All hands,
Sejak 1960-an negara-negara maju mengembangkan ASROC sebagai salah satu senjata untuk menggempur kapal selam yang bersembunyi di kolom air. Pendekatan ini dianut baik oleh NATO maupun Pakta Warsawa. Namun memasuki era 1990-an ke atas, terlihat persimpangan jalan yang memisahkan rancangan kapal perang NATO dan eks Pakta Warsawa khususnya Rusia. Sementara pihak yang terakhir tetap mengembangkan ASROC, pihak yang pertama boleh dikatakan telah meninggalkan ASROC.
Perhatikan kapal kombatan keluaran NATO, tak ada lagi yang mengadopsi ASROC. Sebaliknya, kapal perang buatan Rusia masih tetap mengadopsi ASROC generasi terbaru. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia mempunyai dua jenis kapal kombatan yang dilengkapi dengan ASROC. Yang pertama adalah korvet kelas Fatahillah, sedangkan yang kedua adalah korvet kelas Parchim. Kedua kapal perang tersebut merupakan kapal kombatan generasi 1980-an. Kapal perang terbaru Indonesia yaitu korvet kelas Sigma sama sekali tidak mempunyai ASROC, sebab desain kapal itu mengikuti pola pikir yang dianut NATO. Bagi NATO, ketidakhadiran ASROC sama sekali tak mengurangi kemampuan peperangan anti kapal selam, sebab eksistensi torpedo sudah lebih memadai daripada ASROC.
Pertanyaannya, apakah kapal kombatan Indonesia ke depan perlu dilengkapi dengan ASROC? Jawaban atas pertanyaan ini hanya dua, ada yang menganggap perlu, ada pula yang berpendapat tidak perlu. Kalau dianggap perlu, semoga jawaban itu bukan karena berdasarkan pertimbangan tunggal bahwa di arsenal masih banyak sistem senjata itu sehingga mubazir kalau tidak digunakan. Sedangkan bagi yang berpendapat sebaliknya, hendaknya dilengkapi dengan argumen taktis operasional yang mumpuni pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar