30 Agustus 2010

Berpikirlah Dan Bertindaklah Realistis

All hands,
Kasus Tanjung Berakit dengan segala seri lanjutannya menunjukkan adanya kesenjangan antara sikap nasional di bidang diplomasi dengan suara mayoritas rakyat. Suara mayoritas rakyat yang dimaksud di sini adalah kelompok masyarakat, legislatif dan kelompok lainnya. Kesenjangan terjadi karena sikap nasional di bidang diplomasi dianggap hidup di negeri antah berantah, sementara suara mayoritas rakyat hidup di bumi. Meskipun suara mayoritas bukan jaminan akan kebenaran, akan tetapi dalam kasus terakhir dengan Negeri Tukang Klaim nilai kebenaran (yang bersifat relatif) justru berada di bumi dan bukan di negeri antah berantah.
Suara penghuni bumi melihat bahwa tindak tanduk Negeri Tukang Klaim sangat melecehkan martabat dan harga diri bangsa Indonesia. Akibatnya para penghuni bumi merasa sirri-nya (meminjam istilah di tanah asal Jusuf Kalla) dilecehkan, sehingga mereka bergerak dengan cara mereka sendiri. Salah satu tuntutan penghuni bumi adalah keberanian pengambil keputusan nasional untuk bersikap tegas terhadap Negeri Tukang Klaim.
Celakanya, aspirasi penghuni negeri antah berantah tidak sejalan dengan suara penghuni bumi. Dari sini kemudian timbul kekecewaan terhadap penghuni negeri antah berantah yang dianggap tidak paham dengan situasi di lapangan. Mungkin ada perbedaan soal cakupan sirri antara penghuni bumi dengan penghuni negeri antah berantah. Kondisi ini semestinya tidak terjadi apabila penghuni negeri antah berantah menyadari bahwa status mereka sebenarnya adalah penghuni bumi yang bernama Indonesia. Indonesia sebagai negara bangsa mempunyai kepentingan nasional dan di pundak para penghuni negeri antah berantah itulah dipikul kewajiban untuk mengamankan kepentingan nasional tersebut.
Apakah Indonesia sebagai negara bangsa masih ingin eksis di dunia internasional? Kalau iya, sikap nasional di bidang diplomatik harus membumi alias mengacu pada kepentingan nasional. Lupakan cita-cita perdamaian dunia yang absurd, karena itu tidak akan pernah ada di dunia ini. Dunia diplomasi harus paham dengan kepentingan nasional Indonesia dan melaksanakan aspirasi itu, termasuk menjaga martabat dan harga diri bangsa.
Menurut teori, kalau dunia diplomasi sudah gagal, maka giliran Angkatan Laut yang berdiplomasi. Diplomasi Angkatan Laut mempunyai nilai sopan santun sendiri yang berbeda dengan sopan santun para diplomat Dunhill. Kapan Angkatan Laut akan menggelar diplomasi? Jawabannya singkat, ketika ada guts untuk menjaga marwah bangsa dari kepemimpinan nasional.

Tidak ada komentar: