22 Januari 2011

Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna

All hands,
Dalam KTT ASEAN 2011, ASEAN secara resmi akan menerima keanggotaan Amerika Serikat dan Rusia dalam East Asia Summit (EAS). Diundangnya kedua negara yang pernah bermusuhan dalam era Perang Dingin tersebut oleh ASEAN tak lain dimaksudkan untuk mengimbangi peran Cina yang dinilai tidak mampu dihadapi sendirian oleh ASEAN. Pertanyaannya, bagaimana ekuilibrium kawasan Asia Pasifik pasca aksesi Washington dan Moskow ke dalam EAS?
Pada dasarnya ekuilibrium kawasan tidak akan berubah banyak, sebab sebelum kedua negara masuk EAS pada kenyataannya Amerika Serikat sudah berperan dominan di Asia Pasifik, antara lain ditandai dengan kehadiran Armada Pasifik. Yang menjadi tanda tanya adalah peran Rusia dengan Armada Pasifiknya, apakah akan lebih meningkat dibandingkan saat ini? Perlu diketahui bahwa Rusia sebenarnya juga memiliki masalah dengan Cina, khususnya menyangkut sistem senjata.
Sudah menjadi rahasia umum betapa Beijing dengan tanpa izin dari Moskow membuat imitasi sistem senjata keluaran Rusia yaitu pesawat tempur Sukhoi Su-33. Tindakan tersebut jelas melanggar kesepakatan IPR kedua negara yang ditandatangani pada 2008. Kenapa Beijing mengimitasi Su-33?
Hal ini tak lepas dari ambisi Beijing untuk segera mengoperasikan kapal induk yang dibuat berdasarkan tiga eks kapal induk Uni Soviet. Su-33 merupakan pesawat yang dirancang untuk beroperasi dari geladak kapal induk. Apabila pada sekitar 2020 Cina telah mampu mengoperasikan kapal induk, hal itu merupakan lampu kuning bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki sengketa wilayah dengan Cina mesti menempuh langkah antisipasi di sekitar Kepulauan Natuna. Satu di antaranya adalah mengkaji sejak dini pembentukan suatu komando pertahanan gabungan di sekitar ALKI I, dengan pangkalan aju di Pulau Natuna Besar. Rincian gagasan ini memang akan sangat panjang dan lebar dan tidak akan dibahas secara keseluruhan di sini.

1 komentar:

Mitra mengatakan...

Ada fenomena baru yang berhubungan juga dengan masalah klaim Cina di laut Natuna, yaitu bergesernya daerah rawan perompakan dari Selat Malaka ke perairan Natuna sekitar kepulauan Andaman. Momen ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kekuatan angkatan laut ke perairan Natuna tidak hanya dalam konteks ancaman Cina tapi juga dalam konteks penegakan hukum. Jadi bisalah kita sekali mengayuh dua tiga pulau terlalui.

Salam