19 Desember 2008

Jangan Bonuskan Wilayah Maritim

All hands,
Salah satu perjanjian kontroversial di bidang pertahanan adalah Defense Cooperation Agreement (DCA). Kontroversi karena banyak hal, di antaranya tak sebandingnya antara perjanjian itu dengan Perjanjian Ekstradisi yang juga disepakati. Dengan kata lain, DCA adalah barter dari Perjanjian Ekstradisi. Untung saja DCA tidak bisa diimplementasikan, sehingga mungkin tidak berlebihan kalau menyatakan perjanjian itu gagal.
Kegagalan DCA bukan saja merupakan pukulan terhadap Singapura sebagai negara, tetapi juga individu-individu yang terlibat di dalam tim perundingan. Salah satu prominent person dalam delegasi Singapura saat itu adalah Brigadir Jenderal Bernard Tan Kok Kiang. Ketika itu menjabat Direktur Intelijen Gabungan pada Kementerian Pertahanan Singapura.
Sang Jenderal adalah salah satu individu yang sangat terpukul dengan gagalnya DCA, sebab hal itu berarti akhir dari karir militernya. Jabatan berikutnya yang sudah menunggu yaitu menjadi orang nomor satu di AD negeri kecil, kaya, rakus dan licik itu terpaksa harus dilupakan. DCA gagal, jabatan Kepala Staf AD melayang. Ha...ha...ha...
Setelah DCA gagal, sang Jenderal harus rela dipindahkan ke Singapore Technology Engineering. ST Engineering adalah BUMN Singapura yang terkemuka dan merupakan salah satu tulang punggung industri pertahanan Singapura.
Indonesia masih memiliki masalah batas wilayah laut di Singapura yang sampai kini masih dirundingkan. Entah kapan selesai, paling cepat sepertinya tahun depan. Itu pun asalkan Singapura tidak bersikeras menghitung batas laut di antara kedua negara dari titik terluar reklamasi, sebab Indonesia selalu menuntut perhitungan harus dari wilayah daratan alamiah negeri itu.
Selama ini karena batas wilayah laut belum jelas, patroli AL kita sering main kucing-kucingan dengan patroli Singapura. Patroli mereka seringkali masuk ke perairan yang Indonesia klaim dan kabur begitu mendeteksi kehadiran unsur kita. Walaupun sering diprotes lewat jalur sesama Angkatan Laut, kelakuan mereka tetap sama. Sementara ROE kita tetap ROE masa damai yang sifatnya umum.
Seandainya nanti tercapai kesepakatan soal batas wilayah laut kedua negara, semoga perjanjian batas maritim itu tidak diiringi oleh sejumlah kontroversi lagi. Tahun 2009 merupakan tahun rawan bagi Indonesia, karena digelarnya pemilu. Peserta pemilu legislatif dan presiden butuh uang banyak dan Singapura punya itu.
Jangan sampai uang yang dipasok Singapura harus dibayar dengan hal-hal yang merugikan kepentingan nasional, termasuk bonus batas wilayah laut. Perintah bonus pasti datang dari atas, persis kayak kasus DCA. DCA kan beyond the ”layman” authority.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

setuju!
musuh negara kita yang paling picik : Singapore + Malaysia