18 Juli 2008

Kolinlamil Dalam Postur Angkatan Laut

All hands,
Ada dua peristiwa berbeda namun mempunyai titik temu dalam beberapa waktu terakhir. Beberapa waktu lalu seorang rekan yang lagi dinas di salah satu Lanal bertanya kepada saya soal rencana pengadaan kapal Landing Craft Tank oleh AD. Pertanyaan yang sekaligus informasi baru buat saya itu (karena saya nggak pantau berita itu), justru bersamaan waktunya dengan adanya wacana di beberapa rekan agar Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer) dilikuidasi. Sekali lagi, itu sekedar wacana di level bawah.
Apa alasan likuidasi Kolinlamil? Menurut yang punya ide, pertama tugas-tugas Kolinlamil mirip dengan Satuan Amfibi Armada. Kedua, kita nggak proyeksikan kekuatan keluar wilayah Indonesia, sehingga eksistensi Kolinlamil kurang relevan.
Setelah saya renungkan beberapa hari soal wacana itu, saya memutuskan berada pada posisi oppose alias nggak setuju dengan wacana itu. Mengapa begitu? Pertama, Kolinlamil itu bukan saja punya AL, tapi punya TNI. Lihat saja statusnya yang Kotama Binops (Komando Utama Pembinaan dan Operasi). Yang butuh Kolinlamil itu bukan saja AL, tapi juga TNI. TNI butuh bukan sekedar untuk angkutan lintas laut untuk kepentingan pembangunan seperti di masa Orde Baru, tapi juga untuk keperluan militer. Walaupun sekarang tugas angkutan laut militer berkurang dibanding beberapa tahun lalu.
Di masa lalu, Kolinlamil menjadi induk dari kapal-kapal niaga yang dimiliterisasi. Waktu operasi di Timor Timur tahun 1970-an begitu. Kapal-kapal niaga tidak ditempatkan di bawah Satfib, tapi di Kolinlamil.
Kedua, domain operasi Kolinlamil dengan Satfib Armada berbeda. Satfib itu untuk kepentingan tempur semata, khususnya opsfib. Memang di masa damai bisa saja kapal-kapal Satfib digunakan gantikan kapal-kapal Kolinlamil, tetapi di masa perang tidak akan seperti itu. Kembali lagi contoh kasusnya adalah di Timor Timur.
Memang betul bahwa AL kita belum mempunyai tugas proyeksi kekuatan. Yang dimaksud proyeksi kekuatan adalah ke luar wilayah Indonesia. Tapi bukan berarti karena itu lalu menjadi alasan kita nggak butuh Kolinlamil. Kalau Kolinlamil nggak ada, tugas-tugas angkutan laut militer akan diambil alih oleh AD yang kapalnya kita kenal sebagai kapal ADRI XXX. Karena saat ini dia satu-satunya di luar AL yang punya kapal, walaupun ukuran kapalnya lebih kecil dari LST-LST maupun kapal bantu lainnya punya kita. Bahkan dulu waktu di Timor Timur, AU juga punya kapal-kapal angkut sendiri yang dikenal sebagai AURI XXX.
Di Armada, selain Satfib ada pula Satban (Satuan Kapal Bantu) yang isinya beberapa tipe kapal bantu. Seperti kapal rumah sakit (BRS), bantu cair minyak (BCM) alias kapal tanker dan bantu angkut pasukan (BAP). Hubungannya dengan Kolinlamil, mungkin kita perlu kaji ulang hubungan antara kapal di Satban dengan di Kolinlamil.
Pada U.S. Navy dan Royal Navy yang punya organisasi seperti Kolinlamil yaitu Military Sealift Command (MSC) dan Royal Fleet Auxiliary (RFA), kapal-kapal bantu masuk di situ. Jadi kapal tanker, kapal rumah sakit, kapal munisi dan lain-lain masuk di MSC dan RFA. Kapal-kapal MSC berfungsi sebagai unsur pendukung kapal-kapal perang Armada Pasifik dan Armada Atlantik, yang selalu berstatus prepositioned ship.
Berangkat dari contoh itu, perlu kita kaji apa untung ruginya bila Satban Armada dilikuidasi dan digabungkan dengan Kolinlamil. Kolinlamil kan punya dua Satlinlamil, di Barat dan di Timur. Posisi kedua Satlinlamil berada dekat dengan dua Armada yang ada. Artinya, meskipun berada dalam dua Kotama yang beda, namun bisa kok dikoordinasikan tugas-tugasnya, bahkan mungkin di BKO-kan ke Armada.
Eksistensi Kolinlamil harus kita pertahankan, dengan catatan perannya perlu dimaksimalkan sehingga nggak timbul pandangan bahwa itu organisasi yang kurang relevan. Kalau tidak, matra lain yang tidak punya kaitan dengan domain maritim akan merebut domain yang selama ini diperankan oleh Kolinlamil. Substansinya adalah kita harus tahu di mana kita tempatkan Kolinlamil dalam postur kita.


Tidak ada komentar: