03 Januari 2011

Operasi Berkerangka Outward Looking

All hands,
Domain maritim senantiasa menyediakan ruang ---bahkan memaksa--- siapapun penggunanya untuk berpikir outward looking. Oleh karena itu, tidak heran bila sejak zaman dahulu masyarakat yang tinggal di wilayah pantai lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan budaya lain dari seberang lautan. Situasi demikian melahirkan pula sejumlah ciri masyarakat pantai, di antaranya berpikir outward looking dan menganut budaya egaliter dibandingkan masyarakat yang tinggal di pedalaman.
Indonesia hidup di suatu kawasan dunia yang mayoritas didominasi oleh laut. Kondisi itu berkonsekuensi pada munculnya kewajiban Indonesia untuk turut menjaga stabilitas kawasan melalui penjagaan wilayah lautnya. Sebab seperti diketahui bersama, laut adalah urat nadi globalisasi sejak era dahulu kala. Hal ini hendaknya dipahami dengan benar oleh pihak-pihak terkait di Indonesia, sebab apa yang terjadi di perairan Indonesia akan berdampak pula terhadap stabilitas kawasan.
Dikaitkan dengan operasi yang selama ini digelar oleh militer Indonesia, ke depan paradigma operasi yang berkerangka outward looking harus dikembangkan. Sebab Angkatan Laut negeri ini harus berada dalam kerangka tersebut dan tidak bisa "mengasingkan diri". Kenapa operasi berkerangka outward looking harus dikembangkan? Jawabannya tak bukan karena ketidakmampuan Angkatan Laut menciptakan rasa aman di laut akan mengundang campur tangan pihak lain yang merasa dirinya lebih superior.
Campur tangan tersebut oleh Indonesia pasti akan dipersepsikan sebagai invasi atau minimal turut campur masalah dalam negeri. Di sinilah pentingnya militer Indonesia ---bukan saja Angkatan Laut--- untuk berpikir operasi dalam kerangka yang lebih luas yaitu outward looking. Indonesia yang berbatasan langsung di laut dengan 10 negara, memiliki tiga ALKI, mempunyai empat chokepoints, jelas nilai politiknya jauh lebih tinggi daripada sekedar tiga perbatasan darat.

Tidak ada komentar: