09 November 2008

Senjata Anti Kapal Selam

All hands,
Ada idiom yang sangat terkenal di lingkungan Angkatan Laut soal peperangan kapal selam, yaitu untuk melawan kapal selam, senjata yang paling ampuh adalah kapal selam sendiri. Idiom ini memang benar, namun sekaligus tidak menafikan peran kapal atas air dan pesawat udara dalam peperangan kapal selam.
Kalau kita berbicara tentang peperangan kapal selam, tentu tidak akan lepas dari senjata anti kapal selam. Senjata anti kapal selam terdiri secara garis besar dari ranjau, bom laut (depth charge), roket anti kapal selam (ASROC) dan sudah pasti torpedo. Di sini pembahasan hanya difokuskan pada bom laut, roket anti kapal selam dan torpedo.
Bom laut dijatuhkan dari kapal atas air pada wilayah perairan yang dicurigai terdapat kehadiran kapal selam lawan. Bom ini bekerja berdasarkan mekanisme penyetelan kedalaman yang dikehendaki. Misalnya kita menghendaki dia meledak pada kedalaman 150 meter, maka sebelum diluncurkan bom laut akan di-set pada kedalaman itu.
Sampai saat ini bom laut masih digunakan secara luas oleh berbagai Angkatan Laut di dunia. Menurut informasi yang dapat dipercaya, AL kita dulu pernah melaksanakan bombardemen pakai bom laut di Laut Jawa terhadap kapal selam tak dikenal. Kapal selam itu mengalami kerusakan cukup parah sehingga harus kembali ke Guam. Ternyata yang dibombardir kapal selam milik U.S. Navy dan yang membombardir pun kapal fregat eks U.S. Navy kelas Claud Jones alias kelas Samadikun yang di AL kita lebih dikenal sebagai kapal DE (destroyer escort).
Roket anti kapal selam diluncurkan dari kapal atas air. Soal kedalaman ledakan juga dapat diatur sesuai kebutuhan operasi. Kalau di Angkatan Laut negara-negara Barat dikenal sebagai ASROC, seperti yang terpasang pada korvet kelas Fatahillah milik AL kita.
Di Angkatan Laut Rusia (dan eks Pakta Warsawa), salah satu senjata jenis ini yang terkenal adalah RBU-6000. RBU-6000 yang terpasang di korvet kelas Parchim AL kita sesungguhnya merupakan campuran antara roket dan bom laut (depth charge). Karena nama aslinya adalah RBU-6000 Depth Charge Rocket Launcher. Di AL Rusia dikembangkan roket anti kapal selam jenis RPK-8, yang merupakan penggabungan dari dua sistem senjata yang berbeda yaitu 212 MM 90R Antisubmarine Rocket dan RBU-6000 Depth Charge Rocket Launcher.
Torpedo adalah senjata anti kapal selam yang sangat ampuh dan sangat ditakuti. Berdasarkan pemandunya, torpedo terbagi atas homing guidance, acoustic guidance (passive), acoustic homing (active), wake homing dan wire-guided. Dari semua itu, banyak yang berpendapat bahwa wire-guided torpedo lebih bagus karena hit probability-nya lebih dari 90 persen.
Sedangkan berdasarkan ukuran, torpedo terbagi dua yaitu lightweight torpedo dan heavyweight torpedo. Yang membedakan lightweight torpedo dengan heavyweight torpedo selain pada diameternya, juga pada jarak jangkaunya. Jarak jangkau heavyweight torpedo rata-rata di atas 20 km, bisa sampai 40-50 km tergantung jenis torpedonya. Sedangkan lightweight torpedo rata-rata di bawah 20 km.
Soal kapan menggunakan lightweight atau heavyweight torpedo, selain menyangkut jarak sasaran dari kapal peluncur, juga seberapa besar sasaran yang akan dihancurkan. Untuk kapal atas air dengan tonase 3.000 ton ke atas tentu akan lebih ampuh bila menggunakan heavyweight torpedo.
Kapal-kapal perang kita dilengkapi torpedo yang kita punya adalah lightweight torpedo Mk.46 buatan Amerika Serikat dan A244S buatan Italia. Sedangkan kapal selam mengandalkan heavyweight torpedo jenis SUT (Surface Underwater Torpedo). SUT merupakan wire-guided torpedo yang sesuai namanya dapat diluncurkan untuk sasaran atas air maupun bawah air.

Ada pihak yang berpendapat bahwa suatu kapal air sebaiknya dipersenjatai oleh senjata anti kapal atas air jarak dekat, jarak menengah atau jarak jauh. Jarak dekat itu roket anti kapal selam, jarak menengah berupa lightweight torpedo dan jarak jauh yaitu heavyweight torpedo. Sebagian pihak menilai desain kapal seperti korvet Fatahillah dan Parchim ideal untuk peperangan anti kapal selam. Selain dipersenjatai torpedo, juga dilengkapi roket anti kapal selam untuk bela diri.
Bagaimana agar senjata anti kapal selam itu bisa bekerja sesuai fungsi asasinya? Jawabannya tergantung dari hasil kinerja sensor, yaitu sonar. Apabila sonarnya bagus, dapat berfungsi dengan baik dan didukung oleh operator yang mumpuni, sonar akan menemukan sasaran buat senjata anti kapal selam.
Masalahnya menjadi operator sonar itu tidak gampang, dia harus bisa bedakan beragam suara di laut, baik suara ikan, suara mesin kapal niaga yang biasanya berisik maupun suara mesin kapal perang yang jauh lebih senyap. Apalagi suara mesin kapal selam.

2 komentar:

sarwoeks mengatakan...

wah,boleh tahu kapan tuh kita melakukan bombardir kapal selam di laut jawa?? jaman trikora dwikora kah???

makasih

salam

Anonim mengatakan...

Tahun 1970-an akhir