All hands,
Kata postur bukan sesuatu yang aneh dan baru di telinga kita yang sehari-hari bergelut dalam domain pertahanan dan militer, termasuk AL. Kalau ditanya apa itu postur, mayoritas dari kita akan jawab postur terdiri dari kuat, puan dan gelar. Yah, tidak ada yang salah dengan jawaban itu karena memang itulah adanya. Kuat, puan dan gelar.
Namun pahamkah kita bahwa ada sesuatu yang lebih besar, atau bisa juga disebut lebih filosofis, tentang postur. Yaitu postur merupakan sikap politik suatu negara bangsa untuk merespon ancaman atau tantangan terhadap kepentingan nasionalnya. Yah…postur adalah sikap politik. Atau meminjam istilah Laksda Suwarso (alm), postur adalah sikap mental bangsa.
Sikap mental yang bagaimana? Jawabannya sederhana, ofensif atau defensif? Maksudnya, postur yang dikembangkan itu untuk tujuan ofensif atau defensif? Sejauh ini dalam beberapa literatur yang pernah saya baca soal postur, pilihannya cuma dua, ofensif atau defensif. Tidak ada pilihan ketiga yang di tengah-tengah yang biasanya sangat disukai dan digemari oleh Indonesia.
Singkatnya, postur DEFENSIF AKTIF yang dulu (dan mungkin sampai sekarang) dibangga-banggakan oleh Indonesia itu omong kosong. Tidak ada dasar ilmiahnya!!! Lagi pula apa sih defensif aktif? Ujung-ujungnya kan menyerang musuh juga sebelum dia serang kita.
Teorinya kan begitu!!! Soal available means alias alutsista yang tersedia, urusan belakangan. Kembali ke defensif aktif, itu kan cuma bahasa dewa aja agar Indonesia tidak dicap negara ofensif. Padahal pilihan cuma ada dua, ofensif atau defensif. Karena kita takut dicap negara yang tidak santun, dibikinlah konsep tanpa dasar itu yaitu defensif aktif.
Dalam kondisi kini, pilihan postur kita cuma dua, ofensif atau defensif??? Mau serang duluan atau tunggu musuh masuk dulu baru bergerilya??? Itu pun yang bergerilya kan cuma para pecinta konsep gerilya. Bergerilya di tengah hutan, padahal hutannya entah kemana sekarang. Udah habis dibabat semua.
Daripada bergerilya, saya lebih suka pilih bangun AL. Dengan adanya AL, setidaknya kita bisa cegah musuh di laut. Dan sekaligus bisa proyeksi kekuatan ke wilayah agresor. Kuncinya tinggal pemerintah, mau apa nggak proyeksi kekuatan? Mau apa nggak bangun AL?
Kata postur bukan sesuatu yang aneh dan baru di telinga kita yang sehari-hari bergelut dalam domain pertahanan dan militer, termasuk AL. Kalau ditanya apa itu postur, mayoritas dari kita akan jawab postur terdiri dari kuat, puan dan gelar. Yah, tidak ada yang salah dengan jawaban itu karena memang itulah adanya. Kuat, puan dan gelar.
Namun pahamkah kita bahwa ada sesuatu yang lebih besar, atau bisa juga disebut lebih filosofis, tentang postur. Yaitu postur merupakan sikap politik suatu negara bangsa untuk merespon ancaman atau tantangan terhadap kepentingan nasionalnya. Yah…postur adalah sikap politik. Atau meminjam istilah Laksda Suwarso (alm), postur adalah sikap mental bangsa.
Sikap mental yang bagaimana? Jawabannya sederhana, ofensif atau defensif? Maksudnya, postur yang dikembangkan itu untuk tujuan ofensif atau defensif? Sejauh ini dalam beberapa literatur yang pernah saya baca soal postur, pilihannya cuma dua, ofensif atau defensif. Tidak ada pilihan ketiga yang di tengah-tengah yang biasanya sangat disukai dan digemari oleh Indonesia.
Singkatnya, postur DEFENSIF AKTIF yang dulu (dan mungkin sampai sekarang) dibangga-banggakan oleh Indonesia itu omong kosong. Tidak ada dasar ilmiahnya!!! Lagi pula apa sih defensif aktif? Ujung-ujungnya kan menyerang musuh juga sebelum dia serang kita.
Teorinya kan begitu!!! Soal available means alias alutsista yang tersedia, urusan belakangan. Kembali ke defensif aktif, itu kan cuma bahasa dewa aja agar Indonesia tidak dicap negara ofensif. Padahal pilihan cuma ada dua, ofensif atau defensif. Karena kita takut dicap negara yang tidak santun, dibikinlah konsep tanpa dasar itu yaitu defensif aktif.
Dalam kondisi kini, pilihan postur kita cuma dua, ofensif atau defensif??? Mau serang duluan atau tunggu musuh masuk dulu baru bergerilya??? Itu pun yang bergerilya kan cuma para pecinta konsep gerilya. Bergerilya di tengah hutan, padahal hutannya entah kemana sekarang. Udah habis dibabat semua.
Daripada bergerilya, saya lebih suka pilih bangun AL. Dengan adanya AL, setidaknya kita bisa cegah musuh di laut. Dan sekaligus bisa proyeksi kekuatan ke wilayah agresor. Kuncinya tinggal pemerintah, mau apa nggak proyeksi kekuatan? Mau apa nggak bangun AL?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar