All hands,
Sebentar lagi Janhidros (Jawatan Hidro-Oseanografi AL) akan kembali ke penamaan nama yaitu Dishidros. Itu sebagai konsekuensi penolakan Mabes TNI dua tahun lalu soal ganti nama lembaga itu. Namun karena masalah administrasi, baru sekarang akan dikembalikan ke nama lama.
Saya sebenarnya bukan orang Hidros, tapi jadi concern ke Hidros karena beberapa rekan berdinas dan atau pernah berdinas di sana. Dan mendengar cerita rekan-rekan itu soal Hidros, saya lebih banyak trenyuh. Kok begitu yah Hidros. Padahal Hidros adalah bagian penting dari AL khususnya untuk sea surveillance.
Tanpa peran rekan-rekan di Hidros yang seringkali mempertaruhkan nyawanya di masa damai untuk survei, kita nggak akan dapat data mutakhir mengenai lingkungan tempur laut kita. Istilah kerennya battlespace awareness. Entah sudah berapa personil Hidros yang kehilangan nyawa dalam melaksanakan tugasnya. We owe u all, guys.
Memang Hidros itu kedinasan yang unik di AL kita. Mungkin dia satu-satunya kedinasan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI. Yaitu Keppres N0.164 Tahun 1960 yang menggabungkan BHJP dengan BHAL menjadi Janhidral (Jawatan Hidrografi AL). Bagian Hidrografi Jawatan Pelayaran (BHJP) di bawah naungan Kementerian Perhubungan dan Bagian Hidrografi AL (BHAL) di bawah Markas Besar ALRI sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1951.
Menurut PP itu, BHJP bertugas menerbitkan peta dan membuat publikasi nautis di perairan Indonesia untuk kepentingan keselamatan pelayaran, pengetahuan dan komersial, sementara BHAL melakukan hal yang sama di luar perairan Indonesia untuk kepentingan hankam. Yang dimaksud di luar perairan itu berdasarkan rezim hukum laut lama, karena di luar batas 3 mil dari setiap pulau-pulau di Indonesia adalah laut bebas.
Dengan melihat dasar hukum pembentukannya, nampak jelas bahwa Janhidros merupakan Lembaga Hidrografi Nasional di satu sisi dan sekaligus Jawatan Hidrografi AL di sisi lain. Eksistensi Janhidros sebagai lembaga hidrografi nasional dibuktikan oleh pengakuan internasional di mana Dishidros mewakili Indonesia dalam keanggotaan International Hidrographic Organization (IHO).
Masalahnya sekarang, Hidros sepertinya kesulitan menyeimbangkan antara fungsi hidrografi nasionalnya dengan hidrografi AL. Kita semua sama-sama sepakat bahwa Hidros harus benar-benar menjadi agensi atau lembaga hidrografi nasional seperti di India (National Hydrographic Office), UK (UKHO), Australia (AHO), dan lainnya.
Mengacu pada dua fungsi yang melekat, Hidros harus melaksanakan pemetaan dan publikasi nautis bagi kepentingan keselamatan pelayaran (peta navigasi atau nautical chart) dan bagi kepentingan pertahanan keamanan negara (peta peperangan laut seperti kemagnetan, profil kecepatan suara, kedalaman 3-D, biologi laut, kimia laut dan lain-lain). Keduanya adalah TUGAS POKOK, sementara survei dan penelitian di luar itu adalah TUGAS TAMBAHAN.
Sekarang Hidros itu lebih berat atau mungkin lebih asyik dengan survei penelitan di luar dua tugas pokok daripada tugas pokoknya, terlebih lagi survei untuk kepentingan AL. Inilah masalahnya. Sementara untuk meningkatkan kemampuan naval warfare kita, nggak cukup dengan pengadaan alutsista saja. Harus pula didukung dengan battlespace awareness, dalam hal ini data hidrografi dari Hidros. Sudah sering kapal perang kita “kecelakaan” karena peta laut mereka nggak mutakhir.
Sebenarnya dengan makin banyaknya negara-negara di sekitar yang operasikan kapal selam, tantangan bagi Hidros tambah berat. Hidros harus siapkan peta layer. Tapi sampai sekarang itu belum ada wujudnya. Terus gimana puan AKS kita mau meningkat tanpa didukung oleh peta layer. Walaupun bujuk soal penggunaan peta layer sudah disidangkan di Wanbangtik.
Memang peta layer hanya satu dari beberapa unsur pendukung AKS, tapi tetap saja itu penting. Dengan kondisi sekarang, kita nggak bisa awasi lalu lintas kapal selam asing di perairan kita. Kalau kita punya peta layer, minimal upaya tingkatkan puan AKS kita akan sedikit terbantu.
Tentu masih banyak hal-hal lain menyangkut fungsi AL Hidros yang perlu kita diskusikan. Namun di sini saya hanya membatasi soal AKS saja. Apakah perubahan nama akan diikuti juga oleh perubahan di dalam? Percuma kita yang berada di luar Hidros dorong Hidros maju, kalau yang di dalam sendiri sudah nyaman dengan establishment/kemapanan yang ada.
Sebentar lagi Janhidros (Jawatan Hidro-Oseanografi AL) akan kembali ke penamaan nama yaitu Dishidros. Itu sebagai konsekuensi penolakan Mabes TNI dua tahun lalu soal ganti nama lembaga itu. Namun karena masalah administrasi, baru sekarang akan dikembalikan ke nama lama.
Saya sebenarnya bukan orang Hidros, tapi jadi concern ke Hidros karena beberapa rekan berdinas dan atau pernah berdinas di sana. Dan mendengar cerita rekan-rekan itu soal Hidros, saya lebih banyak trenyuh. Kok begitu yah Hidros. Padahal Hidros adalah bagian penting dari AL khususnya untuk sea surveillance.
Tanpa peran rekan-rekan di Hidros yang seringkali mempertaruhkan nyawanya di masa damai untuk survei, kita nggak akan dapat data mutakhir mengenai lingkungan tempur laut kita. Istilah kerennya battlespace awareness. Entah sudah berapa personil Hidros yang kehilangan nyawa dalam melaksanakan tugasnya. We owe u all, guys.
Memang Hidros itu kedinasan yang unik di AL kita. Mungkin dia satu-satunya kedinasan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI. Yaitu Keppres N0.164 Tahun 1960 yang menggabungkan BHJP dengan BHAL menjadi Janhidral (Jawatan Hidrografi AL). Bagian Hidrografi Jawatan Pelayaran (BHJP) di bawah naungan Kementerian Perhubungan dan Bagian Hidrografi AL (BHAL) di bawah Markas Besar ALRI sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1951.
Menurut PP itu, BHJP bertugas menerbitkan peta dan membuat publikasi nautis di perairan Indonesia untuk kepentingan keselamatan pelayaran, pengetahuan dan komersial, sementara BHAL melakukan hal yang sama di luar perairan Indonesia untuk kepentingan hankam. Yang dimaksud di luar perairan itu berdasarkan rezim hukum laut lama, karena di luar batas 3 mil dari setiap pulau-pulau di Indonesia adalah laut bebas.
Dengan melihat dasar hukum pembentukannya, nampak jelas bahwa Janhidros merupakan Lembaga Hidrografi Nasional di satu sisi dan sekaligus Jawatan Hidrografi AL di sisi lain. Eksistensi Janhidros sebagai lembaga hidrografi nasional dibuktikan oleh pengakuan internasional di mana Dishidros mewakili Indonesia dalam keanggotaan International Hidrographic Organization (IHO).
Masalahnya sekarang, Hidros sepertinya kesulitan menyeimbangkan antara fungsi hidrografi nasionalnya dengan hidrografi AL. Kita semua sama-sama sepakat bahwa Hidros harus benar-benar menjadi agensi atau lembaga hidrografi nasional seperti di India (National Hydrographic Office), UK (UKHO), Australia (AHO), dan lainnya.
Mengacu pada dua fungsi yang melekat, Hidros harus melaksanakan pemetaan dan publikasi nautis bagi kepentingan keselamatan pelayaran (peta navigasi atau nautical chart) dan bagi kepentingan pertahanan keamanan negara (peta peperangan laut seperti kemagnetan, profil kecepatan suara, kedalaman 3-D, biologi laut, kimia laut dan lain-lain). Keduanya adalah TUGAS POKOK, sementara survei dan penelitian di luar itu adalah TUGAS TAMBAHAN.
Sekarang Hidros itu lebih berat atau mungkin lebih asyik dengan survei penelitan di luar dua tugas pokok daripada tugas pokoknya, terlebih lagi survei untuk kepentingan AL. Inilah masalahnya. Sementara untuk meningkatkan kemampuan naval warfare kita, nggak cukup dengan pengadaan alutsista saja. Harus pula didukung dengan battlespace awareness, dalam hal ini data hidrografi dari Hidros. Sudah sering kapal perang kita “kecelakaan” karena peta laut mereka nggak mutakhir.
Sebenarnya dengan makin banyaknya negara-negara di sekitar yang operasikan kapal selam, tantangan bagi Hidros tambah berat. Hidros harus siapkan peta layer. Tapi sampai sekarang itu belum ada wujudnya. Terus gimana puan AKS kita mau meningkat tanpa didukung oleh peta layer. Walaupun bujuk soal penggunaan peta layer sudah disidangkan di Wanbangtik.
Memang peta layer hanya satu dari beberapa unsur pendukung AKS, tapi tetap saja itu penting. Dengan kondisi sekarang, kita nggak bisa awasi lalu lintas kapal selam asing di perairan kita. Kalau kita punya peta layer, minimal upaya tingkatkan puan AKS kita akan sedikit terbantu.
Tentu masih banyak hal-hal lain menyangkut fungsi AL Hidros yang perlu kita diskusikan. Namun di sini saya hanya membatasi soal AKS saja. Apakah perubahan nama akan diikuti juga oleh perubahan di dalam? Percuma kita yang berada di luar Hidros dorong Hidros maju, kalau yang di dalam sendiri sudah nyaman dengan establishment/kemapanan yang ada.
1 komentar:
waduh, sebagai orang yg di hidros sy senang, tenyata di luar sana masih ada yg perhatian dg hidros, setelah sy berseluncur di dunia maya , baru kali ini sy ketemu dg tulisan yg sangat membangunkan sy yg sedikit dlm keputus-asaan...
memang banyak hal yg dpt dilakukan oleh hidros, apapun namanya, janhidroskah, dishidroskah?... namun karyanya sangat diharapkan bangsa ini...
namun perlu diperhatikan juga mas.. sy jdi inget, dulu pernah senior sy bercerita, kalo ada orang ahli membuat donat dan berlicensi.. tetapi orang sekelilingnya tdk tahu kalo dia ahli membuat donat, krn dia sering membuat bolu... sehingga orang2 pesen donat ketempat lain... dan lebih gilanya lagi, yg ahli buat donat itu tdk tahu kalo orang disekelilingnya sangay butuh dan senang makan donat....
nah, hidros demikian juga... walaupun bisa membuat peta2 militer namun tdk tahu apa sich yg dibutuhkan pengguna itu.. sebaiknya ada jembatannya misalnya beliau2 yg tugas di kapal selam atau di kapal2 untuk pertempuran bawah permukaan, menyampaiakan /paparan di suatu forum yg salah satu pesertanya adalh hidros (mungkin dlm wanbangtik ya mas.. he he he...sy kok coro gak ikut ya...) sehingga hidros tahu apa sich yg dibutuhkan dan harus dlm bentuk bagaimana peta layer itu.. demikian juga yg lainnya... misalnya untuk pendaratan amfibi.. ya baret ungu ataupun dari staf ops menyampaiakn apa sj data yg dibutuhkan dan di perlukan, tgl hidros menuangkan dlm peta dan buku informasi... juga bisa memamfaatkan data penelitian oseanografi untuk kepentingan ops kamla terutama untuk menajga biar ikan kita tdk hilang he he he... kan data up welling dan kandungan klorofil bisa di lihat dg citra stelite posisinya ditelegramkan hidros seperti halnya ramalan cuaca namun sifatnya rahasia, shg kapal2 yg patroli langsung aja menunggu di lokasi yg kandungan klorofil dan potensi up welling yg banyak, pasti banyak apalikan asing yg di sana, krn mereka sdh pakai teknologi itu.. dan kapal kita tdk perlu "wiridan" wira wiri koyo wong edan... hemat bbm, hemat mesin... hasil insyaa allah optimal...
dan yang pali penting perlu diketahui juga.. dan ini menurut sy masalah klasik yg perlu juga dicermati dan diketahui... bahwa survei di laut itu biayanya tdk murah... hal ini perlu dipahami oleh semua pihak... bukan mata duwitan ttp itu kenyataan dilapangan .. yg artinya memang diperlukan anggarang yg tdk sedikit... namun jika dikoordinasikan dg baik sy yakin bisa terlaksana dg bai...
wah jadi banyak gini yo mas.. sorri yo.. sy jadi bangun baca blog ini.. trims
Posting Komentar