11 Mei 2009

Prioritas Kemampuan Pertahanan

All hands,
Kedekatan Indonesia-Rusia dalam beberapa tahun terakhir tersirat dalam Defending Australia In The Asia Pacific Century; Force 2030. Terkesan bahwa Australia tidak senang dengan hal tersebut, sebab akan menggerus dominasi kekuatan militer Australia di kawasan. Meningkatnya kemampuan daya pukul Indonesia, khususnya kekuatan laut dipandang mengancam kepentingan negeri itu. Sehingga lumrah bila prioritas pembangunan kekuatan militer Australia difokuskan pada peperangan bawah air.
Sudah pasti ada berbagai cara Australia untuk mengerdilkan upaya pembangunan kekuatan laut Indonesia ke depan. Misalnya menggunakan tangan pihak lain dalam soal pengadaan kapal selam baru Indonesia. Atau bila hal itu tidak berhasil, upaya lainnya adalah bagaimana mengerdilkan kemampuan alutsista baru AL kita nantinya.
Pembangunan kekuatan laut negeri ini masih sulit untuk diarahkan pada upaya perimbangan kekuatan, sebab ketulusan pemerintah untuk membangun AL seringkali pasang surut. Dengan semakin kuatnya kekuatan laut Australia ke depan, lalu apa sebenarnya langkah antisipatif dari pemerintah, khususnya Departemen Pertahanan?
Departemen Pertahanan selama ini terkesan tidak mempunyai prioritas kebijakan dalam pengembangan kekuatan pertahanan. Dari tiga matra TNI, mana yang diprioritaskan? Pernyataan soal prioritas itu bukan sekedar pernyataan politik, tetapi realisasi di lapangan. Dengan menjadi Buku Putih Pertahanan Australia 2009 sebagai perbandingan, di sana prioritasnya adalah pada kekuatan laut dan udara. Kenapa begitu? Karena keduanya memiliki kemampuan proyeksi kekuatan sehingga diharapkan harus mampu memukul musuh ketika masih jauh dari daratan Australia.Sementara Indonesia baru bisa pada konsep muluk, tetapi realisasi miskin kemauan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sejak jaman orde baru kekuatan darat diperkuat, karena doktrin lawan kalau menginjak kaki di indonesia baru di hancurkan. Dan memang segila-gilanya negara lain, tidak akan berani menginjakkan kaki di tanah indonesia.
Baru 10 thn terakhir ini mata telinga dan pikiran terbuka, bahwa milyaran dollar hilang karena lemahnya pengawasan laut.
Sekarang banyak badan yang merasa paling bertanggung jawab dgn masalah laut. Dari bea cukai, polairud, bahkan bakorkamla punya kapal perang juga.
Solusi coast guard dan tni al tampaknya yg paling tepat. Tni al fokus menuju green water navy utk 20 thn kedepan, sehinggak hanya punya 2000 ton warship ke atas.

Kendala pengadaan alutsista selalu di katakan dana. Apakah memang itu atau kurangnya semangat dan kesadaran akan pengamanan teritori nkri??

two hands,
bs