All hands,
Dewasa ini dengan beragamnya tantangan dan ancaman terhadap keamanan, tercipta suatu kondisi di mana kekuatan militer dituntut untuk menyeimbangkan kemampuannya. Pada satu sisi, kekuatan militer ---termasuk Angkatan Laut--- dituntut untuk mampu melaksanakan misi-misi non tradisional. Tetapi pada sisi lain, kekuatan militer dituntut pula harus tetap mampu melaksanakan misi tradisionalnya. Misalnya dalam soal pengembangan kemampuan Korps Marinir.
Secara tradisional Korps Marinir adalah pasukan pendarat. Akan tetapi selaras dengan berjalannya waktu, pasukan Marinir juga mampu melaksanakan misi-misi tempur non pendaratan pantai. Seperti peperangan kota alias urban warfare dan pertempuran di tengah hutan. Yang menjadi masalah, ada kekuatan militer lain yang "cemburu" karena menganggap lahan operasionalnya direbut oleh Marinir.
Dalam kasus Amerika Serikat, seorang mantan Komandan USMC pada 2010 menekankan kembali agar Marinir kembali ke kemampuan tradisionalnya dan tidak disibukkan dengan kemampuan-kemampuan lain seperti peperangan kota yang mereka lakoni di Afghanistan sejak Oktober 2001 dan Irak sejak Maret 2003. Penekanan Jenderal James T. Conway tersebut tidak lain agar USMC tidak melupakan kemampuan tradisionalnya. Tentu saja muncul pro kontra soal penekanan sang Jenderal yang sejak 22 Oktober 2010 jabatannya digantikan oleh Jenderal James F. Amos yang berlatar belakang marine aviator.
Ditarik dalam konteks Indonesia, sesungguhnya hal yang mirip juga terjadi. Sebagai kekuatan darat, Marinir merasa mampu untuk mengemban misi-misi tempur di luar bisnis utamanya yaitu pendaratan pantai. Dengan kata lain, Marinir mampu melaksanakan berbagai misi yang terkait dengan operasi darat lanjutan pasca pendaratan amfibi. Namun seringkali ada kekuatan eksternal yang kurang bahagia dengan gagasan perluasan misi Marinir. Soalnya alasannya tak susah untuk ditemukan, yaitu ego sektoral.
Belajar dari kasus operasi militer di Aceh, ke depan ada baiknya perlu ditinjau kembali secara seksama misi-misi yang diberikan kepada Marinir. Singkatnya, akan sangat membantu untuk mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan apabila Marinir tidak sekedar ditugas di wilayah pesisir yang dalam operasi di Aceh dikenal sebagai Mupe alias permukaan dan pesisir. Untuk mencapai hal tersebut, egoisme sektoral harus di kesampingkan dan sebaliknya operasi gabungan harus di kedepankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar