31 Oktober 2010

Bukti Di Laut Mediterania

All hands,
Ketika salah satu kapal selam Indonesia pada awal 1980-an tengah melakukan perjalanan dari Kiel, Jerman Barat menuju sarangnya di Surabaya, Angkatan Laut NATO tengah mengadakan latihan anti kapal selam di Laut Mediterania. Wilayah perairan itu merupakan jalur lintasan kapal selam Indonesia dan ketika melintasi perairan tersebut modanya adalah menyelam. Dalam moda tersebut, kapal selam Indonesia mendeteksi banyak sekali pancaran sonar dari kapal-kapal permukaan.
Karena tidak paham dengan situasi yang tengah terjadi di perairan itu ---yakni adanya latihan perang-perangan NATO, diputuskan kapal selam Indonesia muncul ke permukaan. Ternyata kapal selam Indonesia muncul di tengah-tengah konvoi kapal perang Angkatan Laut negara-negara NATO. Usut punya usut, ternyata sonar kapal perang NATO tak ada yang menangkap kehadiran U-209/1300 milik Indonesia. Singkat, kedua belah pihak sama-sama terkejut.
Pelajaran dari kasus itu menunjukkan bahwa kapal selam U-209 buatan Jerman memang sangat senyap, sehingga tidak bisa dideteksi oleh sonar kapal perang NATO yang pasti tergolong sangat modern dan maju. Terkait dengan rencana pengadaan kapal selam baru Indonesia, hendaknya para pengambil keputusan menimbang dengan seksama dan tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya soal pemilihan produsen kapal selam. Pilihlah produsen kapal selam yang sudah terbukti keunggulannya. Dalam soal keunggulan, nampaknya cuma ada dua negara yang layak diperhitungkan yaitu Rusia dan Jerman.
Pengadaan kapal selam pasti tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan politik. Oleh karena itu, dari dua pilihan itu perlu dipertimbangkan mana yang resiko politiknya lebih kecil bagi Indonesia dalam pengadaan kapal selam tersebut. Terkadang resiko politik itu bayarannya mahal dan selalu tidak berbentuk materi. Bisa saja bayarannya adalah intervensi politik dari negara yang tidak senang Indonesia mengakuisisi kapal selam dari negeri tertentu.

30 Oktober 2010

Prediksi Arah Pembangunan Kekuatan Kapal Selam Negeri Tukang Klaim

All hands,
Negeri Tukang Klaim yang bodoh dan rasialis sekarang mengoperasikan dua kapal selam kelas Scorpene. Seperti diketahui, pengadaan kapal selam itu penuh dengan unsur korupsi oleh para petinggi partai berkuasa di sana. Bahkan untuk mempunyai kapal selam pun, Negeri Tukang Klaim membutuhkan tumbal nyawa seorang model cantik asal Mongolia.
Pertanyaannya kini, dengan memiliki dua kapal selam lalu bagaimana arah pembangunan kekuatan kapal selam negeri rasialis itu ke depan? Apakah akan ada penambahan kemampuan kapal selam dalam 10 tahun ke depan? Bagaimana pula kemampuan dua kapal selam yang ada saat ini?
Pengadaan kapal selam Negeri Tukang Klaim yang rasialis itu nampaknya hingga beberapa tahun ke depan hanya akan berhenti pada dua kapal selam yang ada saat ini. Pengadaan baru nampaknya akan mengalami kesulitan anggaran, di samping kemungkinan makin berubahnya ekuilibrium politik di negeri rasialis tersebut. Maksudnya, sangat mungkin kelompok politik lawan partai berkuasa sekarang yang di Negeri Tukang Klaim disebut pembangkang sementara di Indonesia dijuluki oposisi akan terus menguat posisinya pada 2013 ke depan. Artinya, kongkalikong para petinggi UMNO untuk menggasak uang negara alias rasuah akan semakin terbatas ruang manuvernya.
Dua kapal selam yang ada pun kecil kemungkinannya ditingkatkan kemampuannya selama dekade ini. Sebagaimana halnya kelas U-209/1300 milik kekuatan laut Indonesia, kapal selam kelas Scorpene yang dibeli dengan penuh korupsi alias rasuah itu juga tidak menggunakan teknologi AIP. Alasannya tak sulit dicari, yakni tidak punya uang sebab biayanya mahal dan akan lebih mahal lagi bila kembali ada pesta korupsi apabila ada keinginan untuk menambahkan teknologi AIP buatan Prancis.
Secara teknis, kapal selam Negeri Tukang Klaim yang rasialis itu hingga kini belum pernah menjalani uji tembak torpedo. Yang sudah dilaksanakan adalah uji tembak rudal Exocet SM-39. Untuk menguji keandalan kapal selam, uji tembok torpedo tentu saja tidak cukup satu atau dua kali. Baik untuk torpedo latihan maupun kepala perang. Uji tembak torpedo selama berkali-kali juga akan menjadi barometer bagaimana sebenarnya kemampuan awak kapal selam negeri rasialis itu.
Pesan bagi Indonesia, hendaknya tidak terlalu overestimated terhadap kemampuan kapal selam Negeri Tukang Klaim yang rasialis. Pesan lainnya, pemerintah hendaknya segera merealisasikan janjinya sejak 2005 untuk pengadaan kapal selam baru bagi Angkatan Laut Indonesia. Kemampuan dan keterampilan putra-putra bangsa yang terpilih menjadi awak kapal selam perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan, di antaranya melalui pengadaan kapal selam baru.

29 Oktober 2010

Menimbang Ambisi Pembuatan Kapal Selam

All hands,
Di negeri ini nampaknya ada pihak-pihak tertentu yang berambisi agar dalam tempo sesingkat-singkatnya Indonesia bisa memproduksi kapal selam sendiri. Ketika akhir dari cerita proyek PKR masih menjadi tanda tanya besar, ternyata sudah terjadi loncatan kuantum untuk membangun kapal selam di galangan kapal dalam negeri. Pertanyaannya, semudah itukah mewujudkan loncatan kuantum tersebut?
Untuk bisa membuat kapal selam sendiri, ada beberapa persyaratan yang harus dipunyai. Pertama, modal politik. Dengan siapa Indonesia akan bekerjasama untuk membuat kapal selam? Negeri ini hendaknya tidak terbuai dengan soft power sebagai modal politik untuk membangun wahana tempur itu, sebab soft power sudah mati di Tanjung Berakit.
Ibukota yang mempunyai teknologi kapal selam hanya Washington, Berlin, Paris dan Moskow. Dari empat kota itu, mana yang merupakan sekutu atau koalisi Jakarta? Kalau jawabannya tidak ada, sebaiknya pihak tertentu di Indonesia jangan bermimpi di siang bolong.
Kedua, modal teknologi. Ketika suatu galangan kapal Indonesia melakukan perbaikan tingkat berat terhadap kapal selam U-209/1300 milik Angkatan Laut Indonesia pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, terbongkar bahwa galangan kapal itu tidak menguasai teknologi pengelasan kapal selam. Untuk membangun kapal selam, daftar teknologi yang harus dikuasai oleh suatu galangan perkapalan sangat panjang.
Teknologi yang terkait platform kapal selam saja mempunyai puluhan turunan sub teknologi, belum lagi dengan integrasi sistem, desain kapal selam dan lain sebagainya. Berlin, Moskow dan lainnya mampu membuat kapal selam karena telah belajar dari pengalaman selama hampir seratus tahun. Seoul yang berguru dari Berlin saja sejak 1980-anb sampai saat ini keandalan teknologinya masih dipertanyakan, lalu bagaimana dengan Jakarta yang baru akan berguru?
Ketiga, modal finansial. Membuat kapal selam memerlukan dukungan dana yang sangat besar dari pemerintah. Yang menjadi masalah adalah di Indonesia seringkali tidak ada satu sikap antara pengguna anggaran dengan Lapangan Banteng sebagai penguasa anggaran. Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun kapal selam antara lain biaya lisensi (kalau ada pabrikan yang mau bermurah hati memberikan lisensi kepada Jakarta), biaya pembangunan infrastruktur di galangan kapal, biaya tenaga ahli (yang mayoritas berkulit putih), biaya bahan baku berkualitas khusus (misalnya baja), biaya pengadaan subsistem kapal selam, biaya integrasi, biaya ujicoba dan lain sebagainya.
Biaya-biaya tersebut paling tidak dibutuhkan selama empat tahun secara berkelanjutan alias anggaran tahun jamak. Pertanyaannya, sudahkah pihak-pihak tertentu di Indonesia yang mempunyai mimpi membangun kapal selam menghitung semua biaya itu? Dana yang dikeluarkan selama pembangunan kapal selam tentu bukan uang yang hilang begitu saja, tetapi harus ada "kembaliannya". "Kembaliannya" harus dihitung dengan mengkalkulasi skala keekonomian memproduksi kapal selam itu di galangan kapal nasional. Bisa jadi anggaran yang dikeluarkan baru akan impas apabila kapal selam yang diproduksi 15 buah, sementara keuntungan baru diraih kalau 25 kapal selam bisa diproduksi (dan laku dijual).
Dari uraian singkat ini tergambar bahwa modal yang dibutuhkan untuk mampu membangun kapal selam sendiri tidak segampang bermimpi di siang bolong.

28 Oktober 2010

Proyek PKR Dan Varian Kapal Perang

All hands,
Proyek PKR yang diinisiasi oleh Departemen Pertahanan dan dilaksanakan oleh salah satu galangan kapal nasional boleh dikatakan merupakan proyek percobaan. Sebagai proyek percobaan, banyak parameter penilaian yang akan menjadi penentu kelanjutan proyek ini di masa depan. Dengan asumsi bahwa proyek ini mendekati harapan dalam implementasinya, tentu saja akan memberi pengaruh pada pengadaan kapal perang Indonesia dalam 10 tahun atau mungkin 15 tahun ke depan. Singkatnya, menjadi pertanyaan apakah di masa depan untuk akuisisi kapal kombatan sepenuhnya bertumpu pada galangan dalam negeri ataukah masih menggunakan pendekatan perimbangan buatan luar negeri dengan produk nasional.
Kalau proyek PKR mau berhasil, satu di antara tindakan yang harus dilakukan adalah merancang spesialisasi kapal perang. Artinya, PKR yang dibuat harus mempunyai beberapa varian sekaligus. Yakni varian anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti peperangan udara. Ketiga varian kapal itu sesungguhnya merupakan Angkatan Laut negeri ini sekarang dan di masa depan.
Proyek PKR hendaknya tidak terjebak pada angan-angan atau ambisi untuk menciptakan kapal yang serba bisa. Sebab kalau terjebak pada angan-angan atau ambisi itu, dipastikan nasibnya sama dengan korvet jenis tertentu yang tidak jelas apa sebenarnya spesialisasi yang disandang. Dengan panjang 105 m, PKR masih tetap harus mempunyai varian-varian yang berbeda sesuai kebutuhan operasional Angkatan Laut. Sebagai perbandingan, kapal perusak milik Amerika Serikat saja mempunyai spesialisasi tertentu meskipun dimensinya jauh lebih panjang daripada fregat yang akan diproduksi oleh galangan kapal Indonesia.

27 Oktober 2010

Skala Ekonomis Proyek PKR

All hands,
Proyek PKR yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia dan dilaksanakan oleh galangan kapal yang dulunya kepunyaan Angkatan Laut negeri ini hendaknya tidak berangkat dari semangat buta untuk kemandirian semata. Sebab kalau hanya berangkat dari semangat buta tanpa berhitung aspek teknologi dan ekonomi, dipastikan suatu saat nanti ketika terjadi pergantian rezim maka kebijakan itu akan ditinjau ulang. Salah satu yang harus dihitung dengan seksama dan tidak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya adalah skala ekonomis proyek tersebut.
Seperti diketahui, desain kapal PKR mengambil pada desain milik galangan Schelde, Belanda. Artinya, ada biaya alias cost yang harus dibayar oleh galangan Indonesia atas desain tersebut. Karena menyangkut hak cipta, tentu cost-nya tidak murah. Biaya lainnya yang harus ditanggung oleh galangan kapal di Surabaya itu adalah biaya pembangunan kapal, begitu pula pengadaan berbagai subsistem dan selanjutnya integrasi sistem. Belum lagi biaya tenaga kerja dan lagi sebagainya, sehingga pada akhirnya didapatlah biaya keseluruhan.
Dari biaya keseluruhan bagi proyek PKR, sebagai perusahaan yang mencari untung tentu galangan kapal Indonesia itu harus berhitung kapan akan mencapai impas alias break event point dan bilamana akan mencapai untung dibandingkan dengan investasi awal yang telah dikeluarkan. Inilah yang dikenal dengan skala keekonomian. Bertolak dari sini, mustahil skala keekonomian proyek PKR hanya 1 kapal saja. Bisa jadi 10-15 buah kapal yang diproduksi baru akan mencapai skala keekonomian, bahkan mungkin saja 20 unit kapal.
Pertanyaannya, sudahkah skala keekonomian ini dihitung oleh galangan kapal Indonesia tersebut maupun pemberi tugas yang Departemen Pertahanan? Kalau sudah, apa strategi pemasaran untuk mencapai skala keekonomian tersebut? Apakah konsumen PKR nantinya cuma Angkatan Laut Indonesia saja ataukah ada pihak lain? Kalau konsumennya cuma kekuatan laut Indonesia saja, tentu galangan kapal itu harus memperbaiki berbagai kekurangannya yang ada selama ini agar tidak diwariskan secara genetik kepada proyek PKR.

26 Oktober 2010

Kapal Selam Dan Perluasan Pengaruh Geopolitik

All hands,
Prancis berupaya memperluas pengaruh geopolitiknya ke kawasan Asia Tenggara, di antaranya melalui penjualan kapal selam kelas Scorpene buatan DCNS. Wilayah Asia Tenggara secara tradisional dikenal sebagai kawasan pengaruh Amerika Serikat, namun kini terdapat sejumlah pemain baru yang berupaya meluaskan pengaruhnya di sini. Misalnya Rusia dengan penjualan pesawat tempur Sukhoi ke beberapa negara ASEAN, di samping penjualan kapal selam ke Vietnam. Kini Paris pun berupaya meluaskan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara setelah berhasil meraih pijakan di Negeri Tukang Klaim lewat penjualan kapal selam kelas Scorpene.
Sasaran terbaru Paris adalah Jakarta lewat ikut sertanya DCNS dalam tender kapal selam yang dilaksanakan oleh Indonesia. Selama ini kekuatan laut Indonesia memang tidak terlalu aneh dengan sistem senjata keluaran Prancis, tetapi biasanya berupa peralatan elektronika maupun rudal. Sedangkan untuk kapal perang, baik kapal atas air maupun kapal selam, Indonesia belum pernah menggunakan buatan Prancis.
Pertanyaannya, seberapa besar kans Prancis dalam tender kapal selam Indonesia? Hal itu tergantung pada seberapa kuat lobi politik yang dilaksanakan, selain seberapa unggul kapal selam yang ditawarkan dibandingkan dengan sistem senjata serupa buatan HDW. Pula, berapa daya kompetitif harga kapal selam buatan DCNS dibandingkan produksi HDW atau Admiralty Shipyard? Jangan lupa pula, seberapa kuat Paris mampu melobi Washington untuk meloloskan jualannya di Indonesia.

25 Oktober 2010

Tantangan Terbesar Angkatan Laut

All hands,
Tantangan terbesar bagi setiap Angkatan Laut, termasuk Angkatan Laut negara maju, adalah memelihara kontinuitas eksistensi kapal perangnya. Angkatan Laut dituntut untuk senantiasa melakukan pengadaan kapal perang baru dalam periode tertentu untuk menggantikan kapal perang lama yang usia ekonomisnya sudah hampir lewat. Isu pengadaan kapal perang itu bersifat kritis karena kapal perang adalah simbol eksistensi suatu Angkatan Laut.
Masalah serupa juga dihadapi oleh Indonesia. Selama ini pengadaan kapal perang baru belum terencana dengan baik, dalam arti belum ada suatu cetak biru berjangka panjang. Baru dalam beberapa waktu terakhir ada cetak biru pengadaan kapal perang hingga sekitar 15 tahun ke depan. Namun cetak biru itu pun masih membuka pintu perdebatan, karena belum mencakup hampir semua kapal perang yang kini memperkuat jajaran susunan tempur Angkatan Laut negeri ini.
Dengan demikian, secara tidak langsung terdapat pekerjaan rumah untuk kembali meninjau perencanaan pengadaan kapal perang ke depan. Perencanaan itu hendaknya tidak terpaku pada MEF, sebab MEF bersifat temporer. Sementara pengadaan kapal perang baru bersifat berkelanjutan tanpa terikat dengan pencapaian MEF. Pencapaian MEF bukan berarti persoalan selesai, justru nanti akan menyingkap persoalan yang selama ini belum disentuh dalam MEF. Di antaranya pengadaan kapal perang baru untuk menggantikan kapal perang yang saat ini masuk dalam MEF meskipun usia ekonomisnya sudah terlampaui.

24 Oktober 2010

Iritasi Terhadap India

All hands,
Dalam sejarah India modern, terdapat dua Angkatan Laut yang mampu menimbulkan iritasi pada India. Pertama adalah Angkatan Laut Indonesia, sedangkan kedua adalah Angkatan Laut Amerika Serikat. Kapan dan mengapa kedua Angkatan Laut mampu menimbulkan iritasi terhadap Negeri Sungai Gangga?
Angkatan Laut Indonesia memunculkan iritasi kepada India ketika pecah Perang India-Pakistan Agustus 1965. Pemerintah Indonesia memutuskan menyebarkan satuan tugas yang terdiri dari kapal selam dan kapal permukaan ke Teluk Benggala pada September 1965 untuk menunjukkan dukungan kepada Pakistan sekaligus untuk men-deter India agar tidak menginvasi Pakistan Timur atau kini dikenal sebagai Bangladesh. Operasi yang digelar oleh gugus tugas itu secara tidak resmi dikenal sebagai Operasi Chittagong.
Angkatan Laut Amerika menimbulkan iritasi terhadap India saat pecah Perang India-Pakistan pada Desember 1971. Seperti halnya Jakarta pada Perang 1965, Washington dalam Perang 1971 juga menyebarkan gugus tugasnya ke Teluk Benggala yaitu kapal induk USS Enterprise (CNV-65). Sebagaimana sikap politik Jakarta, Washington juga berada pada pihak Islamabad dalam perang itu. Bedanya, dalam perang kali ini India yang mendukung kelompok separatis di Pakistan Timur mampu mencapai tujuannya yaitu memisahkan Pakistan Timur dari Pakistan sehingga menjadi negara sendiri yang kini dikenal sebagai Bangladesh.
Lalu apa pelajaran yang dapat ditarik dari dua kasus yang dialami India? Tentu saja terdapat banyak pelajaran yang dapat ditarik, misalnya kemampuan Angkatan Laut untuk mempengaruhi peristiwa yang tengah dan akan terjadi di daratan. Berikutnya, kekuatan Angkatan Laut dapat disebar kapan saja tanpa harus memasuki perairan teritorial negara lain. Selanjutnya, Angkatan Laut merupakan kekuatan yang efektif untuk disebarkan kapan saja dan dapat berlangsung dalam waktu lama.
Khusus bagi Indonesia masa kini, kemampuan Indonesia masa lalu merupakan tantangan sendiri. Apakah Indonesia masa kini yang kondisi ekonominya jauh lebih maju dibandingkan Indonesia masa lalu tidak mampu membangun kekuatan laut yang disegani di kawasan?

23 Oktober 2010

Pertarungan Mare Liberum Versus Mare Clausum

All hands,
Disetujuinya UNCLOS 1982 sebagai hukum laut internasional tidak berarti menyelesaikan pertarungan antara negara penganut mare liberum versus mare clausum. Masih sering terjadinya protes diplomatik plus navigasi kapal perang negara besar di perairan teritorial negara berkembang merupakan bukti nyata betapa pertarungan itu belum berakhir. Isu mare liberum versus mare clausum pada dasarnya berpangkal pada kepentingan nasional masing-masing bangsa yang berbeda.
Indonesia meskipun jelas sikapnya dalam pertarungan ini, namun dalam prakteknya sering mengalami kesulitan dalam menegakkan sikapnya di lapangan. Mengapa demikian? Hal itu karena masih rendahnya komitmen pemerintah dalam membangun kekuatan laut yang mampu mengamankan kepentingan nasional Indonesia, termasuk dalam urusan pertarungan rezim hukum tersebut.
Penting untuk dipahami bersama bahwa UNCLOS telah mengakomodasi sebagian kepentingan nasional Indonesia. Namun demikian, akomodasi tersebut harus ditindaklanjuti dengan penegakan di laut yang merupakan salah satu tugas pokok Angkatan Laut. Sebab dengan mengakomodasi UNCLOS, secara tidak langsung ada pihak-pihak lain yang menganut salah satu paham dalam hukum laut tersebut yang dirugikan. Dengan alasan kebebasan bernavigasi, mereka ingin mengakses semua wilayah perairan Indonesia.

22 Oktober 2010

Fokus Peperangan Anti Kapal Selam Amerika Serikat Di Laut Cina Selatan

All hands,
Kebangkitan militer Cina, khususnya Angkatan Laut disikapi oleh Amerika Serikat dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah memperkuat kemampuan peperangan kapal selam dan anti kapal selam untuk menghadapi pembangunan kekuatan armada kapal selam Cina. Insiden USNS Impeccable (T-AGOS-23) pada 8 Maret 2009 dengan kapal perikanan Cina merupakan bagian dari cara Amerika Serikat untuk merespon pembangunan kapal selam Cina. Seperti diketahui, saat itu USNS Impeccable (T-AGOS-23) tengah mengadakan survei hidrografi di sekitar Pulau Hainan, tepatnya 75 mil laut selatan pulau itu.
Misi yang diemban oleh USNS Impeccable (T-AGOS-23) dan kapal survei milik Angkatan Laut Amerika Serikat lainnya adalah memutakhirkan data hidrografi dan oseanografi di Laut Cina Selatan. Pemutakhiran itu akan dimanfaatkan untuk menyusun ulang peta laut beserta layer dan berbagai data lainnya yang terkait dengan kolom air di perairan tersebut. Dengan adanya data yang mutakhir, taktik peperangan kapal selam dan anti kapal selam Amerika Serikat untuk digunakan di Laut Cina Selatan akan terus dimutakhirkan pula.
Idealnya, cara yang ditempuh oleh Amerika Serikat ditiru pula oleh Indonesia. Angkatan Laut negeri ini hendaknya dibekali dengan anggaran yang cukup untuk memutakhirkan peta hidrografi perairan Indonesia bagi kepentingan militer. Apabila petanya senantiasa mutakhir, maka pengembangan taktik kapal selam dan anti kapal selam pada tiap perairan yang berbeda akan sesuai dengan kondisi di masing-masing perairan tersebut.

21 Oktober 2010

Laut Cina Selatan Dan Minimum Essential Force

All hands,
Indonesia berkepentingan dengan stabilitas keamanan di kawasan Laut Cina Selatan. Setidaknya ada dua alasan mengapa Jakarta berkepentingan akan hal tersebut. Pertama, konflik di Laut Cina Selatan yang menghadapkan kekuatan utama kawasan akan mempunyai spill over terhadap Indonesia. Kedua, ZEE Indonesia di Laut Cina Selatan diklaim pula oleh Cina melalui sembilan garis terputus-putus.
Salah satu tugas utama Angkatan Laut Indonesia adalah melindungi SLOC Indonesia, minimal sekali yang berada di wilayah kedaulatan. Dalam konflik di Laut Cina Selatan, sangat mungkin Jakarta akan menerima spill over di sana. Skenario seperti ini harus diantisipasi sejak dini, baik dalam pembangunan kekuatan maupun rencana kontinjensi. Jangan sampai Indonesia sibuk dengan Laut Sulawesi, namun ternyata yang meletus justru di Laut Cina Selatan.
Tentang pembangunan kekuatan Angkatan Laut, kebijakan tentang minimum essential force (MEF) yang telah ditetapkan pemerintah perlu diselaraskan dengan dinamika lingkungan strategis. Maksudnya, MEF perlu pula mengeksploitasi potensi konflik di Laut Cina Selatan dan spill over-nya terhadap kepentingan nasional Indonesia. Dalam konteks operasional Angkatan Laut, apabila MEF melirik ke konflik tersebut maka dipastikan struktur kekuatan yang akan dibangun berbeda dengan sebelumnya. Misalnya soal jenis dan tonase kapal perang, begitu pula dengan dukungan logistik.

20 Oktober 2010

Solusi Masalah Perompakan Dan Pembajakan

All hands,
Perairan Somalia hingga sekarang masih menjadi tempat paling berbahaya bagi pelayaran dunia karena ancaman perompakan dan pembajakan. Perairan Selat Malaka dan sekitarnya masih tetap rawan terhadap perompakan dan pembajakan, walaupun secara kuantitatif sudah menurun drastis dibanding enam tahun silam. Menghadapi masalah perompakan dan pembajakan yang dinilai mengancam stabilitas keamanan kawasan, tentu saja diperlukan suatu solusi yang komprehensif. Pertanyaannya, seperti apakah solusi yang komprehensif tersebut?
Menyebarkan kapal perang untuk berpatroli di perairan yang rawan akan perompakan dan pembajakan merupakan suatu pendekatan yang memang harus ditempuh. Akan tetapi, pendekatan itu harus diikuti dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Sebab patroli kapal perang sebatas pada kemampuan untuk menangkal, menindak dan disuasi perompakan dan pembajakan, namun tidak sampai pada penyelesaian akar masalah mengapa kasus-kasus itu muncul.
Untuk menyentuh akar masalah, diperlukan pendekatan yang bersifat capacity building. Yang dimaksud dengan capacity building di sini bukan semata memperkuat kemampuan Angkatan Laut, tetap menyentuh pula memperkuat peran pemerintah (sipil) untuk mengatasi masalah sosial, politik dan keamanan di wilayah daratan di mana para perompak dan pembajak berasal. Masalah inilah yang belum terjawab di Somalia hingga saat ini, sebab negara-negara Barat utamanya tidak mau lagi menggelar intervensi militer ke daratan Somalia untuk memulihkan keamanan dan ketertiban di sana serta memperkuat peran pemerintahan setempat. Soal mengapa negara-negara Barat tidak mau menggelar intervensi militer, tidak sulit guna mencari jawabannya.
Dalam konteks di Selat Malaka dan sekitarnya, dibutuhkan adanya peran pemerintah (sipil) lebih aktif dalam masalah perompakan dan pembajakan. Sebab di kawasan itu ada kantong-kantong perompak dan pembajak, baik karena latar belakang ekonomi maupun latar belakang budaya. Dibutuhkan suatu pendekatan khusus dari pemerintah pusat dan lokal guna menuntaskan masalah tersebut. Keberhasilan pendekatan itu akan menentukan wajah keamanan maritim Indonesia di Selat Malaka dan sekitarnya.

19 Oktober 2010

Aspirasi Kawasan Tercermin Dalam Strategi Keamanan

All hands,
Setiap negara yang mempunyai aspirasi global dan atau kawasan pasti akan mencerminkan aspirasi itu dalam strategi keamanan nasionalnya, begitu pula dalam strategi pertahanan, strategi militer dan strategi maritim atau strategi Angkatan Laut. Sebagai perbandingan silakan periksa dokumen-dokumen serupa milik Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan Singapura. Negara-negara itu menerjemahkan aspirasinya untuk menjadi pemimpin dan pemain global dan atau kawasan ke dalam strategi keamanan nasional dan turunannya, termasuk strategi maritim atau strategi Angkatan Laut. Kalau mempelajari Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat 2010 yang ditandatangi oleh Presiden Barak Obama, aspirasinya sangat jelas tergambarkan dalam satu kalimat singkat yakni "And in a young century whose trajectory is uncertain, America is ready to lead once more".
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sangat disesalkan bahwa aspirasi untuk menjadi pemain kawasan yang telah diperjuangkan sejak era 1950-an dan terus berlanjut ke masa-masa berikutnya, kini cenderung tidak jelas arahnya. Tidak jelas apakah Indonesia masih ingin menjadi pemain kawasan Asia Tenggara ataukah lebih suka sibuk dengan urusan dalam negeri yang "begitu-begitu saja". Di masa lalu, aspirasi untuk menjadi pemain kawasan diterjemahkan pula dalam pembangunan kekuatan pertahanan.
Memang di masa lalu (bahkan hingga sekarang), Indonesia tidak mempunyai dokumen strategi keamanan nasional dan turunannya. Bahkan sekarang dokumen yang dipunyai baru sebatas strategi pertahanan, sedangkan strategi keamanan nasional dan strategi lainnya masih vakum. Walaupun di era lalu negeri ini tidak mempunyai dokumen strategi pertahanan, akan tetapi aspirasi menjadi pemain kawasan diwujudkan pula dalam pembangunan kekuatan pertahanan. Hasilnya, kekuatan pertahanan Indonesia ---termasuk Angkatan Laut--- sangat diperhitungkan di kawasan. Dalam istilah masa kini, saat itu Indonesia mengkombinasikan penggunaan hard power dengan soft power.
Lihat saja KTT ASEAN 1988 di Manila yang penentuan akan dilaksanakan atau tidak tergantung pada pemimpin Indonesia apakah mau hadir di tengah situasi politik keamanan Filipina yang sedang mengalami musim semi kudeta. Ketika pemimpin Indonesia menyatakan akan hadir, pemimpin negara-negara ASEAN lainnya pun mengikuti apa kata Jakarta. Sebagai langkah kontinjensi apabila terjadi kekacauan keamanan saat KTT digelar, Indonesia melaksanakan sejumlah langkah kontinjensi militer. Di antaranya penyebaran beberapa kapal perang yang berlabuh di perairan sekitar Manila, di samping rencana operasi pengeboman oleh kekuatan udara Indonesia andaikata keselamatan pemimpin Indonesia terancam.
Apa pelajaran dari kasus tersebut? Satu di antara pelajaran yang harus diambil adalah harus adanya keseimbangan antara soft power dengan hard power apabila suatu bangsa memiliki aspirasi untuk menjadi pemain global dan atau kawasan. Artinya, mustahil Indonesia akan kembali menjadi pemain kawasan apabila aspirasi itu tidak diterjemahkan dalam strategi pertahanan, strategi maritim dan lain sebagainya.

18 Oktober 2010

Tantangan Pengaturan Keamanan Maritim Asia Tenggara

All hands,
Indonesia sebagai negara yang mempunyai perairan terluas di kawasan Asia Tenggara sudah sepantasnya menjadi pengatur keamanan maritim kawasan. Namun aspirasi itu tentu saja menghadapi sejumlah tantangan, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Faktor internal adalah sangat disayangkan bahwa aspirasi geopolitik Indonesia justru belum dipahami oleh semua pihak yang memiliki kewenangan melaksanakan diplomasi. Seperti diketahui, diplomasi masa kini tidak dapat lagi dimonopoli oleh Departemen Luar Negeri. Situasi demikian menunjukkan bahwa pemahaman geopolitik pada pihak-pihak pelaksana diplomasi belum merata.
Sedangkan faktor eksternal adalah aspirasi geopolitik dari negeri-negeri di sekitar Indonesia, misalnya Negeri Tukang Klaim. Sangat jelas bahwa Negeri Tukang Klaim ini menjadikan Indonesia sebagai subordinatnya. Celakanya lagi, ada pihak-pihak tertentu di Indonesia yang secara tidak sadar bekerja untuk mensukseskan bingkai tersebut. Misalnya dalam kasus Tanjung Berakit ketika para diplomat Dunhill menyikapi masalah itu dengan pendekatan diplomatik tradisional.
Indonesia sebenarnya memiliki wadah untuk mengimplementasikan aspirasi geopolitiknya, yaitu ASEAN. Sebab ASEAN adalah proyeksi aspirasi geopolitik Indonesia. Namun sangat disayangkan proses dalam ASEAN dari sisi Indonesia lebih banyak didominasi oleh diplomat Dunhill dengan pendekatan-pendekatan yang sangat tradisional dan nyaris tanpa terobosan. Kalau sudah begini kondisinya, lalu bagaimana Indonesia bisa mengatur keamanan maritim kawasan sesuai aspirasinya?

17 Oktober 2010

Strategi Indonesia Di Laut Cina Selatan

All hands,
Mengantisipasi perkembangan di Laut Cina Selatan yang menjadi ajang pertarungan kekuatan-kekuatan besar, Indonesia harus mempunyai langkah antisipatif. Satu di antaranya adalah menyusun strategi untuk menghadapi konflik tersebut, sebab Indonesia dipastikan akan terkena spill over-nya. Strategi itu harus melibatkan semua instrumen kekuatan nasional, baik politik, ekonomi maupun militer. Dengan mempunyai strategi, maka langkah-langkah Indonesia ketika situasi keamanan di perairan itu memburuk bersifat komprehensif dan antisipatif, bukan lagi sekedar ad hoc.
Pertanyaannya, siapa yang harus menyusun strategi itu? Kalau negeri ini mempunyai lembaga yang bernama Dewan Keamanan Nasional, maka tugas lembaga itulah untuk menyusunnya. Apabila belum ada, dapat dibentuk suatu tim gabungan yang melibatkan aktor politik, ekonomi dan militer. Pelibatan ketiga aktor itu sangat penting dan mendasar, karena konflik di Laut Cina Selatan akan berimplikasi terhadap ekonomi nasional pula. Dalam strategi yang disusun, harus jelas apa ends, means dan ways. Jangan sampai means dijadikan ends, sementara ends diposisikan menjadi means.
Karakter strategi Indonesia menghadapi konflik di Laut Cina Selatan harus membumi, bukan konsep di awang-awang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran normatif dan beyond imagination seperti a million friends zero enemy harus dibuang jauh-jauh dan diharamkan. Sebab pemikiran demikian tidak mengabdi pada pengamanan kepentingan nasional.

16 Oktober 2010

Mengembangkan Littoral Warfare Di Indonesia

All hands,
Dewasa ini strategi maritim telah berfokus pada from the sea dengan littoral warfare sebagai arus utamanya. Littoral warfare bagi Indonesia merupakan ancaman potensial, sehingga harus direspon khususnya oleh Angkatan Laut. Kenapa jenis peperangan itu merupakan ancaman potensial? Tidak lain dan tak bukan karena Indonesia mempunyai wilayah littoral yang sangat panjang dan terletak di wilayah yang sangat strategis.
Oleh sebab itu, kekuatan laut Indonesia sudah sepantasnya memiliki kemampuan littoral warfare. Kemampuan apa saja yang harus dikembangkan? Setidaknya ada tiga kemampuan, yaitu peperangan amfibi dan anti amfibi, peperangan kapal selam dan anti kapal selam dan peperangan ranjau.
Peperangan amfibi dan anti amfibi terkait dengan kemungkinan adanya operasi amfibi lawan di wilayah littoral Indonesia. Sedangkan peperangan kapal selam dan anti kapal selam untuk meng-counter operasi kapal selam lawan di wilayah littoral, sebab kecenderungan masa kini adalah pengembangan kapal selam samudera yang mampu beroperasi wilayah tersebut. Adapun peperangan ranjau merupakan upaya untuk menghambat manuver kapal perang lawan di kawasan littoral.
Kalau Indonesia dalam hal ini Angkatan Laut mampu mengembangkan peperangan littoral, pihak lain akan berpikir untuk mengusik negeri ini. Peperangan littoral bisa menjadi keunggulan komparatif kekuatan laut Indonesia dibandingkan kekuatan laut lainnya di kawasan Asia Pasifik. Sudah sewajarnya bila Indonesia sebagai negara kepulauan berjaya dalam littoral warfare.

15 Oktober 2010

Agenda Kerjasama ADMM+ 2010

All hands,
Pertemuan ADMM+ 2010 yang digelar di Hanoi pada 12 Oktober 2010 telah menghasilkan sejumlah kesepakatan. Satu di antara kesepakatan tersebut adalah agenda kerjasama yang akan dilaksanakan oleh negara-negara peserta ADMM+. Agenda itu meliputi HADR, keamanan maritim, kedokteran militer, counter terrorism dan operasi perdamaian.
Perumusan agenda kerjasama ADMM+ tentunya tidak mudah, karena setiap negara peserta pasti mengedepankan kepentingan nasionalnya. Apalagi dalam forum itu ada kekuatan kawasan seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan Cina. Dengan kata lain, agenda yang telah disepakati nantinya akan diisi implementasinya berdasarkan kepentingan nasional masing-masing. Misalnya isu keamanan maritim dan HADR, kepentingan Amerika Serikat pasti berbeda dengan Cina.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kesiapan Indonesia mengisi agenda kerjasama ADMM+ sesuai dengan kepentingan nasionalnya? Untuk mengisi agenda itu, syarat utama yang harus dipenuhi adalah diperlukan adanya kesatuan sikap nasional dalam diplomasi. Satu sikap nasional inilah yang hingga kini masih tidak jelas. Artinya, Indonesia sudah menyiapkan diri menjadi the looser dalam ADMM+.

14 Oktober 2010

Amerika Serikat Merangkul Vietnam

All hands,
Kini tanpa ragu dan malu Amerika Serikat mulai merangkul Vietnam dalam isu-isu keamanan. Hal ini bisa dilihat dari mulai meningkatnya interaksi militer kedua negara, khususnya antar Angkatan Laut. Kapal perang milik Broer Sam mulai rutin berkunjung kembali ke Vietnam setelah dipaksa angkat kaki pada 1973 atau dua tahun sebelum Perang Vietnam berakhir. Tentu saja menjadi pertanyaan apa alasan Washington dengan bersemangat mau merangkul kembali Hanoi yang notabene bekas musuhnya.
Alasan kebangkitan militer Cina dapat dipastikan menjadi salah satu faktor pendorong tindakan Washington tersebut. Amerika Serikat membutuhkan banyak kawan untuk menghadapi kebangkitan militer Beijing dan secara cerdik Washington merangkul ibukota-ibukota negara yang mempunyai masalah dengan Cina. Seperti diketahui, sebagian besar negara ASEAN memiliki sengketa wilayah dengan Beijing yang sampai kini belum terselesaikan.
Sebagai mantan lawan tangguh, Hanoi tentu saja tidak bodoh dengan manuver Washington terhadapnya. Merupakan hal yang menarik untuk melihat sampai sejauh mana tingkat interaksi antara Angkatan Laut Amerika Serikat dengan Angkatan Laut Vietnam. Serta ke arah mana pelibatan kedua negara ke depan diarahkan? Bagaimanapula reaksi Cina?

13 Oktober 2010

Revitalisasi Sistem Senjata Armada Terpadu

All hands,
Belum terlambat bagi kekuatan laut Indonesia untuk melakukan revitalisasi terhadap sistem senjata armada terpadu (SSAT). Mengapa revitalisasi penting untuk dilaksanakan? Tidak lain karena pemahaman terhadap SSAT saat ini cenderung mengalami penurunan. Indikatornya bisa dilihat dalam pembangunan kekuatan yang dilaksanakan.
Tidak jarang dalam pembangunan kekuatan tercipta kesenjangan kemampuan antar beberapa subsistem senjata. Dampaknya, interoperability yang diharapkan tercipta dalam SSAT tidak akan tercapai secara optimal. Di situlah pentingnya revitalisasi SSAT.
Pertanyaannya, dari mana melalui revitalisasi tersebut? Menurut hemat saya, harus dimulai dari aspek perencanaan pembangunan kekuatan. Sebab pada fase itu disusun rencana pembangunan kekuatan, baik pengadaan alutsista maupun pembangunan infrastruktur guna mendukung alutsista tersebut. Kalau dari tahap perencanaan sudah keliru menyusun konsep, maka implementasi SSAT pun tidak akan mencapai hasil diharapkan.
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan kekuatan harus melibatkan semua pihak terkait. Bukan saja calon pengguna, tetapi juga pihak-pihak yang mendukung kesiapan operasional calon pengguna tersebut. Misalnya, pengadaan kapal perang harus melibatkan unsur penerbangan (bila di kapal itu ada dek penerbangan), unsur fasilitas pangkalan dan lain sebagainya, selain tentunya unsur pengguna nantinya.

12 Oktober 2010

ADMM Dan Kepentingan Amerika Serikat

All hands,
Menurut rencana, pada 12 Oktober 2010 akan digelar ADMM+ di Hanoi, Vietnam. ADMM+ merupakan kegiatan yang pertama kalinya dilaksanakan, sebab selama ini ADMM tidak mengenal + (plus). Sesuai dengan kebiasaan ASEAN, adanya embel-embel + (plus) berarti ada negara-negara non ASEAN yang ikut dalam suatu kegiatan ASEAN. Begitu pula dengan ADMM yang aslinya adalah forum resmi para Menteri Pertahanan ASEAN.
Pertanyaannya, kenapa + (plus)? Tak lain dari sikap ASEAN yang tidak pernah ingin mandiri dan berusaha mandiri dalam menata keamanan kawasan Asia Tenggara. ASEAN ---termasuk Indonesia--- selalu saja masih tergantung pada kekuatan ekstra kawasan untuk mengatur keamanan kawasan ini. Dengan ungkapan lain, ASEAN tidak akan pernah mandiri dalam isu keamanan sesuai dengan amanat Bab VIII Piagam PBB, walaupun di sisi lain ASEAN mendirikan ASC.
Terdapat delapan negara yang digolongkan + (plus), termasuk Cina dan Rusia. Dari semua negara plus itu, tentu hulubalangnya tak lain dan tidak bukan adalah Amerika Serikat. Tentu menjadi pertanyaan mengapa ada ADMM+? Para pejabat pertahanan ASEAN boleh saja membuat berbagai macam alasan dan apologi, tetapi substansinya adalah ada kekuatan luar yang memaksakan aspirasinya untuk "cawe-cawe" dalam ADMM. Kekuatan ekstra kawasan itu tidak ingin para Menteri Pertahanan ASEAN mandiri mengatur keamanan kawasannya.
Sangat disayangkan pula bahwa Indonesia terkesan manut saja dengan adanya forum ADMM+. Bisa jadi hal itu karena belum adanya satu persepsi di lingkungan komunitas pertahanan Indonesia tentang bagaimana peran Indonesia dalam menata keamanan kawasan, termasuk dalam bidang kerjasama pertahanan ASEAN.

11 Oktober 2010

Struktur Pasar Heli AKS Di Asia Pasifik

All hands,
Satu di antara sistem senjata yang kini penjualannya meningkat di kawasan Asia Pasifik adalah heli anti kapal selam. Negara-negara di kawasan ini sekarang berlomba-lomba mencari dan mengakuisisi heli AKS untuk Angkatan Lautnya. Perlombaan itu pada akhirnya menghasilkan struktur pasar heli AKS di wilayah ini. Bagaimana struktur pasarnya?
Struktur pasar heli AKS dikuasai oleh tiga pemain utama, yaitu Sikorsky, AgustaWestland dan Kamov. Sikorsky asal Amerika Serikat mengandalkan heli S-70 Blackhawk atau turunannya, Super Lynx merupakan unggulan AgustaWestland yang berasal dari Eropa, sementara Kamov dari Negeri Kamerad Medvedev bertumpu pada Ka-28. Adapun produsen heli seperti Eurocopter yang satu tanah air dengan AgustaWestland, begitu pula HAL asal Negeri Bollywood, apalagi heli langsiran Cina masih menjadi pemain pinggiran.
Struktur pasar tersebut memberikan pesan tersendiri bagi kekuatan laut Indonesia yang hendak memboyong sejumlah heli AKS hingga 2014. Pesan itu singkat, yakni pilihan yang tersedia tidak banyak. Dari pilihan yang sedikit itu, hendaknya dikalkulasi dengan matang mana yang resikonya paling minimal bagi Indonesia nantinya, baik dari aspek politik, ekonomi maupun operasional. Dari aspek politik misalnya soal probabilitas untuk diembargo suku cadang, sedangkan dari aspek ekonomi adalah mana yang lebih ekonomis dari sisi harga dikaitkan dengan daur hidup secara keseluruhan, sementara dari aspek operasional yaitu bagaimana dukungan suku cadangnya di kawasan Asia Pasifik.

10 Oktober 2010

HADR Dan Minimum Essential Force

All hands,
Angkatan Laut Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan ancaman selama ini, sehingga tidak mudah untuk merumuskan postur yang hendak dibangun ke depan. Termasuk dalam merumuskan MEF, di mana cukup krusial untuk mengidentifikasi kemampuan apa saja yang harus dibangun. Terkait dengan hal tersebut, salah satu kemampuan Angkatan Laut yang hendaknya dibangun adalah HADR. Alasannya sederhana, Indonesia segara geologis rawan akan bencana sehingga Angkatan Laut sudah sepantasnya mampu menghadapi tantangan tersebut.
Membangun kemampuan yang terkait HADR cakupannya cukup luas. Bukan sekedar membangun kapal amfibi jenis LPD dan mulai mengurangi kapal jenis LST, tetapi mencakup juga kesiapan satuan-satuan kesehatan, misalnya Batalyon Kesehatan Marinir. Begitu pula dengan melengkapi kapal rumah sakit dengan berbagai peralatan medis, sehingga kapal BRS dapat melaksanakan fungsi asasinya tanpa harus tergantung pada fasilitas kesehatan di darat.
Kebutuhan kapal LPD untuk HADR tidak dapat dibantah, sebab secara umum kapal ini mempunyai banyak keunggulan daripada kapal LST. Kapal LST hanya unggul dalam soal pemantaian, tetapi tidak untuk yang lainnya seperti daya muat personel dan peralatan. Kapal LPD mampu mulai melaksanakan fungsi evakuasi medis udara karena digeladaknya tersedia dek penerbangan yang mampu menampung lebih dari satu helikopter.
Untuk batalyon kesehatan, satuan ini hendaknya dilengkapi dengan optimal sehingga mampu melaksanakan fungsinya. Misalnya ketersediaan rumah sakit lapangan yang sesuai standar internasional, begitu pula dengan keterampilan dan kemampuan personelnya. Untuk hal yang terakhir, interaksi dan latihan dengan satuan serupa di militer asing perlu diperbanyak.
Berdasarkan pemetaan selama ini, seringkali bencana alam di Indonesia terjadi pada wilayah-wilayah yang infrastrukturnya belum mapan. Ketika bencana terjadi, sebagian besar infrastruktur itu rusak berat. Di situlah relevansi pentingnya kemampuan HADR Angkatan Laut untuk dibangun ke depan.

09 Oktober 2010

Jangan Tergantung Cina

All hands,
Pembangunan kekuatan laut Indonesia dalam lima tahun terakhir mencoba mencari sumber-sumber alternatif baru dalam pengadaan sistem senjata. Salah satunya adalah melirik Cina sebagai pemasok senjata, di mana kini rudal C-802 sudah dan tengah mulai mengisi geladak beberapa kapal perang negeri ini. Kebijakan mencari sumber alternatif baru bagi sistem senjata Angkatan Laut patut untuk diapresiasi, namun hendaknya dilakukan secara cermat. Agar di masa depan kekuatan laut Indonesia tidak tergantung pada Beijing sebagaimana di masa lalu tergantung pada Washington ---baik langsung maupun tidak langsung---.
Cina tengah tumbuh menjadi kekuatan laut yang diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik dan dapat dipastikan bahwa pertumbuhan itu akan berujung pada ketidakseimbangan kekuatan di kawasan ini. Disekuilibrium tersebut pasti akan memunculkan gejolak di kawasan, sebab Beijing asertif dalam klaimnya di Laut Cina Selatan yang sampai menyentuh wilayah ZEE Laut Natuna. Situasi seperti itu hendaknya diantisipasi sejak dini, meskipun mungkin baru akan terjadi secepatnya lima tahun ke depan.
Apa jadinya kekuatan laut Indonesia bila terlalu bergantung dengan sistem senjata buatan Cina, sementara Cina bersikap asertif untuk mendukung klaimnya yang mencapai ZEE Indonesia. Dalam situasi demikian, tidak mungkin Indonesia untuk berdiam diri. Ketika Jakarta hendak bersikap keras di lapangan, masalah krusial muncul yaitu logistik sistem senjata Angkatan Lautnya terlalu tergantung pada Beijing. Skenario seperti ini yang perlu diwaspadai dari sekarang.
Pertanyaannya, bagaimana solusinya? Supaya Indonesia tidak berpindah dari mulut harimau ke mulut buaya, perlu diimbangi dengan alternatif sumber senjata yang lain. Misalnya Rusia, yang meskipun berbisnis dengan Moskow memang rumit namun Indonesia hendaknya tetap melanjutkan adopsi sistem senjata dari negeri itu. Dengan demikian, setidaknya ada tiga sumber pemasok sistem senjata Indonesia yaitu Cina, Uni Eropa dan Rusia. Ketika kutub itu besar kemungkinan tidak akan pernah memusuhi atau setidaknya kurang bersahabat dengan Indonesia dalam waktu yang bersamaan.

08 Oktober 2010

Penyediaan Kredit Ekspor

All hands,
Dapat dipastikan pengembangan industri pertahanan nasional Indonesia tidak akan pernah mencapai skala keekonomian apabila hanya mengandalkan pada pasar dalam negeri. Oleh karena itu, satu-satunya cara adalah mengembangkan sayap dengan berkompetisi di dunia internasional. Untuk bisa bersaing dengan produk pertahanan luar negeri, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia, baik secara politik, ekonomi maupun teknis.
Secara politik misalnya kerelaan pemimpin bangsa menjadi "penjual" di pasaran internasional melalui lobi-lobi politik. Hal ini pernah ditempuh oleh Indonesia ketika dipimpin oleh Presiden kedua, namun sangat disayangkan para pelanjutnya tidak ada lagi yang mau jadi "sales". Berkat lobi pemimpin Indonesia saat itu, produk industri pertahanan dalam negeri bisa dipasarkan ke negara-negara lain.
Secara ekonomi, pendekatan yang harus ditempuh adalah menyediakan fasilitas pembiayaan bagi calon pembeli, misalnya kredit ekspor. Dengan adanya fasilitas pembiayaan, calon konsumen dimudahkan secara finansial. Terlebih lagi mayoritas calon konsumen produk industri pertahanan Indonesia adalah negara-negara berkembang. Pemberian fasilitas pembiayaan bagi calon konsumen berarti pula investasi politik Indonesia terhadap negara tersebut, setidaknya melebarkan pengaruh Indonesia ke negara itu dan harus "dibayar" ketika Indonesia membutuhkan dukungan di panggung internasional.
Menyangkut urusan teknis, tentu saja produk industri pertahanan Indonesia harus memenuhi standar internasional. Misalnya STANAG pada kendaraan lapis baja. Untuk memenuhi standar tersebut, memang butuh investasi dan pengorbanan. Seperti melakukan uji coba ledakan ranjau pada kendaraan lapis baja untuk menguji bagaimana ketahanan terhadap ranjau.
Singkatnya, tidak ada makan siang gratis bagi industri pertahanan Indonesia kalau ingin eksis.

07 Oktober 2010

Nilai Strategis Laut Natuna Bagi Indonesia

All hands,
Laut Natuna sangat jelas mempunyai nilai strategi bagi Indonesia, sehingga dengan cara apapun negeri ini akan mempertahankan kedaulatannya di perairan itu dari klaim Cina. Nilai strategis Laut Natuna tidak terbatas pada fungsi sebagai jalur penghubung dan bagian dari ALKI I dan sekaligus pintu masuk ke Indonesia dari arah utara, tetapi juga karena kekayaan minyak dan gas bumi yang dikandungnya. Tambang minyak dan gas bumi di Laut Natuna menyumbang devisa yang tidak sedikit bagi Indonesia, yaitu sekitar sepertiga dari pendapatan minyak dan gas bumi setiap tahunnya.
Di tengah terus menurunnnya kapasitas produksi minyak Indonesia yang kini hanya berkisar pada angka 900 ribu barel per hari, kontribusi hasil minyak dan gas bumi dari Laut Natuna sangat signifikan bagi pundi-pundi APBN. Dana yang mengisi pundi-pundi APBN Indonesia tersebut diperoleh dari perusahaan minyak yang beroperasi di sana, sementara perusahaan minyak asing tersebut mendapat uang dari hasil penjualan gas bumi ke Singapura. Karena Laut Natuna pula maka listrik di Singapura dapat menyala 24 jam non stop, termasuk untuk pangkalan-pangkalan militer negeri itu dan juga fasilitas pengendalian udara di Changi yang ironisnya justru mengendalikan lalu lintas udara di Laut Natuna dan sekitarnya.Gas dari Laut Natuna juga mengalir ke Negeri Tukang Klaim untuk menghidupkan pembangkit listrik di semenanjung.
Bertolak dari situasi tersebut, Indonesia perlu jeli dan cerdik bermain menghadapi klaim Cina atas Laut Natuna. Bagaimana caranya? Antara lain adalah memainkan kartu negara induk perusahaan minyak dan gas bumi yang beroperasi di sana, yang kebetulan tidak ada perusahaan minyak Cina yang berinvestasi di sana. Justru yang berinvestasi adalah perusahaan asal negara yang selama ini konsisten menentang klaim eksesif Beijing terhadap Laut Cina Selatan.
Soal bagaimana memainkan kartu itu, semestinya aktor pengambil keputusan sudah paham. Demi kepentingan nasional, apapun dapat ditempuh meskipun bersifat temporer. Demi kepentingan nasional, tidak ada hal yang tabu apabila Indonesia sengaja melenceng dari jalur tradisionalnya.

06 Oktober 2010

Pendekatan Non Tradisional Dalam Pembangunan Kekuatan Pertahanan

All hands,
Masalah yang melingkupi dunia pertahanan Indonesia merupakan problem yang sistemis sehingga tidak bisa lagi didekati dengan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional yang dimaksud adalah pasrah pada kinerja ekonomi nasional yang berujung pada anggaran yang diterima. Pendekatan demikian sama artinya pasrah untuk terus menjadi orang miskin tanpa pernah mau punya impian untuk keluar dari lingkungan kemiskinan.
Untuk itu dibutuhkan pendekatan non tradisional dan pendekatan ini hanya akan berhasil apabila paradigma para pengambil keputusan diubah. Yang dimaksud pengambil keputusan adalah unsur eksekutif dan legislatif yang secara politik mempunyai kekuasaan untuk menetapkan besaran anggaran pertahanan. Kalau menggunakan pendekatan tradisional, masalah yang melingkupi pertahanan Indonesia tidak akan pernah berakhir dan selalu akan berputar pada lingkaran setan soal sistem senjata yang melewati batas ekonomis.
Artinya, dibutuhkan surge untuk memecahkan masalah ini. Untuk melaksanakan surge, dibutuhkan guts yang kuat. Guts tersebut harus berpihak kepada militer dalam urusan modernisasi, sebab tanpa keberpihakan maka situasinya akan ngene-ngene ae sampai kapan pun.
Lalu seperti apa realisasi surge tersebut? Pengambil keputusan harus berani menetapkan alokasi anggaran pertahanan pada besaran tertentu selama beberapa tahun anggaran. Misalnya dalam 3 tahun anggaran, anggaran pertahanan ditetapkan sebesar 2 persen dari GDP. Nilai 2 persen itu di luar alokasi untuk membayar gaji personel militer dan sipil. Bahwa nanti ada protes dari pihak lain di dalam negeri, harus direspon dengan penjelasan yang baik agar mereka paham.
Pendekatan seperti ini apabila ingin ditempuh hendaknya dikaji secara matang selama beberapa tahun sebelumnya agar bisa meminimalkan resiko kerugian yang muncul. Resiko kerugian tersebut bentangannya luas, mulai dari penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukkan sampai resiko terhadap ekonomi nasional. Dengan mampu mengindentifikasi resiko, maka langkah antisipatif pun bisa dilakukan sejak dini.

05 Oktober 2010

Latihan Habu Nag 2010

All hands,
Kerjasama militer India-Amerika Serikat dalam tujuh tahun terakhir meningkat dengan pesat. Selain mulai tercatat sebagai konsumen sistem senjata buatan Amerika Serikat, India sekarang tercatat pula rajin menggelar latihan militer bersama dengan Amerika Serikat. Latihan-latihan itu dilaksanakan secara rutin, menggunakan berbagai macam skenario dan digelar pada lokasi yang selektif. Situasi demikian tak lepas dari pertimbangan politik kedua negara, sebab kerjasama militer berada dalam kerangka politik.
Di samping Latihan Malabar, latihan bersama yang rutin digelar oleh Washington dan New Delhi adalah Latihan Habu Nag. Apabila Latihan Malabar merupakan latihan tempur, maka Habu Nag adalah latihan HADR. Kedua ibukota telah melaksanakan Latihan Habu Nag sejak 2006 dengan jadwal rutin dua tahun sekali.
Pada 2010, Latihan Habu Nag mengambil tempat di perairan Laut Cina Timur di sekitar Okinawa. Seperti diketahui, Okinawa telah menjadi basis Angkatan Laut Amerika Serikat sejak akhir Perang Dunia Kedua. Pemilihan Okinawa sebagai tempat latihan militer India-Amerika Serikat sesungguhnya bukan hal baru, sebab pernah pula dilaksanakan beberapa tahun lalu.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, latihan militer yang merupakan bagian dari kerjasama militer antar negara tidak lepas dari kerangka politik. Latihan Habu Nag 2010 tak bisa semata-mata dipandang sebagai latihan militer an sich, tetapi harus dipandang dalam persaingan geopolitik Amerika Serikat versus Cina. Pemilihan Okinawa yang berbatasan dengan Laut Cina Timur tentu saja memiliki pesan politik kepada Cina. Dapat diduga pula, seperti biasa kapal perang dan "kapal nelayan" Cina pasti memantau dari dekat latihan HADR India-Amerika Serikat.

04 Oktober 2010

Pentingnya Interoperability Sistem Senjata Armada Terpadu

All hands,
Dalam pembangunan kekuatan laut di Indonesia, salah satu isu kritis yang hendaknya dicermati adalah interoperability antar subsistem senjata. Sebab selama ini, isu interoperability belum mendapat perhatian besar dalam pembangunan kekuatan. Sehingga bukan hal yang baru apabila antar satu subsistem senjata tidak bisa interoperable dengan subsistem senjata lainnya.
Pertanyaannya, bagaimana agar isu ini layak dapat perhatian dalam pembangunan kekuatan? Penyusun dokumen perencanaan pembangunan kekuatan mesti melibatkan semua pihak terkait dalam penyusunan dokumen itu. Misalnya dalam rangka membeli kapal kombatan baru, perwakilan unsur kekuatan udara juga harus dilibatkan apabila kapal itu dirancang mempunyai dek penerbangan. Dengan demikian, perwakilan unsur kekuatan udara dapat memberikan masukan-masukan teknis terkait helikopter yang nantinya akan digunakan di kapal tersebut. Seperti berat MTOW helikopter nantinya dan apakah daya beban dek penerbangan bisa menampung beban helikopter itu. Begitu pula misalnya dengan subsistem senjata milik Korp Marinir yang harus bisa muat di kapal angkut Angkatan Laut, baik meriam, tank amfibi, panser amfibi dan lain sebagainya.
Dengan mengkalkulasi interoperability antar subsistem senjata, diharapkan di masa depan tak ada lagi subsistem senjata yang tidak dapat menunjang subsistem senjata lainnya. Sehingga SSAT dapat diwujudkan dan bukan lagi sekedar tercantum dalam dokumen-dokumen resmi. Bagaimanapun, SSAT adalah bagian tidak terpisahkan dari Angkatan Laut negeri ini.

03 Oktober 2010

Kebijakan Membingungkan

All hands,
Kebijakan Indonesia menjalin kemitraan strategis dengan tiga kekuatan utama dunia sekaligus yang saling berbeda kepentingan adalah kebijakan yang aneh dan membingungkan. Jakarta dengan sukarela bermitra dengan Moskow, tanpa paksaan bermitra pula dengan Washington dan dengan senang hati bermitra dengan Beijing. Kemitraan tersebut aneh dan membingungkan karena mencerminkan ketidakjelasan kebijakan Indonesia sesungguhnya. Seperti diketahui, salah satu cakupan kemitraan itu adalah di bidang pertahanan.
Sebenarnya dari ketiga ibukota negara itu, mana yang lebih dipilih oleh Jakarta? Sampai kini pilihan itu tidak jelas. Jakarta bermitra dengan Moskow, namun ada elemen-elemen pengambil keputusan di Jakarta sendiri yang menghambat pengadaan senjata dari Moskow, termasuk kapal selam di dalamnya. Jakarta bermitra pula dengan Beijing, namun Beijing masih saja bersikukuh soal sembilan garis putus-putus meskipun di sisi lain Cina bermurah hati menjual senjata anti kapal kepada Indonesia. Jakarta bermitra juga dengan Washington, akan tetapi sejauh ini tidak ada bantuan sistem senjata dari Amerika Serikat yang memperkuat kekuatan militer Indonesia.
Lalu sebenarnya apa tujuan Jakarta untuk bermitra dengan ketiga ibukota itu apabila di Indonesia sendiri tidak ada satu sikap dan tidak jelas keuntungan yang diraih dari kemitraan itu bagi kepentingan Indonesia.

02 Oktober 2010

Latihan Angkatan Laut Ajang Pengiriman Pesan

All hands,
Latihan perang Angkatan Laut merupakan salah satu cara untuk mengirim pesan secara politik dan militer kepada calon lawan atau pihak yang berpotensi menjadi lawan. Oleh karena itu, skenario yang dilatihkan pun adalah skenario terpilih. Maksudnya, skenario yang dirancang disesuaikan dengan kemungkinan jenis peperangan yang akan dipilih oleh calon lawan atau berpotensi menjadi lawan tersebut.
Apabila ancaman terbesar pada tingkat taktis adalah kapal selam, maka skenario yang mendapat perhatian utama ialah anti peperangan kapal selam. Pengembangan skenario itu sama sekali tidak mengabaikan ancaman peperangan lainnya, termasuk peperangan udara. Dengan mendesain skenario yang realistis, maka latihan yang digelar pun akan mendekati kenyataan sesungguhnya apabila terjadi konflik. Pada akhirnya, pesan politik dan militer pun bisa tercapai apabila lokasi latihan dipilih secara cermat dan tepat.
Hal seperti ini perlu dikembangkan di Indonesia. Sebaiknya dipilih skenario utama apa yang akan "dimainkan" dalam latihan perang Angkatan Laut. Artinya, tidak semua skenario harus "dimainkan". Misalnya, apakah perlu "memainkan" skenario operasi amfibi apabila latihan yang digelar adalah menghadapi ancaman konflik di sekitar Natuna. Kecuali apabila kita masih bertahan dengan premis bahwa kekuatan laut dikerahkan untuk merebut kembali wilayah Indonesia yang sudah diduduki oleh lawan.
Ke depan, hendaknya premis itu dikesampingkan untuk sementara dan selanjutnya mari berpikir out of the box. Tanpa berpikir demikian, skenario yang "dimainkan" akan kembali skenario copy and paste dari puluhan latihan sebelumnya. Sudah waktunya "penyakit" copy and paste dihilangkan dalam tubuh kekuatan laut Indonesia.

01 Oktober 2010

Thailand Dan Operasi Ekspedisionari Angkatan Laut ASEAN

All hands,
Menyusul Singapura, Thailand kini bergabung dalam CTF 151 dengan disebarkannya dua kapal Angkatan Laut Negeri Gajah Putih ke Bahrain untuk beroperasi di Teluk Aden dan Basin Somalia. Kedua kapal itu adalah HTMS Pattani yang merupakan jenis OPV dan HTMS Similan yang berstatus kapal bantu. Hal ini merupakan penyebaran pertama kapal perang Thailand keluar negeri dalam dekade ini, sebab sebelumnya kekuatan laut Thailand sibuk dengan urusan internal meskipun terdapat kapal induk dalam susunan tempurnya.
Penyebaran kapal perang Thailand untuk misi multinasional yang jauh dari kawasan Asia Tenggara menandakan bahwa kini beberapa Angkatan Laut ASEAN tengah belajar menggelar operasi ekspedisionari. Sebelumnya Angkatan Laut negeri penampung koruptor dan uang haram telah terlebih dahulu bergabung dengan CTF-151, sedangkan kekuatan laut Negeri Tukang Klaim dan rasialis telah menyebarkan kapal perangnya untuk beroperasi secara mandiri di perairan Somalia guna menumpas pembajakan dan perompakan di perairan Somalia dan sekitarnya. Adapun Angkatan Laut Indonesia kini melanjutkan partisipasinya dalam UNIFIL MTF di Lebanon.
Situasi demikian menggambarkan bahwa Angkatan Laut ASEAN mempunyai potensi untuk beroperasi jauh dari kawasannya, khususnya untuk misi konstabulari dan penjagaan perdamaian. Dalam misi-misi tersebut, Angkatan Laut ASEAN "dipaksa" untuk cepat beradaptasi dalam operasi multinasional dengan Angkatan Laut Barat yang telah lebih maju. Kalau untuk misi multinasional yang jauh dari kawasannya saja Angkatan Laut ASEAN mampu, dapatkah misi demikian dilaksanakan dalam cakupan Asia Tenggara? Melihat situasi di kawasan ini, termasuk hubungan antar negara, nampaknya perlu waktu panjang untuk mewujudkan operasi gabungan Angkatan Laut ASEAN.