All hands,
Tanpa banyak disadari oleh banyak pihak, Latgab TNI 2008 merupakan ajang untuk menguji pusat gravitasi TNI. Sebelum lebih jauh berdiskusi tentang itu, ada baiknya kita samakan dulu pemahaman tentang pusat gravitasi (center of gravity/COG). Center of gravity is that source of massed strength---physical or moral, or a source of leverage---whose serious degradation, dislocation, neutralization, or destruction would have the most decisive impact on the enemy’s or one’s own ability to accomplish a given military objective.
Pusat gravitasi terdiri dari dua elemen, yaitu tangible dan intangible. Yang tangible, di AL pusat gravitasinya bisa berupa kapal-kapal tabir dalam konvoi, surface strike group, carrier battle group atau bagian utama dari surface fleet yang dikonsentrasikan pada kawasan laut tertentu. Adapun yang intangible mencakup kepemimpinan nasional/politik, para Panglima militer dan stafnya, doktrin, motivasi tempur, kohesi unsur, jointness/combinedness dan moral dan disiplin.
Di tulisan sebelumnya saya mengupas betapa perang masa kini menjadikan penghancuran pusat gravitasi, yang sasarannya tidak lagi terbatas pada kekuatan militer, tetapi sudah mengarah kepada kepemimpinan nasional. Hancur atau lumpuhnya pusat gravitasi lawan diharapkan akan pengaruhi behavior mereka.
Bagaimana kaitannya dengan Latgab TNI 2008? Latgab ini salah satunya untuk menguji masalah doktrin dan jointness TNI. Soal doktrin, yang saya maksud di sini adalah doktrin pelaksanaan(environmental doctrine), bukan doktrin dasar (fundamental doctrine). Yang dimaksud dengan doktrin pelaksanaan di sini bukan semata doktrin matra, tapi sudah menyentuh doktrin operasi gabungan.
Kalau kita berdiskusi masalah opsgab, masalah utamanya menyangkut budaya. Bujukpur tentang opsgab sih TNI lengkap. Tapi itu kan jadi kurang berarti kalau budayanya masih kedepankan operasi matra tunggal (independent operation). Diakui atau tidak, penyakit kita di situ.
Tiap angkatan pengen punya peran menonjol dalam satu kampanye. Padahal soal itu kita kan harus mengacu pada space. Pada space mana kita menggelar kampanye. Dari tiga space, mana space yang lebih dominan.
Dalam Latgab TNI 2008 misalnya, AU nggak mau unsur-unsur dia yang lancarkan serangan udara terhadap tumpuan pantai lawan berada di bawah komando dan kendali AL. Padahal itu konteksnya opsfib, yang mana on scene commander-nya harus dan pasti dari AL. Hal-hal yang kayak gini belum bisa dituntaskan hingga sekarang walaupun kita punya bujukpur soal opsgab.
Jadi selain doktrin, kohesi antar unsur dalam Latgab TNI 2008 juga diuji. Di atas permukaan kelihatan mereka tampil sebagai orkestrasi. Namun di balik itu masih ada ego matra yang berlebihan. Ketidakbijakan AU melihat konteks operasi misalnya, membuat kohesivitas antar unsur dipertanyakan. Kohesivitas yang tercipta sifatnya semu.
Tantangan kita ke depan tetap sama, yaitu bagaimana kita bangun budaya gabungan yang kokoh dan bukan semu. Itu sangat penting karena merupakan salah satu sub elemen dalam pusat gravitasi. Kalau dalam internal saja kita tidak kokoh dan padu, bagaimana kita harapkan pusat gravitasi kita yang intangible menjadi sesuatu yang kokoh? Hancur atau lumpuhnya pusat gravitasi ---tangible maupun intangible--- merupakan awal dari kekalahan perang.
Tanpa banyak disadari oleh banyak pihak, Latgab TNI 2008 merupakan ajang untuk menguji pusat gravitasi TNI. Sebelum lebih jauh berdiskusi tentang itu, ada baiknya kita samakan dulu pemahaman tentang pusat gravitasi (center of gravity/COG). Center of gravity is that source of massed strength---physical or moral, or a source of leverage---whose serious degradation, dislocation, neutralization, or destruction would have the most decisive impact on the enemy’s or one’s own ability to accomplish a given military objective.
Pusat gravitasi terdiri dari dua elemen, yaitu tangible dan intangible. Yang tangible, di AL pusat gravitasinya bisa berupa kapal-kapal tabir dalam konvoi, surface strike group, carrier battle group atau bagian utama dari surface fleet yang dikonsentrasikan pada kawasan laut tertentu. Adapun yang intangible mencakup kepemimpinan nasional/politik, para Panglima militer dan stafnya, doktrin, motivasi tempur, kohesi unsur, jointness/combinedness dan moral dan disiplin.
Di tulisan sebelumnya saya mengupas betapa perang masa kini menjadikan penghancuran pusat gravitasi, yang sasarannya tidak lagi terbatas pada kekuatan militer, tetapi sudah mengarah kepada kepemimpinan nasional. Hancur atau lumpuhnya pusat gravitasi lawan diharapkan akan pengaruhi behavior mereka.
Bagaimana kaitannya dengan Latgab TNI 2008? Latgab ini salah satunya untuk menguji masalah doktrin dan jointness TNI. Soal doktrin, yang saya maksud di sini adalah doktrin pelaksanaan(environmental doctrine), bukan doktrin dasar (fundamental doctrine). Yang dimaksud dengan doktrin pelaksanaan di sini bukan semata doktrin matra, tapi sudah menyentuh doktrin operasi gabungan.
Kalau kita berdiskusi masalah opsgab, masalah utamanya menyangkut budaya. Bujukpur tentang opsgab sih TNI lengkap. Tapi itu kan jadi kurang berarti kalau budayanya masih kedepankan operasi matra tunggal (independent operation). Diakui atau tidak, penyakit kita di situ.
Tiap angkatan pengen punya peran menonjol dalam satu kampanye. Padahal soal itu kita kan harus mengacu pada space. Pada space mana kita menggelar kampanye. Dari tiga space, mana space yang lebih dominan.
Dalam Latgab TNI 2008 misalnya, AU nggak mau unsur-unsur dia yang lancarkan serangan udara terhadap tumpuan pantai lawan berada di bawah komando dan kendali AL. Padahal itu konteksnya opsfib, yang mana on scene commander-nya harus dan pasti dari AL. Hal-hal yang kayak gini belum bisa dituntaskan hingga sekarang walaupun kita punya bujukpur soal opsgab.
Jadi selain doktrin, kohesi antar unsur dalam Latgab TNI 2008 juga diuji. Di atas permukaan kelihatan mereka tampil sebagai orkestrasi. Namun di balik itu masih ada ego matra yang berlebihan. Ketidakbijakan AU melihat konteks operasi misalnya, membuat kohesivitas antar unsur dipertanyakan. Kohesivitas yang tercipta sifatnya semu.
Tantangan kita ke depan tetap sama, yaitu bagaimana kita bangun budaya gabungan yang kokoh dan bukan semu. Itu sangat penting karena merupakan salah satu sub elemen dalam pusat gravitasi. Kalau dalam internal saja kita tidak kokoh dan padu, bagaimana kita harapkan pusat gravitasi kita yang intangible menjadi sesuatu yang kokoh? Hancur atau lumpuhnya pusat gravitasi ---tangible maupun intangible--- merupakan awal dari kekalahan perang.
1 komentar:
beginilah egoisme yg berlebihan, saya tidak terpikir kalau egoisme seperti ini terbawa bilamana terjadi pertempuran yg sebenarnya, semuanya mau tampil paling depan, mungkin tanpa harus bertempur kita sudah kalah duluan.
saya berharap prajurit-prajurit yang berpikiran seperti anda bisa cepat naik menjadi pemimpin dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam tubuh angkatan bersenjata kita. karena saya sudah muak dan gemas melihat sikap politisi sipil dan mungkin juga jendral2x di angkatan yg menjadi boneka asing!!!
Posting Komentar