All hands,
Indonesia sampai saat ini masih menganut pendekatan menyembunyikan masalah di bawah karpet. Pendekatan ini merupakan peninggalan rezim Orde Baru dan telah terbukti "kemanjurannya". Kekalahan Indonesia dalam kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan merupakan bukti nyata "kemanjuran" pendekatan itu. Kini pun sejumlah kasus dengan beberapa negara di sekitar Indonesia dicoba disembunyikan di bawah karpet, hanya saja upaya itu tidak sepenuhnya berhasil karena adanya kebebasan bersuara bagi rakyat Indonesia dan juga kebebasan pers.
Semestinya pendekatan menyembunyikan masalah di bawah karpet sudah ditinggalkan, sebab terbukti tidak berpihak kepada kepentingan nasional. Sangat keliru kalau kepentingan nasional dikorbankan demi "rasa tidak enak" kepada beberapa negara di sekitar Indonesia. Contoh kasus yang cenderung diupayakan disembunyikan di bawah karpet adalah sengketa perbatasan di beberapa wilayah dengan Negeri Tukang Klaim, begitu pula dengan tindakan eksesif terhadap nelayan Indonesia yang mencari ikan di perairan perbatasan Indonesia-Australia, tak luput pula upaya merevisi MoU Box yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman lagi.
Kini menjadi pertanyaan apa perlunya mempertahankan menyembunyikan masalah di bawah karpet? Justru karena memakai pendekatan ini maka Indonesia seringkali tidak memegang inisiatif. Dalam bahasa sederhana, Indonesia lebih sering "menyerahkan" penguasaan bola kepada negara lain untuk kemudian ditendang ke gawang Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar