08 Oktober 2008

Terbang Sambar Laut

All hands,
Di banyak negara, para penerbangan Angkatan Laut lebih suka disebut sebagai naval aviator, bukan naval pilot. Karena istilah pilot itu seolah sudah milik para penerbang Angkatan Udara. Salah satu contoh naval aviator yang tidak sukses itu yah John S. McCain, calon penghuni Gedung Putih dari Partai Republik. Seperti kita ketahui, John S. McCain berambisi menggantikan posisi George W. Bush, penerbang Air National Guard yang juga tidak sukses.
Kenapa McCain dicap nggak sukses? Dia beberapa kali jatuhkan pesawat selama karirnya selama jadi naval aviator. Dan menurut hasil penyidikan tim keselamatan penerbangan U.S. Navy, itu karena faktor pilot, bukan sistem pesawat. McCain terkenal seolah-olah dia penerbang yang hebat hanya karena pesawat tempur F-4 Phantom-nya ditembak jatuh oleh Vietnam Utara dan terus dia jatuh tawanan perang.
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, penerbangan Angkatan Laut itu kekuatannya sama dengan Angkatan Udara. Bahkan peran mereka pun sudah masuk tugas strategis seperti penyerangan udara. Sementara di negara-negara berkembang, naval aviation lebih banyak berfokus pada patroli maritim. Hanya beberapa negara saja yang punya kapal induk dengan pesawat tempur di geladaknya, seperti Thailand dan India.
Karena fokus pada patroli maritim, maka para naval aviator di negara-negara berkembang berbeda dengan para air force pilot. Kalau air force pilot terbangnya pasti tinggi-tinggi, 15.000 kaki ke atas, justru naval aviator itu kalau patroli sekitar 10.000 kaki atau bahkan di bawahnya. Sebab meskipun pesawat patroli maritim dilengkapi dengan sejumlah peralatan deteksi canggih, namun mereka tetap saja sewaktu-waktu harus terbang pada ketinggian 500-1000 kaki dari permukaan laut untuk pastikan sasaran.
Karena alasan itu pula, sebagian besar naval aviation masih lebih andalkan pesawat turboprop untuk patroli maritim dibandingkan pesawat jet. Selain soal konsumsi bahan bakar, pesawat jet riskan diajak terbang sambar-sambar laut. Selain itu, kecepatan minimal pesawat turboprop lebih rendah daripada jet, sehingga cocok untuk terbang lambat di atas laut.
Memang U.S. Navy sedang mau gantikan pesawat P-3C Orion dengan pesawat yang berbasis B-737 atau yang sekelas untuk patroli maritim. Sebab P-3 Orion itu kan aslinya pesawat Lockheed Electra. Buat kita yang dibesarkan tahun 1970-1980-an, pasti dulu sering lihat pesawat Lockheed Electra di tanah air. Bahkan mungkin sebagian dari kita pernah menaikinya, karena dulu Mandala Airline operasikan pesawat itu sebelum digantikan oleh B-737-200 pada tahun 1993-an.
Pesawat Electra itulah yang jadi basis dari P-3 Orion. Pesawat Electra itu besar, roda-roda pendaratnya tinggi. P-3C Orion itu engine-nya empat. Kalau dia sedang kejar sasaran di atas permukaan laut (biasanya kapal selam), dia akan kurangi kecepatan dan engine yang dioperasikan cuma dua. Jadi ada mesin di kiri dan kanan pesawat yang di-shut down-kan.
PT Dirgantara Indonesia lagi upayakan pemasaran CN-235 MPA ke negara-negara lain. Sejauh ini yang sudah pakai pesawat itu adalah AU kita, dengan catatan itu pesawat MPA gadungan. Karena kalau pesawat MPA asli, dia punya kemampuan endus kapal selam. CN-235 MPA AU itu nggak bisa.
Insyaallah dalam dua tiga tahun ke depan Penerbangan AL kita akan dilengkapi dengan CN-235 asli, bukan gadungan. Memang sudah seharusnya begitu, karena patroli maritim itu fungsi aslinya adalah deteksi kapal selam. Dan itu adalah bisnis inti Angkatan Laut di manapun di dunia.

Tidak ada komentar: