06 Mei 2008

Håfa Adai, Guam!

All hands,
Isu reposisi pangkalan militer Amerika Serikat ke Guam, sebagaimana yang dibahas di AL kita ternyata dimunculkan oleh delegasi Amerika Serikat dalam USIDBDD medio April 2008 silam di Pentagon. Dalam kegiatan tersebut, para petinggi Pentagon memberitahukan kepada Indonesia soal reposisi tersebut. Buat kita tentu saja itu bukan kejutan karena sudah diketahui jauh hari sebelumnya.
Reposisi pangkalan ke Guam tentu akan memberikan dampak terhadap Indonesia, karena jarak dari Pulau itu ke Papua atau Maluku cuma sekitar 2.000 mil laut. Hal itu kita mesti antisipasi, karena secara tidak langsung akan berdampak terhadap keamanan nasional, khususnya keamanan maritim. Bagaimanapun, Asia Tenggara yang tidak stabil bukan sesuatu yang diharapkan oleh Washington.
Agar supaya tidak terlalu membebani anggaran pertahanan, program relokasi yang direncanakan rampung pada 2014, sebagian di antaranya dibiayai oleh Jepang. U.S. Pacom Commander Admiral Tim Keating bilang bahwa, ”We will improve our ability to respond in an agile, flexible, powerfull manner by moving some forces out of Okinawa and down to Guam”. Artinya, reposisi itu tidak akan berpengaruh terhadap respon Amerika Serikat dalam menyikapi perkembangan kawasan.
Seperti diketahui, kehadiran U.S. Pacom adalah to create the conditions for security and prosperity across the entire region, leading to peace and political liberalization. This requires forward-based U.S. forces that will prevail in any conflict as well as operate and cooperate with regional allies, partners, and friends. Begitu kata sang Panglima, yang pernah menjadi anak buah Jenderal Tommy Frank waktu Operasi Iraqi Freedom tahun 2003.
Berdiskusi soal reposisi pangkalan, tentu ada yang bertanya mengapa pindah ke Guam? Setidaknya ada dua alasan untuk itu. Pertama, Guam adalah wilayah kedaulatan Amerika Serikat dan di mata Washington penduduknya cukup patriotis. Dengan reposisi ke sana, tidak akan ada demo anti pangkalan militer seperti yang dialami di Okinawa yang selama ini menjadi homebase bagi 8.000 personel III MEF. Selain itu, di Guam sudah tersedia fasilitas pangkalan yang lengkap buat U.S. Navy, U.S. Marine Corps dan U.S. Air Force. Di sana ada Apra Harbor Naval Base yang merupakan pelabuhan alam dan mampu disinggahi kapal induk dan kapal, di situ U.S. Navy punya depo arsenal, ada pula Lanud Andersen beserta fasilitas dukungan logistik, arsenal dan weapon range. Sebagai informasi, reposisi ke Guam seiring pula dengan penegasan QDR 2006, bahwa armada Angkatan Laut akan hadir lebih besar di Samudera Pasifik, yang mana direncanakan penyesuaian postur dan pangkalan untuk menghadirkan setidaknya enam kapal induk dan 60 persen kekuatan kapal selam ke kawasan itu untuk mendukung pelibatan, kehadiran dan penangkalan.
Kedua, Global Defense Posture Review. Amerika Serikat menetapkan empat tantangan terhadap keamanan nasionalnya, yaitu traditional challenges, irregular challenges, catastrophic challenges dan disruptive challenges. Untuk menghadapinya, para perencana pertahanan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan (saat itu) Donald Rumsfeld melakukan pembenahan terhadap defense establishment yang di antarannya mencakup pula to rethink, redesign, and reposition the U.S military posture at home and abroad according to a rational design reflecting contemporary security condition yang dilaksanakan melalui GDPR.
Ada tiga isu penting dalam GDPR, yaitu (i) penyesuaian kehadiran di Eropa melalui pemisahan dari struktur warisan Perang Dingin, (ii) reforming kekuatan di Pasifik, dengan peningkatan penekanan pada kemampuan untuk menjamin sekutu lebih efektif, dissuade pesaing potensial, menangkal agresor dan mengalahkan musuh bila diharuskan demikian, dan (iii) mengembangkan fleksibilitas operasi dan keragaman dalam pilihan yang dibutuhkan untuk menghadapi ketidakpastian di arc of instability ---dari Afrika Utara hingga Timur Tengah dan Asia Selatan hingga Asia Tenggara.
Proses rethink, redesign and reposition postur militer tidak dapat dilepaskan dari situasi dunia pasca Perang Dingin. Di masa Perang Dingin, Amerika Serikat butuh base bagi kekuatan militer heavy forces di kawasan di mana mereka diharapkan bertempur, yaitu Eropa Tengah dan Korea. Sekarang negeri itu butuh tempat place bagi kekuatannya, karena transformasi pertahanan yang dilaksanakan oleh Rumsfeld menekankan pada kekuatan yang smaller, lighter, more mobile forces.
Tak aneh bila Doktrin U.S. Navy beralih dari Forward...From The Sea menjadi Sea Power 21 yang salah satu elemennya adalah sea base, di mana sea base adalah inti dari doktrin tersebut. Sea basing merupakan pilihan masa kini menggantikan forward presence/basing yang digunakan di masa lalu. Perubahan itu pula yang melahirkan paradigma “place, not base“, diperkenalkan oleh Quadrennial Defense Review (QDR) 2001.
Paradigma “place, not base” membuat Amerika Serikat meninjau ulang eksistensi pangkalannya di seluruh dunia. Ada pangkalan yang ditutup, dipertahankan, bahkan ada pula yang dibangun baru. Kini Washington menetapkan status semua pangkalan di luar negeri dalam tiga tipe, yaitu main operating base (MOB), forward operating site (FOS) dan cooperative security location (CSL).
MOB adalah pangkalan yang ditempati oleh pasukan secara permanen dengan infrastruktur yang lengkap, misalnya pangkalan di Jerman, Jepang dan Korea Selatan. FOS merupakan pangkalan dengan “warm facilities”, yaitu fasilitas yang relatif lengkap, terdapat propositioned equipment, namun hanya diawaki secara permanen oleh personel militer dengan jumlah terbatas, seperti di negeri kecil, licik dan rakus di utara Pulau Batam. CSL yaitu fasilitas dengan kehadiran permanen personel militer Amerika Serikat yang sangat terbatas atau bahkan tidak sama sekali dan pemeliharaannya dilakukan oleh kontraktor pertahanan atau negara tuan rumah, contohnya di Senegal.
Sebagai implementasi GDPR, disusun program BRAC/Base Realigment and Closure. Pada tanggal 16 Agustus 2004, musuh Michael Moore yaitu Presiden Bush mengumumkan rencana memulangkan sekitar 60.000 hingga 70.000 personel militer dan sekitar 100.000 anggota keluarga personel dan pegawai sipil dari pangkalan-pangkalan di luar negeri dalam jangka waktu 10 tahun mendatang.
Para pejabat militer Amerika Serikat dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa negeri itu is a Pacific nation. Maksudnya, dia tetap akan terus mempertahankan kehadirannya di Pasifik. Apalagi kini muncul Cina yang diprediksi akan menjadi peer competitor di masa depan. Oleh karena itu, Cina harus terus diawasi, termasuk dalam pembangunan kekuatan militer. Saat ini Washington tengah mencoba kekuatan ekonomi Cina dengan memainkan harga minyak. Pada saat yang sama, isu Tibet bergema. Seperti dinyatakan oleh Adm Keating, ”China’s military is growing: They are operating in areas of the Pacific where they had not operated before, and they are developing systems and platforms that are, while not at the same level of capability of ours, not insignificant in their capability and capacity and volume. So we’re watching very carefully the Chinese military’s tactics, techniques, and procedures”.
Bagi Indonesia, reposisi ke Guam meningkatkan arti penting sekaligus posisi kritis ALKI II dan ALKI III bagi kepentingan Amerika Serikat di kawasan. ALKI II dan ALKI III merupakan jalur perlintasan tetap Gugus Tugas U.S. PacFlt dalam patroli rutin di AOR U.S. Pacom. Seperti diketahui, Washington sejak 2005 mulai mewaspadai aktivitas teroris di Laut Sulawesi yang merupakan pintu keluar masuk ALKI II bagian utara.
Nggak aneh bila dalam beberapa tahun terakhir negara itu selalu meminta kepada kita untuk mengadakan latihan bersama dengan materi berupa E-MIO, seperti VBSS dengan lokasi yang dia pilih sendiri. Washington juga ”bermurah hati” memberikan bantuan radar pengawasan maritim pada tiga lokasi di sekitar Selat Makassar, seperti halnya program IMSS di sepanjang Selat Malaka sisi Indonesia.
Pada sisi lain, meskipun kapal niaga dan kapal tanker yang menggunakan ALKI II volumenya belum sebesar Selat Malaka, namun diprediksi akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang seiring dengan bertambahnya jumlah kapal bertipe VLCC di dunia. Selain itu, meningkatnya volume perdagangan antara Australia dengan negara-negara di Asia Timur, khususnya Cina berarti menambah jumlah lalu lintas niaga yang melewati ALKI II. Cina saat ini merupakan salah satu mitra dagang terbesar Australia, meskipun dalam bidang politik dan keamanan, kedua negara masih menemui banyak ketidaksepakatan.
Kerjasama pertahanan Washington-Canberra juga menempatkan ALKI II dan ALKI III bernilai strategis sekaligus kritis dalam kerjasama mereka. Salah satu kesepakatan kerjasama pertahanan kedua negara adalah dijadikannya wilayah Australia Utara sebagai tempat latihan bagi militer Amerika Serikat, seperti MEU (SOC) yang sehari-hari afloat dalam Gugus Tugas Expeditionary Strike Group. Fasilitas di Australia Utara digunakan oleh MEU (SOC) sebagai tempat latihan di sela-sela penyebaran mereka ke kawasan Asia Pasifik yang rata-rata berjangka enam bulan.
Posisi Guam secara geografis lebih dekat dengan Australia dibandingkan dengan pangkalan Amerika Serikat di Asia Timur. Untuk itu, jaminan akan keamanan ALKI II dan ALKI III merupakan suatu hal yang mutlak bagi Amerika Serikat. Perlu diketahui bahwa dalam Menteri Pertahanan Amerika Serikat ke Australia Februari 2008, agendanya antara lain menghadiri konsultasi tingkat Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara (Australia-United States Ministerial (AUSMIN) Consultations).
Dari AUSMIN 2008 dihasilkan komunike bersama, yaitu:
2.1 Aliansi Amerika Serikat-Australia
2.2 Kerjasama kedua negara menghadapi tantangan bersama
2.3 Kerjasama kawasan
2.4 Counter proliferation
2.5 Hubungan pertahanan

Dalam aspek kerjasama pertahanan Amerika Serikat-Australia, kedua negara setuju untuk memperkuat kerjasama di bidang trade defence cooperation, di bidang latihan lewat Exercise Talisman Sabre 2009 dan closer cooperation in intelligence matters. Selain itu, kedua pihak “agreed to establish a joint investment program to develop a combined considering it important to enhance their ability to respond to contingencies in the region. They agree to work on the details of the agreement over the coming year”.
Poin yang terakhir ini yang sebaiknya diantisipasi oleh Indonesia. Ujung-ujungnya bisa menyerempet ke kawasan sekitar ALKI II dan III yang masih fragile saat ini. Dengan reposisi ke Guam, Indonesia makin dekat dengan CG militer Amerika Serikat. Selama hubungan dengan Washington naik turun, maka kita sepertinya masih tetap harus bersiap menghadapi kontinjensi.
Si Yu'os Ma'åse'

Tidak ada komentar: