28 Mei 2011

Ancaman Ranjau Di Choke Points

All hands,

Bagi negara-negara maju, salah satu ancaman yang diwaspadai pada wilayah choke points adalah ancaman peranjauan. Tidak sulit untuk menemukan kebenaran akan kewaspadaan itu, karena bisa dilacak pada beberapa latihan rutin Angkatan Laut negara-negara maju yang berfokus pada perburuan dan penyapuan ranjau di choke points. Negara-negara itu memang telah memiliki banyak pengalaman tentang ancaman peranjauan di perairan choke points, misalnya di Teluk Persia menjelang Selat Hormuz.

Seperti pernah ditulis sebelumnya, ranjau laut adalah senjata murah dengan daya rusak besar. Tak aneh bila banyak ahli strategi keamanan maritim berpendapat bahwa peperangan ranjau merupakan salah satu pilihan murah bagi aktor non negara untuk menghadapi aktor negara di laut. Oleh karena itu, kini kegiatan operasi perburuan dan penyapuan ranjau di perairan choke points, misalnya di perairan sekitar Eropa, menjadi menu rutin bagi Angkatan Laut negara-negara maju.

Indonesia hendaknya paham dengan isu tersebut. Isu itu sebenarnya juga ditakutkan oleh Negeri Penampung Koruptor, karena apabila terjadi maka kerugian yang harus ditanggung oleh negeri kecil itu berlipat-lipat ganda. Dalam konteks kepentingan nasional Indonesia, isu peperangan ranjau sesungguhnya dapat "dimainkan" oleh Indonesia terhadap beberapa negara di sekitar Indonesia.

27 Mei 2011

Pangkalan Militer Asing Dan Stabilitas Kawasan

All hands,

Apakah eksistensi sebuah pangkalan militer berpengaruh terhadap stabilitas kawasan? Kalau berpengaruh, apakah berpengaruh positif ataukah negatif? Jawaban atas dua pertanyaan itu pasti beragam, tergantung siapa yang ditanya dan bagaimana kepentingan pihak yang ditanya tersebut?

Isu pangkalan militer asing telah menjadi bahan perbedaan pendapat di Asia Tenggara sejak 1960-an. Soekarno yang menggelar politik Konfrontasi terhadap Negeri Tukang Klaim dan Negeri Penampung Koruptor antara lain menggemakan ketidaksukaannya terhadap eksistensi pangkalan militer asing di kawasan ini. Ketika ASEAN berdiri pada 1967, isu ini kembali mendapat perhatian meskipun beberapa negara anggota ASEAN resisten terhadap diangkatnya isu pangkalan militer asing oleh Indonesia.

Dari sisi kepentingan nasional Indonesia, eksistensi pangkalan militer asing di Asia Tenggara sebenarnya tidak sejalan dengan kepentingan nasional itu. Sebab kehadiran militer asing di kawasan "mengacaukan" arsitektur kawasan. Buktinya bisa dilihat dari ketidakberdayaan dan "ketidakberdaulatan" ASEAN di kawasan ini dalam mengurus keamanan kawasan tanpa campur tangan pihak lain.

Ketika ASEAN berkehendak mewujudkan ASEAN Community yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Security Community, apakah wadah itu akan berhasil mencapai tujuannya untuk menata keamanan kawasan? Menurut hemat saya, selama beberapa negara ASEAN masih diakomodasi untuk menjadikan wilayahnya sebagai tuan rumah pangkalan militer asing, sulit untuk mencapai tujuan itu secara komprehensif. Eksistensi pangkalan militer asing menunjukkan pula betapa confidence building measures antar negara ASEAN belum tercapai, sehingga ada negara ASEAN tertentu yang lebih suka mengandalkan militer asing guna membantu keamanannya.

26 Mei 2011

Redefinisi Pengamanan Choke Points

All hands,

Selama ini salah satu energi Indonesia dipusatkan pada pengamanan choke points yang berada di wilayah perairan Indonesia. Tindakan demikian tidak keliru, justru sesuai dengan amanat konstitusi negeri ini. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, nampaknya perlu adanya redefinisi pengamanan choke points tersebut. Pertanyaannya, redefinisi seperti apa yang dimaksud?

Kepentingan Indonesia sebagai suatu negara bangsa tidak dapat dibatasi hanya sebatas wilayah yurisdiksi negeri ini saja. Negeri ini berkepentingan untuk melindungi jalur perdagangannya lewat laut yang berada di luar wilayah Indonesia. Jakarta berkepentingan pula untuk melindungi kapal-kapal berbendera Merah Putih beserta WNI yang mengawakinya yang berlayar di luar wilayah perairan Indonesia. Penting untuk dipahami bahwa laut adalah bagian tak terpisahkan dari eksistensi Indonesia, entah itu perairan Indonesia sendiri, perairan negara lain maupun perairan internasional.

Dikaitkan dengan choke points, kepentingan Indonesia dalam mengamankan choke points bukan sekedar empat choke points yang terletak di wilayah perairan negeri ini saja. Tidak dapat dibantah bahwa Jakarta berkepentingan pula untuk mengamankan choke points lainnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jalur perdagangan Indonesia dengan dunia internasional. Misalnya di Selat Hormuz, Selat Bab El Mandeb dan perairan sekitar Somalia. Singkatnya, Angkatan Laut negeri ini ke depan harus dibangun untuk mampu melaksanakan operasi ekspedisionari dalam rangka mengamankan kepentingan nasionalnya.

25 Mei 2011

Penyebaran Kapal Perang India Ke Samudera Pasifik

All hands,

Sebagai realisasi dari ambisi politiknya, India kini secara rutin telah menyebarkan kapal perangnya ke kawasan Samudera Pasifik. Penyebaran dalam rangka patroli sekaligus diplomasi Angkatan Laut tersebut biasanya terpusat di perairan sekitar Asia Timur, seperti Laut Cina Selatan, Laut Cina Timur, Laut Filipina dan Laut Jepang. Pesan dari penyebaran itu sangat jelas dan terang benderang, yakni New Delhi mendapuk dirinya sebagai aktor Samudera Pasifik.

Sudah lama India ingin memainkan peran strategis di kawasan Asia Pasifik, meskipun dirinya berada di Samudera India. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan ambisi itu. Terlebih lagi ekonomi India kini adalah salah satu kekuatan baru di dunia, di mana interaksi ekonomi New Delhi dengan ibukota-ibukota nasional di Asia Timur telah jauh meningkat dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.

Selain itu, New Delhi masih bermusuhan dengan Beijing, sehingga masuknya India ke Samudera Pasifik dimaksudkan sebagai peningkatan posisi tawar negeri itu terhadap Cina. Washington yang membutuhkan kawan dan sekutu guna membendung Beijing dengan senang hati menerima kehadiran New Delhi di Samudera Pasifik. Bahkan administrasi Presiden Obama dengan senang hati memfasilitasi pembangunan kekuatan militer India lewat pemberian akses terhadap produk-produk senjata buatan Amerika Serikat.

Pertanyaannya, bagaimana Indonesia menyikapi perkembangan demikian?

24 Mei 2011

Bahaya Ketergantungan GPS

All hands,

GPS kini menjadi salah satu andalan dalam sistem navigasi di dunia, termasuk navigasi bagi rudal jelajah. Rudal-rudal yang diluncurkan dari kapal perang Amerika Serikat untuk menggempur berbagai sasaran di Libya beberapa waktu lalu sepenuhnya dipandu oleh GPS. Akan tetapi, India adalah salah satu korban GPS milik Amerika Serikat dalam pengembangan rudal jelajah.

Rudal Brahmos yang merupakan hasil kolaborasi New Delhi-Moskow pada awalnya dirancang menggunakan GPS sebagai pemandunya. Namun dalam suatu uji coba sekitar Agustus 2010, rudal itu meleset 2 km dari sasaran seharusnya. Setelah diteliti, ditemukan adanya "masalah teknis" terkait dengan sistem panduan rudal itu yang mengandalkan pada GPS. Singkatnya, Amerika Serikat sebagai pemilik 24 satelit GPS mengelabui arah terbang rudal India.

Sebagai respon terhadap "masalah teknis" itu, pemerintah India memutuskan bahwa sistem pandu rudal Brahmos dialihkan pada Glonass. Meskipun jumlah satelit Glonal belum ideal di ruang angkasa, tetapi sistem itu masih lebih bisa diandalkan daripada sistem serupa buatan Washington.

Pesan dari kasus ini adalah hati-hati menggunakan GPS bagi aplikasi militer. Pesan ini juga berlaku bagi militer Indonesia, termasuk Angkatan Laut di dalamnya.

23 Mei 2011

Operasi Pengamanan Choke Points

All hands,

Selama ini untuk pengamanan choke points di Indonesia belum ada suatu operasi khusus, kecuali di Selat Malaka. Adapun pengamanan tiga choke points lainnya masih ditumpangkan dalam operasi lain, seperti Ops Pam ALKI maupun operasi laut sehari-hari. Dampaknya, situasi di choke points tidak dapat dipantau 24 jam.

Pada sisi lain, dinamika keamanan kawasan terus bersifat cair. Dikaitkan dengan choke points, perairan sempit namun strategis itu menjadi rebutan pihak-pihak lain untuk mengendalikannya. Dengan mengendalikan choke points berarti mampu mengontrol akses keluar masuk kapal perang negara lain. Kemampuan yang terakhir inilah yang seharusnya dipunyai oleh Indonesia.

Oleh karena itu, perlu dikaji secara matang agar ke depan pengamanan choke points merupakan suatu operasi yang berdiri sendiri dan tak lagi ditumpangkan pada operasi lainnya. Dengan demikian, kemampuan pengendalian laut oleh Indonesia di choke points lebih meningkat dibandingkan kondisi saat ini. Pengkajian secara matang dibutuhkan karena operasi itu harus didukung oleh kesiapan unsur, adapun kesiapan unsur harus didukung pula oleh kesiapan anggaran.

22 Mei 2011

Gelar Kekuatan Pertahanan Di Wilayah Choke Points

All hands,

Indonesia memiliki empat choke points strategis dalam navigasi internasional. Karena sifatnya yang strategis, banyak pihak asing yang berkepentingan terhadap keamanan di choke points tersebut. Mereka akan melakukan semua cara yang diperlukan untuk mengamankan choke points seandainya Indonesia sebagai tuan rumah tak mampu mengamankannya.

Terkait dengan hal tersebut, ke depan perlu diperhatikan bagaimana gelar kekuatan pertahanan di sekitar keempat choke points tersebut. Gelar kekuatan yang dimaksud di sini bukan saja kekuatan Angkatan Laut, tetapi juga kekuatan Angkatan Udara dan Angkatan Darat. Untuk kekuatan udara misalnya, harus dikaji tentang penggelaran skadron tempur di sekitar choke points. Adapun Angkatan Darat mesti dikaji penempatan satuan artileri, khususnya artileri pertahanan udara.

Sementara bagi Angkatan Laut, penggelaran kekuatan bukan semata unsur kapal perang, tetapi mencakup pula unsur pesawat udara dan Marinir. Untuk Marinir, ke depan nampaknya perlu dikaji penempatan batalyon artileri medan yang berfungsi sebagai batalyon pertahanan pantai di wilayah-wilayah choke points negeri ini. Bagi unsur pesawat udara, intensitas patroli di wilayah sekitar choke points perlu untuk ditingkatkan lagi.

Apalagi negeri ini menata ulang gelar kekuatan di sekitar empat choke points, dipastikan akan menimbulkan efek penangkalan yang tidak sedikit. Negeri Tukang Klaim, Negeri Penampung Koruptor maupun Negeri Penindas Aborigin pasti akan berkalkulasi ulang soal tingkah laku mereka terhadap Indonesia. Penataan gelar kekuatan itu sebenarnya tidak memerlukan anggaran yang besar apabila ada political willl dari pemerintah.