12 Maret 2010

Perang Adalah Pilihan

All hands,
Bernard Brodie ---seorang ahli strategi maritim di abad ke-20--- menyatakan bahwa war is an act of choice. Apakah suatu negara mau berperang atau tidak, itu adalah sebuah pilihan. Apakah kita akan berperang di wilayah sendiri atau membawa perang menjauh dari wilayah sendiri, itu adalah pilihan. Perang akan selalu terkait dengan kepentingan nasional suatu bangsa, sehingga suatu bangsa bisa saja melibatkan diri dalam perang orang lain karena merasa kepentingan nasionalnya terancam.
Hal itu bisa menjadi penjelasan mengapa Inggris bersikeras ikut berperang di Irak dan Afghanistan yang sebenarnya merupakan perangnya Amerika Serikat. Sementara Berlin dan Paris menjaga jarak dengan Washington dalam Perang Irak, meskipun pada kasus Afghanistan Jerman dan Prancis mengirimkan kekuatan daratnya.
Karena perang merupakan pilihan, banga Indonesia hendaknya mendefinisikan kembali untuk apa negeri ini didirikan oleh para Bapak Pendiri? Kaitannya dengan bagaimana sebenarnya sikap bangsa ini terhadap perang. Apakah kita akan memilih perang ataukah tidak ketika kepentingan nasional yang vital terganggu? Ataukah bangsa ini lebih mengutamakan soft power dalam mengamankan kepentingan nasional tersebut?
Clausewitz menyatakan bahwa war is a continuation of policy by other means. Kalau mengacu pada diktum Jenderal asal Prussia tersebut, perang bukanlah tindakan yang tidak terhormat. Memilih berperang bukanlah pelanggaran terhadap tata krama internasional, apalagi pelanggaran terhadap hukum internasional.
Negeri ini sejak berdiri telah mempunyai Angkatan Bersenjata. Organisasi itu dirancang untuk mengamankan kepentingan nasional, termasuk melalui cara perang. Sampai kini, kekuatan militer Indonesia masih dirancang untuk berperang, bukan untuk berdiplomasi di suatu ruangan yang nyaman disertai makanan dan minuman yang mengundang selera. Kalau demikian adanya, tidak berlebihan bila berasumsi bahwa pilihan perang masih belum dikesampingkan dalam kehidupan nasional bangsa ini.
Bertolak dari situ, pertanyaan berikutnya adalah apakah kita ingin meraih kemenangan atau kekalahan dalam perang? Bila jawabannya ingin meraih kemenangan, lantas apakah Angkatan Bersenjata negeri ini sudah dirancang dengan benar untuk to fight and win the war? Sebab percuma mengeluarkan biaya banyak tiap tahun untuk memelihara kekuatan militer namun kekuatan itu sebenarnya sekedar simbolis saja, tidak dirancang untuk to fight and win the war.

1 komentar:

Mitra mengatakan...

Salah satu ajaran Sun Tzu mengatakan "Jika lawan lebih lemah dari kita, hancurkan saja. Jika lawan berimbang, selesaikan dengan jalur diplomasi. Jika lawan lebih kuat, hindari pertempuran namun hancurkan mereka dari dalam (pecah belah)". Tidak heran jika hampir seluruh negara di dunia rela menyisihkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membangun kekuatan perangnya dengan tujuan agar perimbangan kekuatan akan menimbulkan efek deterence dan dapat menyelesaikan konflik dengan negara lain melalui meja perundingan. Pertanyaannya, apakah tidak ada ancaman agresi sama sekali terhadap negara kita sehingga kita memilih untuk soft power saja? Apakah kita dapat mengandalkan hanya melalui upaya diplomasi jika kita konflik dengan negara tetangga? Pasti Sun Tzu bilang "Tidak mungkin !!.... Kita tidak bisa berdiplomasi jika kita lebih lemah".
Salam.