All hands,
Bukan sesuatu yang bijak bila kita hanya pandai mengkritik skenario Latgab TNI 2008. Tentu kita juga harus mengajukan alternatif skenario seperti apa yang dinilai sesuai dengan ancaman dan atau tantangan masa kini. Di sini saya hanya akan mengajukan alternatif skenario dari perspektif Angkatan Laut dan maritim. Soal udara dan darat, ada pihak lain yang berkompeten. Saya nggak tahu banyak soal dua matra itu.
Alternatif skenario yang mungkin dapat diujikan di Latgab maupun AJ adalah:
1. Serangan terorisme maritim ala Al Qaeda terhadap USS Cole dan MV Limburg.
Kita ada baiknya berlatih gimana kalau tiba-tiba unsur KRI diserang teroris kayak USS Cole pas lagi sandar di pelabuhan. Apa tindakan yang harus kita lakukan? Juga serangan terhadap tanker di Selat Malaka misalnya. MV Limburg kan diserang ”cuma” pakai RPG. Kalau itu terjadi di Selat Malaka, geger dunia. Perompak di sekitar Selat Malaka kan punya RPG, itu lho GAM.
Unsur-unsur yang dimainkan bukan cuma Denjaka dan Kopaska, tapi juga Satran. Kenapa Satran? Teroris kan pasti pintar. Untuk lumpuhkan Selat Malaka, sebar satu ranjau kan udah cukup. Singapura takut sekali lho dengan itu!!! Nah...gimana aksi Satran hadapi itu? Itulah pentingnya Satran terlibat dengan unsur kapal BR-nya. Jangan kita sapu ranjau andalkan manusia saja. Ha..ha..ha..
Soal lokasi main, nggak perlu di Selat Malaka. Di Selat Lombok aja cukup kok. Itu bisa bikin bule di selatan sana melotot sama kita. Tapi biarin ajalah. Dulu juga waktu Pangab Benny Moerdani kita berani tutup Selat Lombok seminggu buat lat Angkatan Laut kok.
2. Skenario pertempuran laut konvensional.
Misalnya gimana kita hadapi hostility di laut dari Malaysia, Australia atau Singapura. Ambil contoh di Ambalat. Jadi asumsinya mereka serang kita bukan untuk duduki wilayah, tapi lebih pada surgical strike untuk permalukan kita di dunia internasional. Anggap mereka surgical strike ke Balikpapan atau Makassar, serang fasilitas militer dan logistik (depo Pertamina). Terus apa reaksi kita hadapi itu? Untuk unsur-unsur Angkatan Laut di Ambalat, apa rencana kontinjensi yang dilaksanakan? Katakanlah kita harus lumpuhkan armada dia yang ada di Ambalat. Tentu di sini kemampuan peperangan atas air, bawah air dan lain-lain diuji.
Setidaknya itu yang terlintas dalam pemikiran saya soal skenario-skenario yang mungkin patut diuji. Kalau soal opsfib, bisa saja dilakukan. Mungkin mengikuti skenario kegentingan di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur misalnya.
Yang jelas, gagasan tentang skenario ini berdiri di atas dasar bahwa kita tak lagi hadapi invasi yang duduki wilayah. Yang kita hadapi ancaman asimetris seperti terorisme dan ancaman simetris berupa surgical strike yang bertujuan melecehkan kita di dunia internasional. Sehingga harus direspon dengan penggunaan kekuatan militer.
Bukan sesuatu yang bijak bila kita hanya pandai mengkritik skenario Latgab TNI 2008. Tentu kita juga harus mengajukan alternatif skenario seperti apa yang dinilai sesuai dengan ancaman dan atau tantangan masa kini. Di sini saya hanya akan mengajukan alternatif skenario dari perspektif Angkatan Laut dan maritim. Soal udara dan darat, ada pihak lain yang berkompeten. Saya nggak tahu banyak soal dua matra itu.
Alternatif skenario yang mungkin dapat diujikan di Latgab maupun AJ adalah:
1. Serangan terorisme maritim ala Al Qaeda terhadap USS Cole dan MV Limburg.
Kita ada baiknya berlatih gimana kalau tiba-tiba unsur KRI diserang teroris kayak USS Cole pas lagi sandar di pelabuhan. Apa tindakan yang harus kita lakukan? Juga serangan terhadap tanker di Selat Malaka misalnya. MV Limburg kan diserang ”cuma” pakai RPG. Kalau itu terjadi di Selat Malaka, geger dunia. Perompak di sekitar Selat Malaka kan punya RPG, itu lho GAM.
Unsur-unsur yang dimainkan bukan cuma Denjaka dan Kopaska, tapi juga Satran. Kenapa Satran? Teroris kan pasti pintar. Untuk lumpuhkan Selat Malaka, sebar satu ranjau kan udah cukup. Singapura takut sekali lho dengan itu!!! Nah...gimana aksi Satran hadapi itu? Itulah pentingnya Satran terlibat dengan unsur kapal BR-nya. Jangan kita sapu ranjau andalkan manusia saja. Ha..ha..ha..
Soal lokasi main, nggak perlu di Selat Malaka. Di Selat Lombok aja cukup kok. Itu bisa bikin bule di selatan sana melotot sama kita. Tapi biarin ajalah. Dulu juga waktu Pangab Benny Moerdani kita berani tutup Selat Lombok seminggu buat lat Angkatan Laut kok.
2. Skenario pertempuran laut konvensional.
Misalnya gimana kita hadapi hostility di laut dari Malaysia, Australia atau Singapura. Ambil contoh di Ambalat. Jadi asumsinya mereka serang kita bukan untuk duduki wilayah, tapi lebih pada surgical strike untuk permalukan kita di dunia internasional. Anggap mereka surgical strike ke Balikpapan atau Makassar, serang fasilitas militer dan logistik (depo Pertamina). Terus apa reaksi kita hadapi itu? Untuk unsur-unsur Angkatan Laut di Ambalat, apa rencana kontinjensi yang dilaksanakan? Katakanlah kita harus lumpuhkan armada dia yang ada di Ambalat. Tentu di sini kemampuan peperangan atas air, bawah air dan lain-lain diuji.
Setidaknya itu yang terlintas dalam pemikiran saya soal skenario-skenario yang mungkin patut diuji. Kalau soal opsfib, bisa saja dilakukan. Mungkin mengikuti skenario kegentingan di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Timur misalnya.
Yang jelas, gagasan tentang skenario ini berdiri di atas dasar bahwa kita tak lagi hadapi invasi yang duduki wilayah. Yang kita hadapi ancaman asimetris seperti terorisme dan ancaman simetris berupa surgical strike yang bertujuan melecehkan kita di dunia internasional. Sehingga harus direspon dengan penggunaan kekuatan militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar