All hands,
Tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai menjelang akhir 2010 memberikan banyak pelajaran dan pengalaman dari bangsa ini. Satu di antaranya adalah soal kesiapan data hidrografi titik-titik pantai di kawasan tersebut. Angkatan Laut negeri ini yang terlibat dalam operasi bantuan di Kepulauan Mentawai menemui berbagai kendala untuk mendaratkan bantuan, antara lain disebabkan oleh tingginya ombak dan tidak lengkapnya data hidrografi tentang morfologi pantai di kepulauan itu. Sehingga dalam satu kasus, kapal perang Angkatan Laut tidak dapat melakukan pemantaian di Pulau Pagai karena miskin data yang dialami.
Kondisi itu menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan oleh komunitas hidrografi Angkatan Laut. Untuk membereskan pekerjaan rumah tersebut memang tidak mudah, antara lain karena biaya survei hidrografi yang tidak sedikit sementara alokasi anggaran survei rutin juga terbatas. Guna menghadapi kendala demikian, perlu dilaksanakan terobosan.
Terobosan itu antara lain melalui pencarian anggaran survei yang dialokasi pada APBN lembaga negara lainnya. Lewat cara tersebut, Angkatan Laut dapat mensiasati keterbatasan yang ada. Menurut informasi, Bappenas dalam alokasi anggarannya juga memiliki pos untuk survei. Tentu saja hal itu merupakan peluang bagi Angkatan Laut untuk melaksanakan survei di wilayah-wilayah yang selama ini belum pernah disurvei dan atau minimal data-data morfologi pantainya sudah lama tak dimutakhirkan.
Dengan memanfaatkan alokasi anggaran pihak lain, sedikitnya ada dua keuntungan bagi Angkatan Laut, khususnya Dishidros. Pertama, memperkaya data-data hidrografi bagi kepentingan militer Angkatan Laut. Kedua, secara bersamaan melaksanakan fungsinya sebagai lembaga survei hidrografi nasional. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sudah saatnya Hidrografi Angkatan Laut menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam soal survei dan pemetaan laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar