All hands,
Dalam melaksanakan operasi maritim gabungan, salah satu titik kritis bagi Indonesia adalah soal pengendalian ruang udara di Kepulauan Riau oleh negeri penampung koruptor. Kebijakan pemerintah Indonesia yang terkesan "menikmati" penguasaan ruang udara tersebut. Buktinya, upaya modernisasi sistem navigasi udara sebagai modal penting untuk mengambil alih pengendalian ruang udara di Kepulauan Riau selama puluhan tahun kurang signifikan.
Kalau ada ancaman terhadap kepentingan nasional Indonesia di kawasan Kepulauan Riau dan memerlukan respon militer, sudah pasti dibutuhkan operasi maritim gabungan oleh militer Indonesia. Dalam konteks ini Angkatan Laut dan Angkatan Udara harus beroperasi bersama untuk menghancurkan dan menetralisasi sasaran yang telah ditetapkan. Yang menjadi masalah adalah bagaimana pengaturan lalu lintas udara di kawasan ini. Rasanya tidak logis serta tak lucu bila operasi maritim gabungan di Kepulauan Riau harus meminta "persetujuan" dari pengendali udara Singapura, sementara pengendali udara itu bekerja di bawah bendera pemerintah negeri penampung koruptor itu. Seharusnya mereka yang harus patuh pada kehendak Indonesia yang dituangkan dalam rencana operasi, akan tetapi hal itu rasanya hal yang mustahil.
Masalah pengendalian ruang udara di Kepulauan Riau oleh pihak asing hendaknya segera dituntaskan. Harus diingat bahwa kepentingan nasional Indonesia yang strategis ada banyak di wilayah ini. Di sana ada Laut Cina Selatan, ada pula Laut Natuna, ada pula sumber minyak dan gas bumi. Sesuai dengan amanat konstitusi, semua itu harus bisa diamankan oleh penyelenggara negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar