All hands,
Adalah suatu ironi ketika mayoritas penghuni negeri kepulauan terbesar di dunia ini masih
menganut pola pikir kontinental. Pola pikir itu memandang laut sebagai pemisah dan penghalang wilayah darat. Sangat jelas pola pikir demikian bertentangan dengan geopolitik Indonesia yaitu Wawasan Nusantara. Dalam Wawasan Nusantara jelas dinyatakan bahwa laut adalah pemersatu bangsa, meskipun secara fisik memisahkan pulau-pulau di Indonesia.
Gagasan jembatan antar pulau adalah cermin dari pola pikir kontinental. Kesalahan dalam mengelola perhubungan laut antar pulau, misalnya dalam kasus antrian kendaraan di lintas Merak-Bakauhuni, dilimpahkan kepada laut. Gelombang laut tinggi tidak jarang menjadi kambing hitam. Dari situ kemudian muncul gagasan untuk membangun jembatan yang menghubungkan dua pulau yang jaraknya cukup jauh.
Hal-hal seperti ini seringkali tidak dipandang penting oleh banyak kalangan, padahal bersifat krusial. Sebab hal demikian terkait dengan pandangan geopolitik bangsa Indonesia. Singkatnya, masih banyak pihak di Indonesia, termasuk penyelenggara pemerintahan, yang tak paham dengan pandangan geopolitik bangsanya sendiri.
Begitu pula dengan gagasan propinsi kepulauan yang celakanya disetujui oleh pemerintah. Sekali lagi ini menunjukkan betapa pola pikir kontinental masih kuat menghinggapi pola pikir dan pola tindak bangsa Indonesia. Artinya, Wawasan Nusantara perlu untuk disosialisasikan kembali kepada semua kalangan, tanpa harus meniru cara-cara pemerintahan di masa lalu yang terbukti kontraproduktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar