All hands,
Sudah menjadi rahasia umum kalau dalam kegiatan seremonial militer di Indonesia, khususnya untuk parade dan defile, demo kekuatan merupakan agenda wajib. Cuma pertanyaannya, apakah demo kekuatan itu berbanding lurus dengan kemampuan yang dipunyai? Buat kalangan yang sinis, hal itu dipandang sebagai kemampuan seremonial saja, bukan kemampuan di alam nyata.
Kalau kita pikir lebih dalam, berapa biaya yang dihabiskan untuk kegiatan itu. Ambil contoh HUT TNI 2008 yang tahun ini AL kita menjadi tuan rumah. Berapa biaya yang dihabiskan TNI untuk kegiatan itu? Asumsi saya paling sedikit Rp. 5 milyar dihabiskan buat kegiatan itu.
Rp. 5 milyar itu berarti 1/10 biaya Latgab TNI 2008 Rp.50 milyar. Katanya TNI kekurangan anggaran, tapi buang Rp.5 milyar kok enak-enak aja tuh. Kalau Rp.5 milyar buat latihan tempur, nggak masalah. Tapi kalau Rp. 5 milyar buat demo kekuatan yang semu, perlu dipertanyakan kembali soal itu.
Jujur harus kita berkaca bahwa apa yang kita tampilkan dalam demo bukan realitas di lapangan sehari-hari. Sebagai contoh, pasti ada pengucuran anggaran khusus sehingga pesawat udara dan kapal perang yang bisa ikut demo lebih banyak. Sama dengan menjelang Latgab TNI 2008, ada anggaran khusus untuk meningkatkan kesiapan unsur senjata biar bisa ikut latihan.
Padahal dalam kenyataan sehari-hari, nggak ada pengucuran anggaran khusus buat meningkatkan kesiapan operasional unsur. Semua pakai anggaran rutin, sehingga nggak heran unsur yang siap tempur cuma sedikit. Begitu ada parade atau latihan gabungan, tiba-tiba kesiapan unsur meningkat tajam.
Artinya, kita menipu diri sendiri. Demo kekuatan itu juga menipu diri sendiri. Pura-pura hebat, padahal kita nggak hebat. Nggak hebat karena perbuatan kita sendiri, bukan karena kepintaran orang lain.
Sudah menjadi rahasia umum kalau dalam kegiatan seremonial militer di Indonesia, khususnya untuk parade dan defile, demo kekuatan merupakan agenda wajib. Cuma pertanyaannya, apakah demo kekuatan itu berbanding lurus dengan kemampuan yang dipunyai? Buat kalangan yang sinis, hal itu dipandang sebagai kemampuan seremonial saja, bukan kemampuan di alam nyata.
Kalau kita pikir lebih dalam, berapa biaya yang dihabiskan untuk kegiatan itu. Ambil contoh HUT TNI 2008 yang tahun ini AL kita menjadi tuan rumah. Berapa biaya yang dihabiskan TNI untuk kegiatan itu? Asumsi saya paling sedikit Rp. 5 milyar dihabiskan buat kegiatan itu.
Rp. 5 milyar itu berarti 1/10 biaya Latgab TNI 2008 Rp.50 milyar. Katanya TNI kekurangan anggaran, tapi buang Rp.5 milyar kok enak-enak aja tuh. Kalau Rp.5 milyar buat latihan tempur, nggak masalah. Tapi kalau Rp. 5 milyar buat demo kekuatan yang semu, perlu dipertanyakan kembali soal itu.
Jujur harus kita berkaca bahwa apa yang kita tampilkan dalam demo bukan realitas di lapangan sehari-hari. Sebagai contoh, pasti ada pengucuran anggaran khusus sehingga pesawat udara dan kapal perang yang bisa ikut demo lebih banyak. Sama dengan menjelang Latgab TNI 2008, ada anggaran khusus untuk meningkatkan kesiapan unsur senjata biar bisa ikut latihan.
Padahal dalam kenyataan sehari-hari, nggak ada pengucuran anggaran khusus buat meningkatkan kesiapan operasional unsur. Semua pakai anggaran rutin, sehingga nggak heran unsur yang siap tempur cuma sedikit. Begitu ada parade atau latihan gabungan, tiba-tiba kesiapan unsur meningkat tajam.
Artinya, kita menipu diri sendiri. Demo kekuatan itu juga menipu diri sendiri. Pura-pura hebat, padahal kita nggak hebat. Nggak hebat karena perbuatan kita sendiri, bukan karena kepintaran orang lain.
2 komentar:
Emang kebiasaan di Indonesia gitu kali. Bilang ga mampu, yapi kalo mo bikin hal2 kek syukuran pasti adaaaaaaaa aja duitnya.
yang pasti ada oknum yang mendapatkan bagian lebih sehingga acara bisa terlaksana.
Posting Komentar