22 Juli 2010

Keuntungan Dari Kunjungan Robert Gates

All hands,
Penguasa Pentagon Robert Gates hari ini dijadwalkan mengunjungi Jakarta dalam rangkaian turnya ke Asia. Sebelumnya eks orang no.1 di Langley, Virginia ini berkunjung ke Asia Timur untuk membahas perilaku Pyongyang terkait isu nuklir dan penenggelam kapal korvet milik Seoul. Kunjungan orang no.1 di Pentagon sebenarnya merupakan hal yang rutin di Indonesia, tetapi tentu saja Indonesia harus bisa mendapat keuntungan dari kunjungan kali ini.
Bisa atau tidaknya meraih keuntungan tergantung pada kejelian penentu kebijakan, khususnya di Departemen Pertahanan. Ada baiknya daripada merindukan bulan, lebih baik keuntungan yang diraih realistis saja. Misalnya, daripada sibuk melobi Pentagon soal pengadaan pesawat tempur baru, mengapa tak meminta peningkatan kerjasama keamanan maritim yang selama ini sudah terjalin. Kalau pada fase pertama Uwak Sam sudah "berbaik hati" menghibahkan sejumlah radar pengamatan maritim di Selat Malaka dan Laut Sulawesi, belum terlambat bagi Jakarta untuk meminta "kebaikan hati" Washington seri kedua.
Yaitu mewujudkan kerjasama intelligence sharing di bidang keamanan maritim yang secara formal sudah disepakati antar para petinggi pertahanan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya. Toh kalau realisasi kerjasama itu terwujud, akan menguntungkan Indonesia dan Amerika Serikat juga. Meningkatnya kemampuan Indonesia menjaga keamanan maritim di wilayahnya berarti meringankan beban Amerika Serikat. Hendaknya dipahami bahwa sejak Perang Dingin, Washington sangat gemar dengan tema burden sharing di bidang pertahanan. Lihat saja berapa APBN Jepang dan Korea Selatan setiap tahunnya yang harus dialokasikan untuk menanggung keberadaan militer Broer Sam di wilayah mereka.
Harus diingat bahwa kedua negara terikat dalam Comprehensive Partnership, yang harus diterjemahkan dengan cerdas oleh Indonesia. Jangan sampai Comprehensive Partnership tidak bisa direalisasikan, khususnya dalam bidang pertahanan, karena pikiran "tidak sesuai kekinian" dari pihak tertentu yang sudah terdogma dengan politik bebas aktif. Demi kepentingan nasional, apapun harus ditempuh Indonesia dan posisi kepentingan nasional adalah di atas dari politik bebas aktif.
Kepentingan nasional adalah segalanya bagi setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia, sehingga kebijakan luar negeri harus diabdikan pada kepentingan nasional. Bukan sebaliknya kepentingan nasional disubordinasikan demi kepentingan nostalgia kebijakan yang sudah tidak mengandung makna kekinian lagi.

Tidak ada komentar: