All hands,
Penerbangan Angkatan Laut di manapun di dunia tidak lepas dari doktrin mata dan telinga armada. Doktrin mata dan telinga armada mulai muncul dan berkembang ketika penerbangan Angkatan Laut diintegrasikan sebagai bagian integral dari Angkatan Laut di negara-negara maju pada dekade kedua dan ketiga abad ke-20. Saat itu pesawat udara mulai digunakan secara intensif oleh Angkatan Laut negara-negara maju, termasuk penggunaan kapal induk sebagai pangkalan pesawat udara. Manfaat dari doktrin mata dan telinga armada bisa dilihat dari berbagai pertempuran laut di Samudera Atlantik maupun Samudera Pasifik pada Perang Dunia Kedua, di mana dalam perang terhadap U-Boat Jerman dan kapal permukaan Jepang, Angkatan Laut Sekutu secara optimal menggunakan pesawat udara sebagai mata dan telinga armada.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, doktrin mata dan telinga armada berkembang menjadi doktrin pangkalan udara di laut. Doktrin ini berkembang khusus pada Angkatan Laut yang mengoperasikan kapal induk. Dengan doktrin pangkalan udara di laut, penerbangan Angkatan Laut bertambah kemampuannya yaitu mampu memberikan pukulan terhadap kekuatan laut dan udara lawan. Salah satu contoh terbaik adalah peran yang dimainkan oleh Angkatan Laut Inggris dalam Perang Malvinas alias Perang Falkland pada 1982, di mana kekuatan militer Inggris bertumpu kapal induk beserta pesawat udara di atasnya.
Bagi Indonesia, masih menjadi tantangan yang harus diterus untuk memperkuat doktrin mata dan telinga armada. Penerbangan Angkatan Laut hanya bisa mewujudkan doktrin itu apabila difasilitasi dengan sistem senjata yang memadai. Sebagai contoh, pesawat patroli maritim ke depan semuanya harus dilengkapi dengan perangkat deteksi jarak jauh. Pesawat itu dituntut pula untuk mampu melaksanakan peperangan elektronika, sebab peperangan elektronika merupakan menu wajib dalam konflik masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar