02 November 2008

Littoral Warfare dan Naval Gunfire Support (Bag-2)

All hands,
Pentingnya kemampuan naval gunfire support sesungguhnya bukan monopoli Angkatan Laut negara-negara maju saja. Bagi Angkatan Laut negara-negara berkembang, termasuk AL kita, kemampuan naval gunfire support juga penting, bahkan mungkin vital guna menjamin kepentingan nasionalnya masing-masing. Oleh karena itu, bagi AL kita penting untuk senantiasa menjaga kemampuan naval gunfire support sepanjang waktu. Untuk memelihara kemampuan itu, bentuknya bisa berupa latihan rutin, pendidikan dan latihan personel pengawak, pemeliharaan alutsista dan pengadaan alut baru.
Meskipun secara resmi negeri kita tidak mendeklarasikan negara-negara tertentu sebagai musuh, namun dalam prakteknya ada beberapa negara dan atau aktor non negara yang sewaktu-waktu dapat menjadi musuh karena adanya konflik.
Adapun konflik yang dimaksud adalah isu perbatasan maritim dan isu pemberontakan di dalam negeri dan atau separatisme.
Tentu menjadi pertanyaan mengapa hanya dua konflik itu yang disebutkan, sementara masih ada potensi konflik lainnya yang juga tak dapat diabaikan begitu saja? Sesuai dengan definisi naval gunfire support, misi kekuatan laut di dalamnya adalah memberikan bantuan tembakan kapal kepada satuan-satuan lain yang melaksanakan misi untuk mencapai tujuan yang telah digariskan oleh komando atas. Sehingga menurut pemahaman saya, isu konflik di Nusantara di mana naval gunfire support dapat berperan adalah pada kedua isu yang telah disebutkan sebelumnya.
Berikutnya soal daerah sasaran operasi. Dengan memfokuskan diri pada isu perbatasan maritim dan pemberontakan di dalam negeri dan atau separatisme, naval gunfire support akan dilaksanakan di wilayah kedaulatan Indonesia dan di luar wilayah kedaulatan Indonesia. Ketika hal itu dilaksanakan di wilayah kedaulatan Indonesia, naval gunfire support dapat saja menjadi gugatan bagi kalangan tertentu di dalam negeri yang mempertanyakan mengapa AL kita menembaki wilayah sendiri, bahkan mungkin warga negara Indonesia sendiri?
Jawaban atas gugatan tersebut setidaknya ada dua aspek. Pertama, aspek politik di mana pelaksanaan naval gunfire support adalah implementasi dari kebijakan politik pemerintah untuk melindungi keutuhan wilayah dan martabat dan wibawa bangsa. Kedua, aspek operasional di mana sasaran naval gunfire support adalah pada hostile area atau potentially hostile area, lepas dari kenyataan bahwa wilayah tersebut secara hukum adalah bagian dari wilayah Indonesia atau tidak.
Dalam isu perbatasan, naval gunfire support dilaksanakan di wilayah yang menjadi sengketa dengan pihak asing, seperti pulau-pulau terluar yang potensial diduduki oleh musuh. Terkait dengan naval gunfire support, hal itu dapat dilakukan dalam konteks untuk mengusir pihak musuh yang menduduki pulau-pulau terluar tersebut, baik melalui operasi pendaratan amfibi maupun lintas udara ataupun gabungan keduanya.
Bisa pula untuk menembaki wilayah negara musuh yang berkonflik soal perbatasan maritim dengan Indonesia. Sebagai contoh, Tawau bisa kita jadikan sasaran naval gunfire support bila situasi di Laut Sulawesi (Ambalat) bereskalasi menjadi konflik terbuka meskipun terbatas di wilayah itu saja. Yang penting ada payung udara dari AU kita bagi KRI yang beroperasi.
Sedangkan untuk menghadapi isu pemberontakan di dalam negeri, manfaat naval gunfire support telah didemonstrasikan dengan baik saat penyerangan terhadap Pulau Nasi, Aceh yang menjadi basis GAM. Dalam operasi itu, KRI Todak-803 dan KRI Lemadang-806 serta dibantu KRI Leuser-924 memberikan bantuan tembakan bagi pasukan Intai Amfibi dan Kopaska yang akan mendarat dan merebut Pulau Nasi. Seperti kita ketahui, meriam kedua kapal FPB-57 Nav V itu adalah Bofors SAK 57 mm/70 Mk.2.
Kasus penyerangan terhadap Pulau Nasi merupakan bukti bahwa AL kita harus senantiasa memelihara dan meningkatkan kemampuan naval gunfire support guna menunjang fire power. Kalau kita berdiskusi soal naval gunfire support, berarti kita harus pula menyentuh isu jenis senjata yang cocok buat itu. Nantikan kelanjutannya...

Tidak ada komentar: