All hands,
Selama ini kita menghitung postur lewat kalkulasi tempur alias kalpur. Seiring dengan berjalannya waktu, kita sadar ada yang salah dengan penggunaan kalpur untuk postur. Dan selanjutnya kita cari metode lain yang lebih tepat untuk merancang postur AL ke depan.
Metode kalpur memang kurang tepat untuk hitung postur. Untuk kepentingan taktis, kalpur bisa saja dipakai. Kalpur itu kan perhitungannya antara lain didasari oleh luas wilayah yang dapat dipantau oleh surveillance radar, jarak jangkau rudal, meriam dan torpedo yang kemudian dihadapkan dengan luas wilayah perairan yurisdiksi kita. Dengan kalkulasi tempur, bisa ”dihitung” berapa tembakan peluru meriam atau rudal untuk tenggelamkan satu kapal lawan.
Kalau metode itu kita pakai juga untuk hitung postur, ujung-ujungnya kita ketemu jumlah kapal yang diperlukan. Antara 250-500 kapal, tergantung siapa yang hitung. Ha..ha..ha..
Tentu kapal sebanyak itu nggak realistis dengan kemampuan fiskal pemerintah kita. U.S. Navy saja sampai awal 2008 kapalnya ”cuma” 313, berbagai jenis. Ketika Admiral Mike Mullen masih jadi Chief of Naval Operation tahun 2006 dan luncurkan ide a thousand-ship Navy/TSN, orang-orang jadi teringat six-hundred Navy-nya jaman Presiden Reagan tahun 1980-an. Walaupun sebenarnya kalau kita pelajari konsep TSN, kapal U.S. Navy bukan akan jadi 1000. Itu cuma konsep kerjasama AL, Coast Guard dan komponen maritim lainnya di seluruh dunia sehingga kapalnya banyak, untuk jamin keamanan maritim.
Lagi pula kita sama-sama paham, kalpur itu cuma perhitungan matematis di atas kertas. Kalau sudah di alam nyata, tentu tidak akan seperti itu. Misalnya, kita belum perhitungkan kemampuan peperangan elektronika/pernika lawan. Rudal yang kita tembakkan belum tentu hantam sasaran, sangat mungkin dia terpancing decoy lawan. Surveillance radar kita juga belum tentu berfungsi sebagaimana seharusnya, sangat mungkin dia akan ”buta” karena di-jammed lawan.
Yah soal soft-kill kita masih lemah. Jadi boro-boro hard-kill, soft-kill saja masih jadi pekerjaan rumah buat kita. Kalau kita sudah nggak berdaya dengan soft-kill, gimana bisa andalkan meriam, torpedo dan rudal untuk hard-kill? Soft-kill nggak masuk dalam kalpur, namun realitanya itu eksis. Yang masuk dalam kalpur cuma hard-kill.
Selama ini kita menghitung postur lewat kalkulasi tempur alias kalpur. Seiring dengan berjalannya waktu, kita sadar ada yang salah dengan penggunaan kalpur untuk postur. Dan selanjutnya kita cari metode lain yang lebih tepat untuk merancang postur AL ke depan.
Metode kalpur memang kurang tepat untuk hitung postur. Untuk kepentingan taktis, kalpur bisa saja dipakai. Kalpur itu kan perhitungannya antara lain didasari oleh luas wilayah yang dapat dipantau oleh surveillance radar, jarak jangkau rudal, meriam dan torpedo yang kemudian dihadapkan dengan luas wilayah perairan yurisdiksi kita. Dengan kalkulasi tempur, bisa ”dihitung” berapa tembakan peluru meriam atau rudal untuk tenggelamkan satu kapal lawan.
Kalau metode itu kita pakai juga untuk hitung postur, ujung-ujungnya kita ketemu jumlah kapal yang diperlukan. Antara 250-500 kapal, tergantung siapa yang hitung. Ha..ha..ha..
Tentu kapal sebanyak itu nggak realistis dengan kemampuan fiskal pemerintah kita. U.S. Navy saja sampai awal 2008 kapalnya ”cuma” 313, berbagai jenis. Ketika Admiral Mike Mullen masih jadi Chief of Naval Operation tahun 2006 dan luncurkan ide a thousand-ship Navy/TSN, orang-orang jadi teringat six-hundred Navy-nya jaman Presiden Reagan tahun 1980-an. Walaupun sebenarnya kalau kita pelajari konsep TSN, kapal U.S. Navy bukan akan jadi 1000. Itu cuma konsep kerjasama AL, Coast Guard dan komponen maritim lainnya di seluruh dunia sehingga kapalnya banyak, untuk jamin keamanan maritim.
Lagi pula kita sama-sama paham, kalpur itu cuma perhitungan matematis di atas kertas. Kalau sudah di alam nyata, tentu tidak akan seperti itu. Misalnya, kita belum perhitungkan kemampuan peperangan elektronika/pernika lawan. Rudal yang kita tembakkan belum tentu hantam sasaran, sangat mungkin dia terpancing decoy lawan. Surveillance radar kita juga belum tentu berfungsi sebagaimana seharusnya, sangat mungkin dia akan ”buta” karena di-jammed lawan.
Yah soal soft-kill kita masih lemah. Jadi boro-boro hard-kill, soft-kill saja masih jadi pekerjaan rumah buat kita. Kalau kita sudah nggak berdaya dengan soft-kill, gimana bisa andalkan meriam, torpedo dan rudal untuk hard-kill? Soft-kill nggak masuk dalam kalpur, namun realitanya itu eksis. Yang masuk dalam kalpur cuma hard-kill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar