All hands,
Dalam beberapa minggu terakhir, Mesir dilanda oleh gejolak politik yang menuntut pergantian rezim. Pergolakan politik itu mempunyai magnet yang besar, karena banyak negara asing yang berkepentingan dengan negeri piramida tersebut. Dibandingkan dengan Tunisia yang telah lebih dahulu mengalami revolusi, nilai strategis Mesir jauh lebih besar.
Salah satu nilai strategis yang kurang diungkap oleh media massa adalah nilai strategis Terusan Suez yang merupakan salah satu choke point dunia. Siapa pun yang nantinya akan menjadi penguasa baru di Kairo andaikan pemimpin saat ini turun dengan cara apapun, akan menentukan pula bagaimana soal pengendalian Terusan Suez. Negara-negara Barat plus Israel tentu tak ingin pemerintahan baru nantinya di Kairo memiliki sikap politik yang kurang bersahabat dengan mereka. Termasuk dalam isu Terusan Suez yang di masa lalu dijadikan kartu truf oleh Gamal Abdel Nasser yang tak bersahabat dengan Barat dan Israel.
Indonesia sudah mempunyai pengalaman soal pergolakan politik yang terjadi pada 1998. Ketika itu, negara-negara yang berkepentingan dengan choke point negeri ini juga mengawasi dengan seksama. Mereka tak ingin penguasa baru di Jakarta tak bersahabat dengannya. Dari kasus pergolakan politik di Mesir dan Indonesia menunjukkan bahwa ada korelasi antara gejolak politik dengan keamanan maritim pada negara-negara yang memiliki choke point.
1 komentar:
Choke point di Indonesia memang perlu pengkajian serius mengingat geografi negara kita yang berbentuk kepulauan menjadikan choke point strategisnya tersebar di semua penjuru. Dihadapkan dengan "center of gravity Indonesia" yang masih diperdebatkan (Jakarta kah atau Selat Makassar dan Laut Sulawesi?) menjadikan "choke point prioritas" kita masih kurang tajam. Apakah kita akan selalu menggunakan jurus katak lompatnya Jenderal Douglas Mc Arthur untuk keamanan maritim kita?
Salam
Posting Komentar