09 Februari 2011

Pelajaran Dari Perang Malvinas

All hands,
Hingga saat ini, Perang Malvinas 1982 merupakan perang terakhir yang menghadapkan dua kekuatan maritim secara berimbang. Kekuatan maritim Inggris disebarkan ke sasaran yang berjarak 8.000 mil laut dari wilayahnya untuk merebut kembali Kepulauan Malvinas alias Kepulauan Falkland dan Kepulauan Georgia Selatan dari tangan kekuatan maritim Argentina. Pasca Perang Malvinas, belum ada lagi preseden tentang pertempuran laut mutakhir sampai akhir dekade pertama abad ke-21.
Ada banyak pelajaran yang dapat ditarik Angkatan Laut di dunia, termasuk Angkatan Laut Indonesia dari kasus Perang Malvinas. Satu di antaranya adalah kecepatan respon kekuatan maritim Inggris dengan Royal Navy sebagai ujung tombaknya. Hanya tiga hari sejak Kepulauan Malvinas direbut dan diduduki oleh Argentina serta wilayah perairan dan udaranya berada dalma kendali Buenos Aires, kekuatan maritim Inggris sudah berangkat meninggalkan pangkalannya di Inggris dan beberapa kawasan dunia lainnya. Artinya, cuma perlu tiga hari untuk menyusun suatu kekuatan siap tempur guna merespon kontinjensi.
Kecepatan menyusun kekuatan itu sebenarnya dirancang untuk menghadapi perang dengan Uni Soviet. Namun ternyata lawan yang dihadapi bukanlah kekuatan maritim yang dipersenjatai dengan ribuan senjata nuklir, tetapi kekuatan maritim konvensional milik Argentina.
Pertanyaannya, andaikata terjadi kontinjensi di Indonesia dengan kasus mirip Kepulauan Malvinas, berapa hari yang dibutuhkan untuk menyusun kekuatan maritim guna disebarkan dan digunakan di wilayah kontinjensi? Kekuatan maritim yang dimaksud di sini mencakup kekuatan Angkatan Laut sendiri, kekuatan Angkatan Darat, kekuatan Angkatan Udara dan kekuatan armada pelayaran niaga nasional. Sekali lagi pertanyaannya, berapa hari yang dibutuhkan untuk menyusun kekuatan tersebut? Penting untuk diingat bahwa kecepatan merespon kontinjensi akan menentukan pula keluaran atau hasil akhir dari kontinjensi tersebut, apakah menjadi pihak pemenang atau pecundang.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

dear All hands,
we do knew all about going on falkland island. That's a main sample for our national TNI. But I pessimistically would say that in our country RI there are so much potential source to develop to reorganize and re-modernize our naval force. But in fact factually both DOK KODJA BAHARI & PT PAL are not sufficient to support that futuristic goals. our country is happier or more stagnant for the recent and last achievement of naval force. factually we do have KOBANGDIKAL which is supporting to make those goals real.first step we must nationalize our all foreign invested companies. than after rapid growth shows clearly we apply what we call "optimistic and maximum Essential Naval Force". our people would be just yes-man if the RI applies what really necessary to develop
By LODAYA BUANA
Highest Commander of BALAMATI SPECIAL FORCE PADJAJARAN IMPERIUM