31 Oktober 2008

Perang Pabrikan Kapal Selam

All hands,
Tanpa kita sadari, Indonesia sekarang sedang menjadi medan pertempuran para produsen kapal selam, yaitu Rubin Rusia, Ferrostaal AG-Howaldtswerke Deutsche Werft Gmbh (HDW) Jerman dan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan. Yang menarik adalah terjadinya perang satu perguruan antara Jerman dan Korea Selatan, karena Jerman gurunya Korea Selatan dalam ilmu kapal selam.
Kalau kita mau lihat lebih jernih, upaya perluasan pasar DSME sudah pasti diterjemahkan sebagai ancaman bagi pasar kapal selam HDW di Indonesia. Indonesia sejak 1977 telah menjadi pasar bagi HDW, di mana HDW adalah galangan kapal utama di Jerman yang memproduksi kapal selam. Oleh karena itu, penting bagi Jerman dan khususnya HDW untuk memastikan bahwa Indonesia tidak beralih ke produsen kapal selam lainnya.
Sebagai ilustrasi, periode 1960-2000 HDW telah memproduksi 102 unit kapal selam diesel elektrik untuk 15 negara dan HDW juga memiliki saham mayoritas pada galangan kapal selam Kockum Swedia dan Hellenic Shipyard Yunani yang juga membuat kapal selam berdasar lisensi HDW.
Perang antara guru dan murid ini sebaiknya dimanfaatkan betul oleh Indonesia agar negeri dapat menarik berbagai keuntungan. Hal-hal yang dapat dimanfaatkan kebanyakan bersifat teknis dengan mengacu pada pengalaman pengoperasian kapal selam kelas U-209/1300 selama ini. Sebab bagaimanapun, keinginan HDW untuk mempertahankan pasarnya bermotif bisnis sehingga Indonesia sebenarnya memiliki posisi tawar yang cukup kuat terhadap HDW.
Berdasarkan pengalaman mengoperasikan kapal selam kelas U-209/1300, Indonesia menghadapi berbagai tantangan sehingga penggunaan kemampuan kapal selam itu sesuai dengan perancangannya belum dapat dilakukan secara maksimal. Berangkat dari situ, apabila Indonesia berdasarkan berbagai kalkulasi politik, ekonomi dan teknis lebih prefered dengan tawaran HDW, maka berbagai pengalaman itu sudah semestinya dijadikan salah satu pertimbangan untuk menentukan spesifikasi kemampuan kapal selam yang diinginkan. Seperti kebutuhan akan sonar yang bukan saja mampu mendeteksi baringan dan jarak terhadap kapal selam lawan, tetapi juga mengetahui apakah posisi kapal selam lawan low (kedalaman kapal selam lawan lebih dalam daripada kapal selam kita) ataukah high (kedalaman kapal selam lawan lebih dangkal daripada kapal selam kita).
Itu bagian dari pembangunan kemampuan peperangan anti kapal selam, sehingga kapal selam yang dimiliki harus memenuhi aspek teknis sebagai kapal selam pemburu kapal selam (hunter killer submarine/SSK). Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan karena kini Indonesia telah “dikepung” oleh negara-negara yang mengoperasikan kapal selam.
Mumpung orang lain sedang ”naksir” kita, yah kita juga harus eksploitasi mereka buat sebesar-besarnya keuntungan kita. Walau kita masih berstatus konsumen, tapi jangan begitu saja dengan gampang iyakan paparan teknis dari produsen. Kita harus minta lebih!!! Toh keuntungan dia dari jual kapal selam jangka panjang kok. Sekali dia jual kapal selam, selama kapal itu masih kita operasikan maka ketergantungan logistik kita yah kepada dia. Artinya dia untung bukan saja dari nilai penjualan kapal selam, tetapi juga dari pemeliharaan.
Indonesia adalah pemain pertama kapal selam di Asia Tenggara, sehingga sudah seharusnya kita lebih jago dalam peperangan kapal selam dibandingkan negara-negara lain di kawasan.

Tidak ada komentar: