28 Juni 2008

Torpedo dan Strategi Anti Akses

All hands,
Untuk mengembangkan strategi anti akses, salah satu senjata pamungkas adalah torpedo. Kita punya kemampuan untuk kembangkan torpedo, sudah dilaksanakan oleh PT. DI melalui lisensi torpedo SUT. Cuma masalahnya sebagian besar komponen torpedo itu masih diimpor dari Eropa sebagai pemberi lisensi.
Itu tantangan nyata bagi kita. Memang ada keinginan untuk kembangkan torpedo sendiri. Keinginan demikian patut untuk dihargai, namun dibutuhkan waktu yang lama agar kita bisa menguasai teknologi torpedo secara mandiri. Karena ilmu-ilmu tentang pengembangan torpedo harus kita curi dan sangat keliru kalau harapkan orang lain akan sumbangkan ilmu itu kepada kita.
Pertanyaannya, apakah ada program pemerintah dan industri terkait untuk kembangkan torpedo secara mandiri? Kalau ada bagus. Tetapi tetap saja ada masa transisi ketika teknologi torpedo dicoba untuk dikuasai.
Dalam masa transisi itu, AL tetap butuh torpedo untuk kepentingan operasional. Itu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda menunggu program torpedo nasional selesai. Artinya, kita tetap membutuhkan pasokan torpedo dari luar selama jangka waktu itu.
Masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa pasokan torpedo akan lancar sesuai kebutuhan kita. Masalah politik dapat mengalahkan soal uang. Meskipun kita punya uang, kalau penjual tidak mau jual kepada kita karena alasan politik, kita tidak bisa apa-apa.
Ingat, RI Matjan Tutul mandul hadapi kapal destroyer Belanda karena nggak punya torpedo. Kapalnya dijual oleh Jerman Barat ke Indonesia, tapi torpedonya tidak. Beberapa tahun lalu pun kita diembargo oleh Barat, akibatnya pengadaan senjata strategis kita dan suku cadangnya terhambat. Bukan nggak mungkin kasus serupa RI Matjan Tutul akan terjadi lagi di masa depan, dalam arti kapal diberikan tapi tanpa senjata.
Yang perlu kita antisipasi seandainya kita sepakat untuk mengembangkan strategi anti akses adalah upaya invisible hands hambat pengadaan torpedo untuk kita. Kecuali torpedo yang kita beli dari Rusia misalnya, itu pun tidak ada jaminan 100 persen. Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah kita harus mengembangkan strategi ini secara diam-diam dan tidak agresif.
Ini juga nggak gampang, karena negara-negara maju punya data berapa rata-rata Indonesia beli torpedo dalam jangka waktu tertentu. Dengan data itu, mereka bisa memperhitungkan berapa kira-kira torpedo yang tersedia di arsenal kita.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sepertinya kita harus seperti Israel sekitar tahun 1960an ketika mereka mencuri cetak biru Mirage III milik Prancis dan membangunnya sendiri dengan nama Kfir,atau bisa juga dengan reverse engineering alias barang kita beli trus kita preteli dan kemudian komponen2 nya kita produksi sendiri
(taufik)