasil investasi pada Angkatan Laut juga tidak pernah murah. Mampu mempengaruhi cara bertindak lawan dan meraih kemenangan adalah keluaran dari investasi itu. Sehingga pada akhirnya kepentingan nasional tetap tidak terancam.

12 Mei 2010

Angkatan Laut Sebagai Keunggulan Komparatif

All hands,
Dalam pertarungan kepentingan antar bangsa, setiap bangsa harus mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif terhadap bangsa-bangsa lainnya. Keunggulan kompetitif dan komparatif itu bisa berupa instrumen ekonomi, militer dan lain sebagainya. Menyangkut instrumen militer, keunggulan yang bisa didapatkan adalah keunggulan komparatif, sebab keunggulan kompetitif akan sangat sulit diraih oleh mayoritas Angkatan Bersenjata di dunia.
Pertanyaannya, Indonesia harus memilih apa untuk keunggulan komparatifnya pada instrumen militer? Pilihan yang paling logis adalah Angkatan Laut sebagai keunggulan komparatif dalam pertarungan kepentingan nasional dengan negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Mengapa demikian?
Pertama, aspek geografi. Tidak ada yang bisa membantah bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Artinya, kepentingan nasional Indonesia yang menyangkut keutuhan wilayah sangat tergantung pada peran Angkatan Laut. Begitu pula kepentingan nasional di bidang ekonomi, tergantung pula pada peran Angkatan Laut. Tidak ada kekuatan militer lain di Indonesia yang bisa menjaga kepentingan nasional tersebut tanpa peran langsung dan atau tidak langsung Angkatan Laut.
Kedua, aspek politik. Kekuatan laut Indonesia bisa disebarkan kemana saja dan kapan saja, termasuk ke perairan internasional yang berbatasan dengan negara lain, dalam rangka mengamankan kepentingan nasional. Penyebaran itu memberikan pesan politik yang jelas pada satu sisi dan pada sisi lain tidak akan menimbulkan komplikasi politik yang rumit dalam hubungan dengan negara sasaran. Bandingkan dengan penyebaran kekuatan darat dan udara yang hanya bisa terbatas pada wilayah daratan di wilayah kedaulatan saja.
Ketiga, aspek strategis. Angkatan Laut mempunyai kemampuan untuk memukul balas lawan dengan sistem senjatanya, khususnya yang beroperasi di bawah air. Selain itu, Angkatan Laut mempunyai kemampuan proyeksi kekuatan. Kedua kemampuan itu apabila dibina dengan baik dan kemudian digunakan dalam rangka mengamankan kepentingan nasional akan memberikan dampak politik dan strategis yang berlipat ganda.
Masalah menjadikan Angkatan Laut sebagai keunggulan komparatif di Indonesia sebenarnya cuma soal kemauan politik. Apabila syarat itu terpenuhi, tidak sulit menjadikan Angkatan Laut Indonesia sebagai keunggulan komparatif. Justru hal yang memalukan bila sebagai negara kepulauan namun tidak menjadikan Angkatan Laut sebagai keunggulan komparatif terhadap negara-negara lain.

11 Mei 2010

Jetisasi Pesawat Patroli Maritim

All hands,
Kini kecenderungan yang terjadi menyangkut pesawat patroli maritim adalah mulai beralihnya sebagian konsumen pesawat patroli maritim dari pesawat bertenaga turboprop ke tenaga turbofan seperti jenis P-8A Poseidon. Di samping Amerika Serikat sebagai negara produsen, P-8A yang berbasis pada pesawat Boeing B-737-800/900 juga telah dipesan oleh India. Sementara negeri di selatan Indonesia nampaknya tinggal tunggu soal waktu saja untuk menggantikan armada P-3C Orion-nya.
Pesawat P-8A yang dikategorikan sebagai MMA ---namun tetap menyandang kemampuan peperangan anti kapal selam--- dirancang untuk melaksanakan berbagai misi yang tidak terbatas di atas laut saja. Wahana terbang ini juga didesain untuk melaksanakan dukungan operasi pada satuan-satuan yang beroperasi di daratan. Oleh karena itu, mission equipment-nya tidak lagi sebatas untuk menghadapi ancaman pada domain maritim.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebaiknya tidak perlu ikut-ikutan jetisasi tersebut, sebab kebutuhan operasional pesawat maritimnya berbeda. Secara operasional, biaya penggunaan pesawat bertenaga turbofan lebih mahal daripada turboprop. Begitu pula dengan kebutuhan panjang landas pacu yang minimal berkisar sekitar 2.000 meter, sementara masih banyak landas pacu di Indonesia yang cuma 900 meter. Belum lagi ketidakmampuan pesawat itu terbang rendah di atas laut, khususnya sekitar 500 kaki.
Sesuai dengan kebutuhan saat ini dan ke depan, pesawat patroli maritim yang dibutuhkan oleh Indonesia masih tetap mengandalkan pada turboprop sebagai tenaga pendorongnya. Yang penting adalah adanya endurance yang lama, di samping mission equipment-nya memadai. Seperti ketersediaan MAD, ESM dan sonobouy.

10 Mei 2010

Zero Growth Dan Estimasi Intelijen

All hands,
Kebijakan zero growth di bidang personel telah diberlakukan pemerintah terhadap militer Indonesia karena alasan keterbatasan anggaran. Soal ini nampaknya akan berlaku hingga 2024. Masalah kebijakan zero growth dengan alasan yang mendasarinya pada satu sisi bisa jadi benar, namun dari sisi lain bisa jadi dianggap terlalu lama masa berlakunya.
Mengapa dianggap terlalu lama? Semua berawal dari kemampuan “menerawang” perkembangan lingkungan strategis. Menurut pihak-pihak yang berkompeten di bidang intelijen, perkiraan keadaan intelijen paling “hanya sanggup” sampai lima tahun dari sekarang. Alasannya, dinamika di atas lima tahun sulit diprediksi karena posisi variabel-variabel dalam lingkungan strategis seringkali berubah dengan cepat. Dengan kata lain, sulit menyusun perkiraan keadaaan intelijen untuk lebih dari lima tahun dengan akurasi tinggi.
Terkait dengan kebijakan zero growth, salah satu tantangan yang dihadapinya apabila hendak diterapkan hingga 2024 adalah perkembangan lingkungan strategis. Kondisi lingkungan strategis yang mendasari lahirnya kebijakan zero growth dapat diprediksi berbeda dengan kondisi di atas 2014. Dengan kata lain, semestinya kebijakan ini disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis yang berkembang.
Artinya, masa berlakunya kebijakan zero growth sebaiknya hanya lima tahun saja. Apakah akan diteruskan setelah 2014, hal itu harus mengacu pada perkiraan keadaan intelijen, selain juga kemampuan ekonomi. Kalau estimasi intelijen menyatakan ada ancaman terhadap kepentingan nasional, maka kebijakan itu harus ditanggalkan dan ditinggalkan.

09 Mei 2010

Persepsi Indonesia Terhadap Samudera India

All hands,
Samudera India terus memainkan peran strategis dalam percaturan geopolitik kawasan dan dunia. Bila di era Perang Dingin perairan itu menjadi ajang pertarungan antara Amerika Serikat versus Uni Soviet, sekarang di samudera tersebut menjadi wadah “perkelahian” antara India versus Cina. Sementara Amerika Serikat sebagai pemain lama di lautan itu berpihak kepada India, sebagaimana terlihat sejak 2005 sampai kini dalam kebijakan-kebijakan Washington. Rutinnya pelaksanaan Malabar Exercise dan penjualan sistem senjata Amerika Serikat kepada India adalah contoh dari keberpihakan tersebut.
Sementara India sendiri yang merasa samudera tersebut sebagai miliknya sejak beberapa tahun silam telah menggagas IONS. IONS adalah tiruan dari WPNS yang dipelopori oleh Amerika Serikat. Lewat IONS, India ingin menegaskan kepemimpinannya di perairan yang terbentang dari pantai timur Afrika hingga pantai barat Indonesia dan Australia. Aspirasi Negeri Sungai Gangga itu tidak lepas pula dari ambisi Cina untuk mengendalikan perairan tersebut, misalnya dengan merangkul Pakistan dan Myanmar alias Burma, dua negeri yang selama ini dikenal tidak bersahabat dengan India.
Indonesia merupakan salah satu negara pantai Samudera India. Sebagai negara pantai, sudah sewajarnya bila negeri ini mempunyai peran signifikan dalam percaturan geopolitik Samudera India. Sebab perairan itu juga merupakan life line Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana persepsi Indonesia terhadap Samudera India?
Selama ini pihak yang hirau dengan perkembangan di perairan tersebut adalah Angkatan Laut. Angkatan Laut negeri ini merupakan salah satu peserta dalam IONS. Hirauan Angkatan Laut tidak lepas dari kerjasama yang terjalin dengan mitranya di India.
Lepas bahwa sejauh ini belum ada ancaman nyata terhadap kepentingan nasional Indonesia yang bersumber atau menggunakan Samudera India sebagai lintasannya, sudah seharusnya pihak yang hirau dengan dinamika di Samudera India bukan sekedar Angkatan Laut. Walaupun kebijakan luar negeri Indonesia berpusat di ASEAN, tetapi hendaknya tidak melupakan kodrat bahwa Indonesia juga merupakan warga Samudera India. Bahkan dari sisi pasokan energi bagi kelangsungan hidup Indonesia, ASEAN nyaris tidak bernilai apapun dibandingkan Samudera India.
Sampai kapan Indonesia baru akan membuat kebijakan yang juga mempertimbangkan dinamika di Samudera India? Apakah harus menunggu munculnya ancaman nyata baru kemudian secara terburu-buru dan ad-hoc menyusun kebijakan tersebut? Kebijakan Indonesia tentang Samudera India tidak akan pernah lahir bila persepsi negeri ini terhadap lautan tersebut tidak jelas.

08 Mei 2010

Tindak Lanjut Melanglang Buana

All hands,
Salah satu kontribusi Angkatan Laut negeri ini untuk memperkenalkan Indonesia dalam jagat pergaulan antar bangsa adalah melalui misi muhibah, di antaranya adalah muhibah KRI Dewa Ruci ke Eropa tahun ini. Misi muhibah yang dilakoni oleh kapal latih buatan 1953 itu sudah yang kesekian puluh kalinya sejak memperkuat Angkatan Laut Indonesia di tahun 1950-an. Dari sisi masa dinas, KRI Dewa Ruci adalah kapal paling tua yang berdinas di Angkatan Laut dan dari geladaknya sudah melahirkan ribuan perwira Angkatan Laut. Nampaknya masih ada lebih dari seribuan perwira lagi nantinya yang akan dientaskan oleh kapal layar tiang tinggi itu sebelum mengakhiri masa baktinya di Angkatan Laut dan digantikan oleh kapal latih baru.
Selain memperkenalkan Indonesia dalam misi muhibahnya, KRI Dewa Ruci juga memperkenalkan Angkatan Laut Indonesia sendiri ke dunia internasional. Tugas itu sejak puluhan tahun sudah dilakoni oleh kapal latih ini. Terkait dengan hal tersebut, alangkah baiknya bila langkah memperkenalkan Angkatan Laut negeri ini ke dunia internasional ditindaklanjuti. Menjadi pertanyaan bagaimana tindaklanjutnya?
Salah satunya adalah meningkatkan kehadiran kapal perang Indonesia dalam misi-misi internasional, baik yang di bawah payung PBB maupun bendera multinasional lainnya. Dengan demikian eksistensi Angkatan Laut Indonesia akan lebih dikenal dan diketahui dunia internasional. Langkah seperti itu sekarang tengah digenjot oleh kekuatan laut Negeri Tukang Klaim dan negeri penampung koruptor.
Tentu saja menjadi aneh bin ajaib bin tidak masuk akal bila Indonesia yang merupakan negara kepulauan justru Angkatan Lautnya tidak muncul dalam “hiruk-piruk” internasional. Melanglang buananya KRI Dewa Ruci merupakan hal yang bagus, namun akan lebih bagus bila didukung pula oleh melanglang buananya kapal perang Indonesia di perairan internasional dalam rangka menjaga stabilitas keamanan maritim. Selain di Somalia, kawasan operasi lainnya yang tersedia adalah Lebanon.

07 Mei 2010

Peran Komisaris Politik Di Dunia Maritim Cina

All hands,
Sebagai negara komunis, dalam organisasi Angkatan Laut Cina terdapat komisaris politik. Peran dan kewenangan komisaris politik melebihi peran dan kewenangan seorang perwira Angkatan Laut Cina yang menduduki jabatan komando, misalnya komandan kapal. Meskipun dia seorang komandan kapal yang dalam organisasi Angkatan Laut di negara-negara lain merupakan satu-satunya “raja” di kapal perang, namun dalam Angkatan Laut Cina posisinya “di bawah” komisaris politik.
Penting untuk diketahui pula bahwa keberadaan komisaris politik bukan terbatas pada kapal perang saja, tetapi mencakup pula kapal niaga Cina. Seperti diketahui, kapal niaga berbendera Cina adalah milik BUMN Cina. BUMN Cina kini telah menjadi menjadi salah satu raja pelayaran dunia menyaingi perusahaan pelayaran asal negara-negara Barat yang sudah mapan seperti Maersk Line, AHL dan lain sebagainya. Di semua kapal niaga Cina yang berlayar ke luar negeri dipastikan terdapat komisaris politik dengan jabatan samaran di kapal sebagai “awak biasa”.
Bagi pihak yang bukan orang Cina, tentu sulit memahami mengapa sampai ada komisaris politik di kapal niaga. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasi gerak-gerik seluruh awak kapal, termasuk afiliasi politik (kesetiaan terhadap partai) maupun kontak dengan pihak-pihak asing selama pelayaran internasional. Bagaimanapun harus dipahami bahwa semaju apapun Cina nantinya, selama pemerintahannya masih dikuasai oleh Partai Komunis, maka eksistensi komisaris politik akan terus berlanjut, baik di kapal perang maupun kapal niaganya.

06 Mei 2010

Evolusi Pesawat Patroli Maritim

All hands,
Berdiskusi soal pesawat patroli maritim, hal utama yang harus diungkap adalah kesamaan persepsi mengenai pesawat patroli maritim itu sendiri. Yang dimaksud pesawat patroli maritim adalah pesawat yang mampu untuk melaksanakan peperangan anti kapal selam, bukan semata mampu mendeteksi sasaran di atas permukaan laut. Di dunia internasional, semua pesawat yang menyandang nama patroli maritim dipastikan mampu menghadapi kapal selam. Anomali hanya terjadi di Indonesia, di mana ada pesawat yang dicap sebagai patroli maritim ternyata tidak dirancang guna menggelar peperangan anti kapal selam.
Dewasa ini pada Angkatan Laut negara-negara maju telah terjadi evolusi pesawat patroli maritim dari MPA menjadi MMA (multi mission aircraft). Tengoklah pengembangan P-8A Poseidon yang digadang-gadang untuk menggantikan P-3 Orion yang telah mengabdi lebih dari 50 tahun. Dengan menyandang gelar MMA, pesawat itu mampu digelar untuk operasi-operasi di atas daratan seperti battlespace control. Mengacu pada kampanye di Afghanistan dan Irak, pesawat-pesawat patroli maritim memang disebarkan ke udara di atas daratan kedua negara untuk mendukung battlespace control bagi pasukan yang beroperasi di daratan.
Meskipun telah menyandang gelar MMA, tetapi kemampuan dasar untuk peperangan kapal selam tetap disandang. P-8A Poseidon tetap dirancang untuk mampu melaksanakan peperangan anti kapal selam, peperangan anti kapal permukaan dan ISR di domain maritim. Pesawat ini juga mampu meluncurkan senjata seperti rudal, torpedo dan ranjau.
Apa pelajaran yang bisa ditarik dari evolusi pesawat patroli maritim itu? Meskipun gelar yang disandang berubah, namun kemampuan peperangan anti kapal selam tetapi wajib disandang oleh pesawat patroli maritim. Sebab khittah pesawat patroli maritim memang untuk jenis peperangan tersebut.

05 Mei 2010

Eksploitasi Nilai Strategis Kapal Amfibi

All hands,
Ketika Rusia untuk pertama kalinya berencana membeli kapal perang buatan asing yakni kapal serang amfibi kelas Mistral dari Prancis, beberapa negara kecil eks Uni Soviet langsung mengemukakan kekhawatirannya. Kekhawatiran itu tidak lain disebabkan kemampuan kapal amfibi untuk melaksanakan proyeksi kekuatan. Seperti diketahui, pada Agustus 2008 Rusia terlibat perang singkat dengan Georgia.
Berbeda dengan di masa lalu, kini rancang bangun kapal amfibi sudah mengakomodasi helikopter. Dengan demikian, selain mampu memuat ratusan hingga sekitar 1.000 pasukan pendarat, kapal amfibi juga mampu memuat sejumlah helikopter di deknya. Dimensi dan tonase kapal amfibi sekarang pun berbeda dengan era sebelumnya yang kebanyakan masih berkiblat pada desain kapal amfibi Amerika Serikat selama Perang Dunia Kedua.
Kekuatan laut Indonesia telah dan akan diperkuat oleh beberapa kapal amfibi jenis LPD. Disadari atau tidak, pengadaan beberapa kapal amfibi jenis LPD menarik perhatian beberapa negara di sekitar Indonesia. Sebab kapal itu mampu untuk memproyeksikan kekuatan Marinir ke sasaran yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kapal ini mempunyai nilai strategis yang mungkin sebelumnya kurang diperhitungkan.
Berdasarkan pada hal tersebut, ke depan hendaknya kapal ini digunakan sebagai salah satu unsur kekuatan Angkatan Laut untuk merespon kontinjensi yang terjadi. Misalnya dalam isu sengketa di Laut Sulawesi.
Agar dapat merespon kontinjensi dengan optimal, sebaiknya konsep Kimar Apung kembali dihidupkan dan diperluas menjadi Yonmar Apung. Apabila konsep ini dieksploitasi, tentu nilai strategisnya akan lebih meningkat. Dengan demikian, SSAT dapat diimplementasikan dalam kondisi yang nyata dan bukan konsep semata.

04 Mei 2010

Teliti Dalam Investasi Pengadaan Kapal Perang

All hands,
Selama ini banyak pihak di luar Angkatan Laut memandang pembangunan Angkatan Laut, termasuk pengadaan kapal selam, sebagai suatu hal yang mahal dan menyedot anggaran tidak sedikit. Pembangunan itu tidak dipandang suatu investasi sebagaimana halnya ketika pemerintah membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandar udara atau jaringan listrik. Padahal apabila ditinjau lebih jauh, pengadaan kapal perang sebagai bagian dari pembangunan kekuatan Angkatan Laut sebenarnya merupakan suatu investasi yang hasilnya bisa dinikmati ketika dibutuhkan.
Frase “ketika dibutuhkan” bisa diartikan kapan saja, bisa hari ini, bisa esok, bisa lusa. “Ketika dibutuhkan” bagi Angkatan Laut tidak terbatas pada masa konflik, tetapi meliputi pula masa damai sesuai dengan peran Angkatan Laut. Kehadiran Angkatan Laut di laut yang disimbolkan oleh kapal perang akan memberikan nilai politik dan strategis tersendiri.
Investasi kapal perang memang tidak murah, terlebih lagi ketika menempuh jalan kerjasama “alih teknologi”. Kerjasama “alih teknologi” biaya investasinya lebih mahal daripada membeli kapal perang seperti biasa. Yang perlu dicermati dari kegiatan itu adalah apakah teknologi yang “dialihkan” merupakan teknologi baru ataukah teknologi yang sebentar lagi akan ditinggalkan di negara produsennya. Sebab kalau teknologinya akan segera usang, berarti investasi yang ditanamkan akan lebih banyak tidak bermanfaat.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah dilaksanakan penelitian terhadap teknologi yang mau “dialihkan”?

03 Mei 2010

Proyeksi Kekuatan Kapal Selam Cina

All hands,
Angkatan Laut Cina sekarang terus mengembangkan ototnya, termasuk pada kekuatan kapal selam. Selain membangun kekuatan kapal selam yang bertumpu pada industri maritim lokal, kekuatan laut Negeri Tembok Bambu juga terus berupaya mencari dan mencuri ilmu dan informasi dari Angkatan Laut lain, khususnya di Asia Pasifik. Sebab ilmu yang dipunyai oleh Angkatan Laut di kawasan ini kebanyakan berkiblat ke Amerika Serikat, sementara ilmu yang dipunyai Cina berakar dari era Uni Soviet. Cara mencari dan mencuri ilmu dan informasi tersebut banyak, termasuk cara-cara halus yang kadang tidak disadari oleh pihak yang menjadi sasaran pencarian dan pencurian.
Salah satu ilmu dan informasi yang tengah ditaksir oleh PLAN adalah pola operasi Angkatan Laut lain di kawasan dan data-data hidro oseanografi. Keduanya dicari antara lain untuk kepentingan operasional kapal selam mereka nantinya. Pola operasi misalnya bagaimana pengamanan Angkatan Laut negara tertentu di perairan tertentu yang berkategori chokepoints, sistem deteksi apa saja yang terpasang di sana dan lain sebagainya.
Indonesia adalah salah satu sasaran Cina dalam mencari ilmu dan informasi tersebut. Sebab mustahil Cina bisa mencapai Samudera India tanpa melewati perairan negeri ini. Cina juga berambisi untuk menggelar kapal selamnya di perairan sekitar Australia, selain tentu saja di Samudera India. Menghadapi situasi ini, sudah sebaiknya Indonesia bersikap hati-hati dan waspada. Penerjemahan hati-hati dan waspada bentuknya luas, bukan sekedar pengamanan material, personel ataupun data. Kasus Soesdaryanto di masa lalu hendaknya tidak terulang lagi kini dan ke depan.

02 Mei 2010

Signifikansi Pameran Maritim

All hands,
Upaya Indonesia untuk kembali berjaya di dunia maritim ----meskipun belum didukung oleh semua unsur bangsa ini---- masih terus berjalan. Sebagai contoh, penerapan Inpres No.5 Tahun 2005 tentang Asas Cabotage selama lima tahun terakhir telah memaksa ratusan bahkan ribuan kapal milik perusahaan nasional untuk menggunakan bendera Merah Putih. Hal itu merupakan suatu kemajuan karena bagaimanapun asas cabotage terkait dengan kedaulatan. Pelayaran antar wilayah di Indonesia hanya boleh dilakukan oleh kapal yang terdaftar di Indonesia, bukan di Singapura, bukan di Panama, tidak pula di Liberia.
Akan tetapi, ada satu hal yang selama ini belum digarap dalam membangkitkan kembali dunia maritim Indonesia. Yakni menggelar pameran maritim!!! Pameran itu bisa diikuti oleh semua industri jasa maritim, baik industri pelayaran, perkapalan maupun sistem pendukungnya, termasuk pula pameran kapal perang. Suatu hal yang aneh bila negara yang berambisi untuk meraih kembali status sebagai negara maritim tidak mempunyai hajatan pameran maritim.
Di kawasan Asia Tenggara, negara yang memiliki kegiatan rutin menggelar pameran maritim adalah Negeri Tukang Klaim. Sedangkan tetangganya yaitu negeri penampung koruptor tidak mempunyai hajatan serupa. Negeri yang dipimpin oleh dinasti keluarga tersebut lebih berkonsentrasi pada pameran dirgantara.
Pameran maritim hendaknya digelar secara rutin di Indonesia, bukan insidentil seperti pameran dirgantara. Harus diingat bahwa industri dan jasa maritim bersifat berkesinambungan, dalam arti akan terus dibutuhkan selama dunia ini ada dan bahan bakar belum habis. Dengan kata lain, industri dan jasa maritim adalah bisnis berkelanjutan, sama halnya dengan bisnis kuliner. Karena bersifat berkelanjutan, maka keuntungan yang diraih sudah pasti selama dikelola dengan baik.

01 Mei 2010

Tantangan Angkatan Laut Dalam Kompartemensi Pertahanan

All hands,
Apabila kebijakan pertahanan Indonesia berbasis pada kompartementasi mandala, dapat dipastikan hal itu akan melahirkan sejumlah tantangan bagi Angkatan Laut. Di antaranya dalam hal pembangunan kekuatan, penyebaran kekuatan dan penggunaan kekuatan. Menyangkut soal pembangunan kekuatan, perlu dihitung ulang apakah pembangunan kekuatan yang kini dianut dapat menjawab tantangan operasional berdasarkan kompartementasi.
Tentang penyebaran dan penggunaan kekuatan, apakah kekuatan yang tersedia saat ini dan akan tersedia beberapa tahun ke depan sebagai hasil dari pembangunan kekuatan akan mampu memenuhi kebutuhan operasional pada empat kompartementasi yang berbeda. Secara kuantitas, jumlah kekuatan kapal perang dan pesawat udara yang ada dalam susunan tempur saat ini “relatif banyak”. Namun kondisi itu tidak berbanding lurus dengan kualitas, dalam hal ini kesiapan tempur sistem senjata.
Berikutnya soal penggelaran pangkalan. Pertanyaan pokoknya adalah apakah gelar pangkalan yang ada saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan kompartementasi mandala. Gelar pangkalan ini akan secara otomatis akan terkait pula dengan dukungan logistik, sebab fungsi utama pangkalan Angkatan Laut adalah untuk mendukung logistik kapal perang dan pesawat udara. Apakah pemusatan logistik di pangkalan besar di Pulau Jawa seperti yang dianut saat ini masih akan relevan dengan kompartementasi tersebut?
Isu lain yang tidak boleh luput diperhatikan adalah kesiapan sumber daya manusia, khususnya guna mengawaki pangkalan-pangkalan yang tersebar di setiap kompartementasi. Salah satu masalah yang dihadapi selama ini adalah pemindahan personel secara besar-besaran ke pangkalan-pangkalan di luar Pulau Jawa bukan persoalan mudah. Sebab selain kesiapan fasilitas pangkalan penerima, juga terkait dengan “masalah sosial” dalam keluarga personel yang dipindahkan itu. “Masalah sosial” ini tidak dapat dipandang sebelah mata, sebab secara tidak langsung akan mempengaruhi moral personel.