24 Desember 2010

Independensi Jerman Dalam Penjualan Kapal Selam

All hands,
Jerman merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang menguasai teknologi kapal selam dan mampu memproduksi kapal selam. Untuk kapal selam jenis konvensional alias diesel elektrik, Jerman adalah salah satu produsen utama selain Prancis dan Rusia. Posisi ini menempatkan negeri yang pernah hancur lebur di akhir Perang Dunia Kedua sangat strategis di mata Amerika Serikat dalam soal proliferasi teknologi kapal selam.
Sebagai negara adidaya, sangat wajar apabila Amerika Serikat berupaya membatasi peredaran kapal selam beserta teknologinya, termasuk kapal selam konvensional yang biayanya lebih murah dibandingkan kapal selam nuklir. Berlin termasuk dalam sasaran Washington untuk dikendalikan dalam soal itu. Sebagai contoh, beberapa tahun lalu ada upaya dari perbankan Amerika Serikat untuk menguasai HDW.
Mengapa Washington begitu bernafsu mengendalikan Jerman? Tak lain karena kebijakan Jerman soal kapal selam dan teknologinya selama ini cukup independen. Berlin tidak suka dengan cara-cara Washington untuk mengendalikan atau turut campur dalam kebijakan soal penjualan kapal selam dan teknologinya ke negara-negara lain.
Kebijakan Jerman soal kapal selam dan teknologi secara umum ada dua, pertama negara konsumen tidak memusuhi atau menggelar perang terhadapnya. Kalau persyaratan ini dipenuhi, dijamin suku cadang akan terus mengalir dengan lancar ke negara konsumen selama kapal selam buatan Jerman yang mereka operasikan masih operasional. Kedua, Jerman tidak terlalu pelit menyebarkan teknologi kapal selam lewat lisensi dan co-production. Tetapi harus dipahami di sini cetak biru teknologi yang diberikan tidak 100 persen, seperti yang dialami oleh Seoul.
Kapan suatu negara bisa mendapat berkah penyebaran teknologi kapal selam dari Jerman? Jawabannya singkat, ketika Jerman diuntungkan secara politik dan ekonomis dari program itu. Keuntungan ekonomis misalnya kapal selam yang dibeli di atas lima buah. Harus diingat bahwa program dan lisensi beserta biaya yang harus dibayarkan oleh negara lain atas kemurahan hati Jerman itu sudah dihitung secara ekonomis. Artinya, tak mungkin Jerman merugi dari program kerjasama itu.
Kalau Indonesia berminat untuk lisensi dan atau co-production, secara ekonomis harus berani membeli kapal selam dalam jumlah "banyak" dari Jerman. Adapun secara politis, Indonesia harus mau "berkawan" dengan Jerman. Kalau tidak mau "berkawan" tetapi ingin teknologi kapal selamnya, sama saja dengan mimpi di siang bolong.

Tidak ada komentar: