All hands,
Saat ini muncul ironi dalam pelaksanaan perencanaan strategis (Renstra) di TNI. Dalam renstra AD, dia akan bangun dua Kodam di Pulau Kalimantan, salah satunya bermarkas di Pontianak. Yang jadi masalah bukan Renstra itu, tapi “pemaksaan” kepada AL dan AU untuk mengubah Renstra masing-masing biar klop dengan Renstra AD. Itu yang jadi masalah.
Agar TNI terlihat klop, AL dan AU harus mengubah renstra-nya di Kalimantan Barat. Saat ini AL mempunyai Lanal (Pangkalan AL) kelas B yang dipimpin oleh seorang Kolonel. AU memiliki Lanud kelas B yang dipimpin oleh seorang Kolonel, lengkap dengan satu skadron pesawat tempur Hawk 100/200 beserta usur pendukungnya.
Demi ambisi AD bikin Kodam di Pontianak, AL dan AU “dipaksa” naikkan status pangkalannya. Lanal kelas B Pontianak harus jadi Lantamal (Pangkalan Utama AL) yang kelas A dan sudah pasti harus dipimpin oleh seorang Laksamana Pertama. Begitu pula Lanud Pontianak harus naik status jadi kelas A dan dipimpin seorang Marsekal Pertama.
Yang mengganjal itu adalah dulu Mabes TNI menolak mentah-mentah keinginan AL pindahkan Mako Lantamal IV/Tpi dari Tanjung Pinang ke Pontianak. Itu sekitar tahun 2006, waktu AL dipimpin oleh Laksamana Slamet Soebijanto. Sekarang demi AD, AL ”diminta” bangun Lantamal di Pontianak. Bangun Lantamal baru, bukan geser dari Tanjung Pinang.
Kalau begini caranya, tidak ada gunanya disusun perencanaan strategis. Untuk apa disusun, kalau program-programnya harus “menyesuaikan” dengan aspirasi pihak lain. Pertimbangan strategis AD belum tentu sama dengan AL maupun AU. Oleh karena itu, sesuatu yang menjadi kebutuhan mendesak AD belum tentu pula menjadi kebutuhan mendesak Angkatan lain.
Saat ini muncul ironi dalam pelaksanaan perencanaan strategis (Renstra) di TNI. Dalam renstra AD, dia akan bangun dua Kodam di Pulau Kalimantan, salah satunya bermarkas di Pontianak. Yang jadi masalah bukan Renstra itu, tapi “pemaksaan” kepada AL dan AU untuk mengubah Renstra masing-masing biar klop dengan Renstra AD. Itu yang jadi masalah.
Agar TNI terlihat klop, AL dan AU harus mengubah renstra-nya di Kalimantan Barat. Saat ini AL mempunyai Lanal (Pangkalan AL) kelas B yang dipimpin oleh seorang Kolonel. AU memiliki Lanud kelas B yang dipimpin oleh seorang Kolonel, lengkap dengan satu skadron pesawat tempur Hawk 100/200 beserta usur pendukungnya.
Demi ambisi AD bikin Kodam di Pontianak, AL dan AU “dipaksa” naikkan status pangkalannya. Lanal kelas B Pontianak harus jadi Lantamal (Pangkalan Utama AL) yang kelas A dan sudah pasti harus dipimpin oleh seorang Laksamana Pertama. Begitu pula Lanud Pontianak harus naik status jadi kelas A dan dipimpin seorang Marsekal Pertama.
Yang mengganjal itu adalah dulu Mabes TNI menolak mentah-mentah keinginan AL pindahkan Mako Lantamal IV/Tpi dari Tanjung Pinang ke Pontianak. Itu sekitar tahun 2006, waktu AL dipimpin oleh Laksamana Slamet Soebijanto. Sekarang demi AD, AL ”diminta” bangun Lantamal di Pontianak. Bangun Lantamal baru, bukan geser dari Tanjung Pinang.
Kalau begini caranya, tidak ada gunanya disusun perencanaan strategis. Untuk apa disusun, kalau program-programnya harus “menyesuaikan” dengan aspirasi pihak lain. Pertimbangan strategis AD belum tentu sama dengan AL maupun AU. Oleh karena itu, sesuatu yang menjadi kebutuhan mendesak AD belum tentu pula menjadi kebutuhan mendesak Angkatan lain.
1 komentar:
gpp biar kompak ama sodar-sodaranya hehehehe
Posting Komentar