All hands,
Dalam strategi pertahanan suatu negara, biasanya dinyatakan dengan jelas kemampuan kekuatan pertahanan yang dibangun. Secara strategis, kemampuan itu antara lain menyangkut kemampuan terlibat dalam berapa kawasan pelibatan dalam waktu yang sama. Apakah satu pelibatan, dua pelibatan atau lebih dari itu?
Kawasan pelibatan terkait dengan aspek operasional. Apabila suatu Angkatan Bersenjata, termasuk Angkatan Laut di dalamnya, dirancang untuk mampu bertempur di lebih dari satu kawasan pelibatan, maka salah satu hal kritis yang harus diantisipasi sejak dini adalah aspek logistik. Aspek logistik dituntut harus mampu menyediakan logistik bagi dua kekuatan ---katakanlah Gugus Tugas--- di dua kawasan pelibatan secara simultan. Satu di antara yang kritis dari aspek logistik adalah ketersediaan munisi, khususnya munisi untuk meriam, rudal dan torpedo bagi Angkatan Laut.
Soal yang satu ini kritis karena terkait beberapa hal. Pertama, persediaan di arsenal. Apakah pengadaan selama ini sudah dirancang untuk mengantisipasi dua kawasan pelibatan. Begitu pula dengan mempertimbangkan aspek penyusutan kemampuan sistem senjata itu karena termakan oleh usia, sehingga harus ada pemusnahan yang secara ideal diikuti dengan penggantian munisi baru dalam jumlah yang sama.
Kedua, otorisasi penjualan dari negara produsen. Bisa jadi rencana pengadaan munisi untuk meriam, rudal dan torpedo sudah dirancang untuk mengantisipasi dua kawasan pelibatan secara simultan, namun negara produsen tidak memenuhi kebutuhan tersebut sesuai permintaan negara konsumen. Ada atau tidak adanya otorisasi dari negara produsen akan mempengaruhi kemampuan sesungguhnya untuk bertempur atau terlibat kontinjensi di dua kawasan pelibatan sekaligus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar