All hands,
Dalam operasi Angkatan Laut multinasional, apapun payungnya, isu interoperability merupakan masalah pokok yang pertama mengedepan. Kenapa demikian? Sebab tidak semua Angkatan Laut yang terlibat mempunyai pengalaman yang cukup dalam combined operations. Cuma negara-negara yang terikat dalam pakta militer atau perjanjian sejenis sehingga Angkatan Laut-nya sering berinteraksi yang punya pengalaman soal interoperability.
Masalah interoperability bukan saja diidap oleh Angkatan Laut negara-negara berkembang, tapi juga oleh negara-negara maju. Sebagai contoh, dalam Perang Teluk 1990-1991, kapal-kapal perang U.S. Pacific Fleet dan U.S. Atlantic Fleet butuh waktu untuk membangun interoperability dalam perang itu. Buat sebagian dari kita hal itu tentu aneh, sebab kapal-kapal perang Amerika Serikat di mana-mana kan memakai SOP yang sama.
Itu baru interoperability antara dua armada berbeda dalam satu Angkatan Laut. Belum lagi antar negara, meskipun sebagian dari mereka tergabung dalam NATO. Cakupan interoperability itu luas, mulai dari urusan “sepele” seperti replenishment at sea (RAS) sampai ke komunikasi taktis dan lain sebagainya.
Masalah interoperability utamanya akan dihadapi oleh Gugus Tugas Angkatan Laut yang statusnya ad-hoc forces. Kalau standing forces tidak, karena mereka intensitas interaksinya cukup tinggi.
Indonesia harus memperhatikan isu interoperability ini terkait dengan pengiriman Gugus Tugas AL ke UNIFIL MTF. AL kita dituntut untuk mampu interoperability dengan AL EUROMARFOR.
Dalam operasi Angkatan Laut multinasional, apapun payungnya, isu interoperability merupakan masalah pokok yang pertama mengedepan. Kenapa demikian? Sebab tidak semua Angkatan Laut yang terlibat mempunyai pengalaman yang cukup dalam combined operations. Cuma negara-negara yang terikat dalam pakta militer atau perjanjian sejenis sehingga Angkatan Laut-nya sering berinteraksi yang punya pengalaman soal interoperability.
Masalah interoperability bukan saja diidap oleh Angkatan Laut negara-negara berkembang, tapi juga oleh negara-negara maju. Sebagai contoh, dalam Perang Teluk 1990-1991, kapal-kapal perang U.S. Pacific Fleet dan U.S. Atlantic Fleet butuh waktu untuk membangun interoperability dalam perang itu. Buat sebagian dari kita hal itu tentu aneh, sebab kapal-kapal perang Amerika Serikat di mana-mana kan memakai SOP yang sama.
Itu baru interoperability antara dua armada berbeda dalam satu Angkatan Laut. Belum lagi antar negara, meskipun sebagian dari mereka tergabung dalam NATO. Cakupan interoperability itu luas, mulai dari urusan “sepele” seperti replenishment at sea (RAS) sampai ke komunikasi taktis dan lain sebagainya.
Masalah interoperability utamanya akan dihadapi oleh Gugus Tugas Angkatan Laut yang statusnya ad-hoc forces. Kalau standing forces tidak, karena mereka intensitas interaksinya cukup tinggi.
Indonesia harus memperhatikan isu interoperability ini terkait dengan pengiriman Gugus Tugas AL ke UNIFIL MTF. AL kita dituntut untuk mampu interoperability dengan AL EUROMARFOR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar