All hands,
Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang dengan bangga mengklaim dirinya berada pada posisi strategis dalam geopolitik dunia. Namun klaim membanggakan itu nyaris tidak pernah diimplementasikan di lapangan, hanya sebatas klaim di atas kertas. Akibatnya posisi Indonesia yang strategis lebih bermanfaat bagi orang lain daripada bagi kita. Mungkin ini akibat dari kebiasaan membanggakan nenek moyang kita seorang pelaut.
Tanpa harus melihat ke ratusan atau ribuan tahun lampau ketika konsep nation state belum dikenal, puluhan tahun silam para founding fathers kita sangat sadar dengan posisi geopolitik kita. Tak heran bila pada awal 1950-an Presiden Soekarno mencanangkan pembangunan AL, awal 1960-an hasilnya sudah terlihat jelas. Dengan menjadi salah satu kekuatan laut terkuat di kawasan Asia Pasifik, status Indonesia dengan sendirinya naik.
Disadari atau tidak, Bung Karno sangat sadar akan nilai geopolitik kekuatan laut. Apa itu geopolitik kekuatan laut? Geopolitik kekuatan laut terkait dengan kondisi geografi di mana AL dapat bermanuver untuk mengamankan kepentingan strategis negaranya. Manuver merupakan salah satu ciri yang senantiasa melekat pada peperangan laut. Seperti kata Norman Friedman, geography does deeply influence what navies can do and cannot do.
Lalu, apa saja komponen geopolitik kekuatan laut? Komponennya adalah trade routes, access and strategic straits, position and dominance dan basing. Pertanyaannya, dari empat komponen geopolitik kekuatan laut, mana yang Indonesia tidak punya? Setidak-tidaknya kita punya tiga dari empat komponen. Thanks God…alhamdulillah.
Cuma masalahnya, sudahkah kita mensyukuri nikmat Tuhan itu? Silakan jawab sendiri... Yang pasti, meskipun kita belum maksimal mengeksploitasi geopolitik kekuatan laut, Jakarta termasuk satu dari 25 pelabuhan dunia yang banyak disinggahi oleh pelayaran dunia. Itu data 10 tahun lalu dari Lloyd's Maritime Information Services, London. Bagaimana dengan saat ini ketika ISPS Code berlaku dari hanya 16 terminal dan pelabuhan Indonesia yang comply menurut U.S. Coast Guard?
Dengan mempunyai sedikitnya tiga komponen geopolitik kekuatan laut, sudah sewajarnya dan seharusnya Indonesia mempunyai kekuatan laut yang diperhitungkan di kawasan. Kekuatan itu selain dirancang untuk mengamankan kepentingan nasional, juga secara tidak langsung akan bertindak sebagai a force for good untuk mengamankan tiga komponen itu. Dengan tiga komponen itu, sebenarnya daya tawar Indonesia di dunia itu cukup tinggi.
Cuma kembali ke bangsa ini lagi, mau tidak manfaatkan itu. Kita tak perlulah selalu menjadi bangsa yang santun. Sekali-sekali kita “jepit” bangsa lain yang nakal sama kita lewat kontrol terhadap komponen geopolitik kekuatan laut itu. Sebab untuk mengamankan kepentingan nasional, instrumen militer, khususnya AL, adalah salah satu pilihan yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kalau Singapura macam-macam sama kita, ancam saja dengan ranjau. Dijamin dia akan menurut sama kita. Kita sudah sama-sama tahu kok, dia kalau kita ajak diskusi soal ranjau di perairan yang akses ke wilayah dia, dia takut dan minta tak diekspos.
Para founding fathers kita sangat paham soal geopolitik kekuatan laut. Pertanyaannya, bagaimana dengan kita saat ini? Sekarang kembali ke bangsa ini, mau tidak membangun AL. Modal geopolitik kita sudah punya, given. Adanya komponen geopolitik kekuatan laut yang ditunjang oleh kekuatan laut yang memadai akan kembali menaikkan martabat bangsa Indonesia di kawasan dan dunia. Pilihannya, mau atau tidak?
Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang dengan bangga mengklaim dirinya berada pada posisi strategis dalam geopolitik dunia. Namun klaim membanggakan itu nyaris tidak pernah diimplementasikan di lapangan, hanya sebatas klaim di atas kertas. Akibatnya posisi Indonesia yang strategis lebih bermanfaat bagi orang lain daripada bagi kita. Mungkin ini akibat dari kebiasaan membanggakan nenek moyang kita seorang pelaut.
Tanpa harus melihat ke ratusan atau ribuan tahun lampau ketika konsep nation state belum dikenal, puluhan tahun silam para founding fathers kita sangat sadar dengan posisi geopolitik kita. Tak heran bila pada awal 1950-an Presiden Soekarno mencanangkan pembangunan AL, awal 1960-an hasilnya sudah terlihat jelas. Dengan menjadi salah satu kekuatan laut terkuat di kawasan Asia Pasifik, status Indonesia dengan sendirinya naik.
Disadari atau tidak, Bung Karno sangat sadar akan nilai geopolitik kekuatan laut. Apa itu geopolitik kekuatan laut? Geopolitik kekuatan laut terkait dengan kondisi geografi di mana AL dapat bermanuver untuk mengamankan kepentingan strategis negaranya. Manuver merupakan salah satu ciri yang senantiasa melekat pada peperangan laut. Seperti kata Norman Friedman, geography does deeply influence what navies can do and cannot do.
Lalu, apa saja komponen geopolitik kekuatan laut? Komponennya adalah trade routes, access and strategic straits, position and dominance dan basing. Pertanyaannya, dari empat komponen geopolitik kekuatan laut, mana yang Indonesia tidak punya? Setidak-tidaknya kita punya tiga dari empat komponen. Thanks God…alhamdulillah.
Cuma masalahnya, sudahkah kita mensyukuri nikmat Tuhan itu? Silakan jawab sendiri... Yang pasti, meskipun kita belum maksimal mengeksploitasi geopolitik kekuatan laut, Jakarta termasuk satu dari 25 pelabuhan dunia yang banyak disinggahi oleh pelayaran dunia. Itu data 10 tahun lalu dari Lloyd's Maritime Information Services, London. Bagaimana dengan saat ini ketika ISPS Code berlaku dari hanya 16 terminal dan pelabuhan Indonesia yang comply menurut U.S. Coast Guard?
Dengan mempunyai sedikitnya tiga komponen geopolitik kekuatan laut, sudah sewajarnya dan seharusnya Indonesia mempunyai kekuatan laut yang diperhitungkan di kawasan. Kekuatan itu selain dirancang untuk mengamankan kepentingan nasional, juga secara tidak langsung akan bertindak sebagai a force for good untuk mengamankan tiga komponen itu. Dengan tiga komponen itu, sebenarnya daya tawar Indonesia di dunia itu cukup tinggi.
Cuma kembali ke bangsa ini lagi, mau tidak manfaatkan itu. Kita tak perlulah selalu menjadi bangsa yang santun. Sekali-sekali kita “jepit” bangsa lain yang nakal sama kita lewat kontrol terhadap komponen geopolitik kekuatan laut itu. Sebab untuk mengamankan kepentingan nasional, instrumen militer, khususnya AL, adalah salah satu pilihan yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kalau Singapura macam-macam sama kita, ancam saja dengan ranjau. Dijamin dia akan menurut sama kita. Kita sudah sama-sama tahu kok, dia kalau kita ajak diskusi soal ranjau di perairan yang akses ke wilayah dia, dia takut dan minta tak diekspos.
Para founding fathers kita sangat paham soal geopolitik kekuatan laut. Pertanyaannya, bagaimana dengan kita saat ini? Sekarang kembali ke bangsa ini, mau tidak membangun AL. Modal geopolitik kita sudah punya, given. Adanya komponen geopolitik kekuatan laut yang ditunjang oleh kekuatan laut yang memadai akan kembali menaikkan martabat bangsa Indonesia di kawasan dan dunia. Pilihannya, mau atau tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar