24 Februari 2009

Perjanjian (Tidak Suci) Lombok

All hands,
Siapapun yang menjadi Perdana Menteri Australia dan dari partai mana pun, tidak mengubah secara signifikan kebijakan pertahanan Australia. Kebijakan pertahanan Australia yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan keamanan nasionalnya mempunyai persepsi ancaman yang berasal dari utara. Meskipun selalu menyangkal bahwa yang dimaksud utara tidak identik dengan Indonesia, tetapi penyangkalan itu tetap sulit untuk dibantah. Sejak 2006, negeri yang didirikan oleh kaum kriminal tersebut terus mencermati rencana pengadaan kapal selam kelas Kilo oleh Indonesia, yang diyakini akan menggerus keunggulan mereka dalam peperangan bawah air.
Sehingga lahirnya Project SEA 1000 yang diharapkan akan terwujud pada sekitar 2025 bukanlah sesuatu yang mengherankan. Sebab dalam strategi pertahanan Australia, komponen maritim harus melakukan sea denial pada Sea-Air Gap di bagian utara benua. Selain sea denial, juga to protect Australia’s sea lanes of communication and support land forces as they deploy.
Soal sea denial dan sea control di perairan sebelah utara Australia merupakan bahasa yang wajib dalam kamus pertahanan Australia, siapapun yang menjadi Perdana Menteri di sana. Jangankan PM John Howard yang galak terhadap Indonesia, PM Kevin Rudd yang “santun” terhadap Indonesia juga berbicara dalam bahasa yang sama. Artinya apa?
Hanya satu, yaitu jangan pernah menganggap Australia adalah kawan Indonesia. Australia akan menikam Indonesia lagi cepat atau lambat. Kalau dulu menikam di Timor Timur, nanti dia akan menikam di Irian Jaya alias Papua.
Jangan terbuai dengan Perjanjian Lombok yang sepertinya diyakini oleh sebagian pihak di negeri ini yang pro perjanjian itu bagaikan kitab suci. Pihak-pihak yang pro perjanjian itu terkesan menganggap janji Australia dalam perjanjian tersebut soal keutuhan Republik Indonesia bagaikan janji Allah SWT kepada manusia akan datangnya hari kiamat. Maksudnya, Australia tidak akan pernah ingkar janji.
Jangan pernah lupa dengan AMS 1995 yang diteken PM Paul Keating dan diinjak-injak oleh PM John Howard pada 1999. Kemudian pada 2006 dengan tanpa dosa Howard yang keturunan narapidana tersebut membuat lagi perjanjian baru yaitu Perjanjian Lombok. Tunggu saja, cepat atau lambat Perjanjian Lombok akan diinjak-injak oleh Australia.
Berangkat dari situ, hendaknya pihak-pihak di Indonesia tidak usah terlalu bersemangat mewujudkan Perjanjian Lombok. Toh akan lebih banyak merugikan negeri ini di masa depan. Soal Perjanjian Lombok akan diinjak-injak hanyalah masalah waktu saja.
Sangat disayangkan ada pihak-pihak di negeri ini yang sangat antusias merealisasikan perjanjian tidak suci tersebut. Mungkin salah satu motivasinya karena berhutang budi kepada negeri keturunan para penjahat tersebut, sebab sudah dibantu materi untuk capacity building pada institusinya. Apalah artinya materi itu bila dibandingkan dengan martabat, harga diri, keutuhan dan kelangsungan hidup negeri ini di masa depan.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

waduw2 nulisnya sambil emosi yah mas

Anonim mengatakan...

Nggak kok. Memang sengaja saya pakai bahasa yang terang, jelas dan tidak multi tafsir. Kebiasaan bangsa ini kalau sudah pakai bahasa yang terang, jelas dan tidak multi tafsir baru paham. Kalau pakai bahas diplomatik, seringkali tidak menangkap maksud sebenarnya.