All hands,
Setelah tingginya frekuensi bencana alam dalam dekade ini, salah satu operasi yang sering dilaksanakan oleh Angkatan Laut di dunia adalah Humanitarian Assistance and Disaster Relief Operations. Di antara contoh HADR Ops yang massif adalah waktu bencana tsunami 26 Desember 2004 di sekitar Samudera India, termasuk di Aceh. U.S. Navy saat itu langsung kerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln (CVN-72) ke Aceh.
Secara kasat mata, HADR Ops itu bagus dan mulia. Dia bantu orang yang lagi kesusahan. Namun di balik itu, ada hal yang mesti kita ketahui bersama.
HADR Ops pasti digelar di wilayah yang kacau balau, infrastruktur rusak, pemerintahan antara ada dan nggak ada, keamanan nggak terjamin. Sebelum bantuan disalurkan, Angkatan Laut perlu kirim personel untuk masuk ke wilayah operasi. Tujuannya untuk pantau situasi.
Nah, yang dikirim itu bukan awak kapal, tapi pasukan khusus. Masalahnya bukan soal paranoid terhadap militer asing, tetapi siapa yang awasi dia ketika berada di wilayah bencana? Dia masuk ke wilayah bencana bukan di kota saja, tapi sampai ke wilayah terpencil. Lihat kasus di Aceh.
Karena itu, ada beberapa negara yang terbuka menerima HADR Ops U.S. Navy, dengan catatan drop bantuan cuma sampai bandar udara. “Untuk penyaluran lanjutan, serahkan kepada kami,” begitu kata negara-negara itu. Itulah yang dilakukan oleh Cina ketika terjadi bencana beberapa bulan lalu. Dia welcome terhadap bantuan dari Om Sam, tapi untuk penyaluran kepada korban dilaksanakan sendiri karena dia punya kemampuan.
Kasus itu hendaknya menjadi lesson learned bagi Indonesia.
Setelah tingginya frekuensi bencana alam dalam dekade ini, salah satu operasi yang sering dilaksanakan oleh Angkatan Laut di dunia adalah Humanitarian Assistance and Disaster Relief Operations. Di antara contoh HADR Ops yang massif adalah waktu bencana tsunami 26 Desember 2004 di sekitar Samudera India, termasuk di Aceh. U.S. Navy saat itu langsung kerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln (CVN-72) ke Aceh.
Secara kasat mata, HADR Ops itu bagus dan mulia. Dia bantu orang yang lagi kesusahan. Namun di balik itu, ada hal yang mesti kita ketahui bersama.
HADR Ops pasti digelar di wilayah yang kacau balau, infrastruktur rusak, pemerintahan antara ada dan nggak ada, keamanan nggak terjamin. Sebelum bantuan disalurkan, Angkatan Laut perlu kirim personel untuk masuk ke wilayah operasi. Tujuannya untuk pantau situasi.
Nah, yang dikirim itu bukan awak kapal, tapi pasukan khusus. Masalahnya bukan soal paranoid terhadap militer asing, tetapi siapa yang awasi dia ketika berada di wilayah bencana? Dia masuk ke wilayah bencana bukan di kota saja, tapi sampai ke wilayah terpencil. Lihat kasus di Aceh.
Karena itu, ada beberapa negara yang terbuka menerima HADR Ops U.S. Navy, dengan catatan drop bantuan cuma sampai bandar udara. “Untuk penyaluran lanjutan, serahkan kepada kami,” begitu kata negara-negara itu. Itulah yang dilakukan oleh Cina ketika terjadi bencana beberapa bulan lalu. Dia welcome terhadap bantuan dari Om Sam, tapi untuk penyaluran kepada korban dilaksanakan sendiri karena dia punya kemampuan.
Kasus itu hendaknya menjadi lesson learned bagi Indonesia.
1 komentar:
selalu ada udang di balik batu
Posting Komentar