All hands,
Pemboman yang dilakukan oleh negara-negara koalisi terhadap Libya berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 bukan saja mengandalkan pada kekuatan udara, tetapi bertumpu pula pada kekuatan laut. Kapal selam menjadi salah satu senjata strategis negara-negara koalisi untuk melumpuhkan kemampuan militer Muammar Khadafi, melalui peluncuran rudal jelajah Tomahawk dari lautan lepas menuju sasaran-sasaran militer di negeri penghasil minyak itu. Sebagaimana dalam Perang Teluk, Perang Afghanistan dan Perang Irak, kapal selam selalu diandalkan untuk meluncurkan serangan mematikan dari balik kolom air.
Apa yang terjadi di Libya hendaknya menjadi salah satu pelajaran bagi Indonesia. Jangan sampai negeri ini suatu saat nanti nasibnya seperti Libya dan pendahulunya yaitu Afghanistan dan Irak. Yakni digempur oleh militer negara-negara maju tanpa daya. Sebagai negara kepulauan, dengan mudahnya kapal selam negara-negara lain memasuki perairan Indonesia.
Bagi Angkatan Laut, di antara pekerjaan rumah yang tersedia adalah membenahi kemampuan pepeperangan kapal selam. Kemampuan mendeteksi kapal selam asing yang memasuki perairan Indonesia harus ditingkatkan. Meskipun bisa saja rudal yang diluncurkan dari kapal selam itu berada di luar wilayah Indonesia, bukan berarti tidak ada pekerjaan rumah untuk negeri ini.
Kasus Libya menunjukkan pula nilai strategis kapal selam bagi serangan surge terhadap pihak lain. Nilai pendadakan yang diciptakan oleh kapal selam nyaris tak tertandingi oleh sistem senjata lainnya. Singkatnya, proses pengadaan kapal selam baru bagi kekuatan laut Indonesia hendaknya tidak lagi berputar bagaikan lingkaran setan. Keputusan politik yang tegas dibutuhkan di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar