All hands,
Diakui atau tidak, kita masih ada masalah dalam pengamanan ALKI. Masalah ini bukan bersifat internal AL, namun lintas angkatan. Seperti diketahui, pengamanan ALKI selain dilaksanakan oleh AL, juga dilaksanakan oleh AU. Karena ruang udara di atas ALKI, sesuai dengan UNCLOS 1982, bebas untuk diterbangi oleh pesawat militer manapun, tanpa harus ada clearance dari Indonesia. Masalahnya adalah operasi Pam ALKI yang dilakukan oleh kedua angkatan masih berjalan independen alias sendiri-sendiri.
Dalam sebuah pertemuan yang saya hadiri belum lama ini, ada suara dari AU yang sepertinya kecewa karena waktu pembahasan draf Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2002 mereka tidak dilibatkan. Secara tidak langsung, kekecewaan itu ditujukan kepada AL, sebab bagaimana pun persepsi umum tentang ALKI pasti terkait dengan AL.
Masalah ALKI memang bukan saja soal kapal perang asing yang melintas di sana (apakah mematuhi ketentuan tentang hak dan kewajiban dia selama melintas di ALKI), tetapi juga ruang udara di atasnya. Tetapi masalah yang sebenarnya sudah lama itu, sepertinya tidak pernah diputuskan bagaimana menanganinya. TNI tetap menganut operasi sendiri-sendiri alias operasi matra tunggal untuk pengamanan ALKI.
Sehingga nggak aneh bila AU yang menemukan sasaran mencurigakan di ALKI hanya bisa lapor ke komando atas, sementara hasil itu belum tentu diteruskan kepada AL. Bagi AL, operasi Pam ALKI merupakan operasi rutin setiap hari, 365 hari setahun. Sedangkan bagi AU, sepanjang pengetahuan saya, mereka tidak gelar operasi setiap hari atau sepanjang tahun di ALKI. Operasi mereka sifatnya periodik, makanya operasinya didukung oleh Mabes TNI.
Yang dimaksud didukung di sini adalah dari aspek logistik. Sementara operasi Pam ALKI yang digelar AL sepengetahuan saya tidak didukung oleh Mabes TNI. Alasan pastinya saya nggak tahu, tapi sepanjang yang saya pahami, bagi Mabes TNI operasi itu adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu.
Pemahaman demikian tentang operasi merupakan pemahaman matra darat. Nggak heran bila operasi Pam ALKI oleh AL tidak mendapat dukungan logistik dari Mabes TNI, karena Mabes TNI merasa aneh dengan operasi yang digelar 365 hari alias sepanjang tahun. Bagi AL, itu operasi yang wajar-wajar saja karena eksistensi AL diukur dari naval presence.
Kalau nggak ada naval presence, yah sama saja nggak ada AL. Naval presence itu harus dilakukan setiap saat, baik damai, krisis apalagi perang. Inilah yang membedakan dengan AD, di mana AD kekuatannya digelar di suatu wilayah bila terjadi krisis dan perang saja.
Kembali ke soal pam ALKI, mungkin sebaiknya ditinjau kembali operasi itu. Menurut saya, Mabes TNI perlu membentuk suatu komando gabungan yang bertugas melaksanakan Pam ALKI. Organisasi itu bersifat kerangka saya, di mana yang diisi secara tetap cuma eselon pimpinan dan pembantu pimpinan saja. Sedangkan satuan operasionalnya didatangkan dari Koarma dan Koopsau/Kohanudnas.
Dengan begitu, organisasinya kecil sehingga diharapkan ciptakan efisiensi. Jangan sampai organisasi ini menyerupai Koarma maupun Koopsau, karena itu justru menimbulkan inefisiensi. Bisa saja personel utama pada eselon pimpinan dan pembantu pimpinan isinya kurang dari 100 orang.
Tugas pokok dari organisasi ini adalah amankan ALKI. Sedangkan Koarma dan Koopsau/Kohanudnas bersifat mem-back up dengan berperan sebagai force provider. Bentuknya kira-kira sama dengan Koops TNI yang kita kenal selama ini.
Kalau kita berbicara mengenai organisasi, sudah jadi kebiasaan kita untuk nggak sabar tanya siapa yang akan pimpin komando itu. Mengingat karakteristik dari wilayah operasi, maka sebaiknya Panglimanya dari AL, wakilnya dari AU. Kenapa begitu? Karena peran AL dalam Pam ALKI jauh lebih besar daripada AU, sehingga wajar bila AL yang pimpin komando.
Pesan yang ingin disampaikan di sini, sudah saatnya kita berpikir dalam kerangka operasi gabungan. Kita waktunya kita tinggalkan kompartementasi matra ketika berbicara aspek operasi. Di sisi lain, dibutuhkan kedewasaan, ketulusan dari tiap matra yang terlibat dalam operasi gabungan untuk tahu menempatkan diri sesuai dengan karakteristik kawasan operasi.
Gagasan pembentukan komando gabungan Pam ALKI disertai catatan bahwa kita belum atau tidak memiliki komando kawasan alias kowilhan. Kalau ada kowilhan, pam ALKI sebaiknya dilaksanakan di bawah supervisi organisasi itu.
Diakui atau tidak, kita masih ada masalah dalam pengamanan ALKI. Masalah ini bukan bersifat internal AL, namun lintas angkatan. Seperti diketahui, pengamanan ALKI selain dilaksanakan oleh AL, juga dilaksanakan oleh AU. Karena ruang udara di atas ALKI, sesuai dengan UNCLOS 1982, bebas untuk diterbangi oleh pesawat militer manapun, tanpa harus ada clearance dari Indonesia. Masalahnya adalah operasi Pam ALKI yang dilakukan oleh kedua angkatan masih berjalan independen alias sendiri-sendiri.
Dalam sebuah pertemuan yang saya hadiri belum lama ini, ada suara dari AU yang sepertinya kecewa karena waktu pembahasan draf Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2002 mereka tidak dilibatkan. Secara tidak langsung, kekecewaan itu ditujukan kepada AL, sebab bagaimana pun persepsi umum tentang ALKI pasti terkait dengan AL.
Masalah ALKI memang bukan saja soal kapal perang asing yang melintas di sana (apakah mematuhi ketentuan tentang hak dan kewajiban dia selama melintas di ALKI), tetapi juga ruang udara di atasnya. Tetapi masalah yang sebenarnya sudah lama itu, sepertinya tidak pernah diputuskan bagaimana menanganinya. TNI tetap menganut operasi sendiri-sendiri alias operasi matra tunggal untuk pengamanan ALKI.
Sehingga nggak aneh bila AU yang menemukan sasaran mencurigakan di ALKI hanya bisa lapor ke komando atas, sementara hasil itu belum tentu diteruskan kepada AL. Bagi AL, operasi Pam ALKI merupakan operasi rutin setiap hari, 365 hari setahun. Sedangkan bagi AU, sepanjang pengetahuan saya, mereka tidak gelar operasi setiap hari atau sepanjang tahun di ALKI. Operasi mereka sifatnya periodik, makanya operasinya didukung oleh Mabes TNI.
Yang dimaksud didukung di sini adalah dari aspek logistik. Sementara operasi Pam ALKI yang digelar AL sepengetahuan saya tidak didukung oleh Mabes TNI. Alasan pastinya saya nggak tahu, tapi sepanjang yang saya pahami, bagi Mabes TNI operasi itu adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu.
Pemahaman demikian tentang operasi merupakan pemahaman matra darat. Nggak heran bila operasi Pam ALKI oleh AL tidak mendapat dukungan logistik dari Mabes TNI, karena Mabes TNI merasa aneh dengan operasi yang digelar 365 hari alias sepanjang tahun. Bagi AL, itu operasi yang wajar-wajar saja karena eksistensi AL diukur dari naval presence.
Kalau nggak ada naval presence, yah sama saja nggak ada AL. Naval presence itu harus dilakukan setiap saat, baik damai, krisis apalagi perang. Inilah yang membedakan dengan AD, di mana AD kekuatannya digelar di suatu wilayah bila terjadi krisis dan perang saja.
Kembali ke soal pam ALKI, mungkin sebaiknya ditinjau kembali operasi itu. Menurut saya, Mabes TNI perlu membentuk suatu komando gabungan yang bertugas melaksanakan Pam ALKI. Organisasi itu bersifat kerangka saya, di mana yang diisi secara tetap cuma eselon pimpinan dan pembantu pimpinan saja. Sedangkan satuan operasionalnya didatangkan dari Koarma dan Koopsau/Kohanudnas.
Dengan begitu, organisasinya kecil sehingga diharapkan ciptakan efisiensi. Jangan sampai organisasi ini menyerupai Koarma maupun Koopsau, karena itu justru menimbulkan inefisiensi. Bisa saja personel utama pada eselon pimpinan dan pembantu pimpinan isinya kurang dari 100 orang.
Tugas pokok dari organisasi ini adalah amankan ALKI. Sedangkan Koarma dan Koopsau/Kohanudnas bersifat mem-back up dengan berperan sebagai force provider. Bentuknya kira-kira sama dengan Koops TNI yang kita kenal selama ini.
Kalau kita berbicara mengenai organisasi, sudah jadi kebiasaan kita untuk nggak sabar tanya siapa yang akan pimpin komando itu. Mengingat karakteristik dari wilayah operasi, maka sebaiknya Panglimanya dari AL, wakilnya dari AU. Kenapa begitu? Karena peran AL dalam Pam ALKI jauh lebih besar daripada AU, sehingga wajar bila AL yang pimpin komando.
Pesan yang ingin disampaikan di sini, sudah saatnya kita berpikir dalam kerangka operasi gabungan. Kita waktunya kita tinggalkan kompartementasi matra ketika berbicara aspek operasi. Di sisi lain, dibutuhkan kedewasaan, ketulusan dari tiap matra yang terlibat dalam operasi gabungan untuk tahu menempatkan diri sesuai dengan karakteristik kawasan operasi.
Gagasan pembentukan komando gabungan Pam ALKI disertai catatan bahwa kita belum atau tidak memiliki komando kawasan alias kowilhan. Kalau ada kowilhan, pam ALKI sebaiknya dilaksanakan di bawah supervisi organisasi itu.