All hands,
Dalam rangka pengamanan Selat Malaka dan Selat Singapura, sejak 2005 AL kita bersama Republic of Singapore Navy meluncurkan sistem informasi Surface Picture (Surpic) yang bertujuan memonitor situasi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Melalui sistem informasi berbasis radar tersebut, Indonesia dan Singapura dapat secara bersama memantau pergerakan kapal di alur pelayaran Selat Singapura, baik alur barat maupun alur timur.
Setelah berjalan beberapa tahun, sepertinya dalam kerjasama ini Indonesia belum meraih banyak keuntungan dibandingkan dengan Singapura. Kenapa begitu? Pertama, soal nilai informasi. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa mekanisme kerja Surpic adalah terkirimnya data dari Puskodal Coastal Command (COSCOM) kepada Puskodal AL kita di Lanal Batam menggunakan bandwidth tertentu, sehingga kedua pihak dapat melihat data yang sama real time. Data tersebut merupakan hasil pengolahan dari sistem radar Singapura yang berada di Sektor 7-9 Selat Malaka dan Selat Singapura.
Namun sangat disayangkan bahwa nilai informasi yang terkandung dalam sistem itu bagi Indonesia sesungguhnya kurang bermanfaat, karena informasi yang tersedia terbatas pada nama dan callsign, baringan dan posisinya di alur Selat Singapura. Dan informasi tersebut terbatas pada kapal-kapal niaga berukuran besar yang memang sangat vital bagi kelangsungan hidup Singapura, namun kurang berarti bagi Indonesia.
Selain itu, tidak semua informasi yang tertangkap radar COCSOM diberikan kepada kita. Sebagian info itu dipilah-pilah dulu untuk kepentingan dia. Akibatnya, kita curiga bahwa kapal-kapal kecil yang mau selundupkan barang dari Indonesia ke negeri itu nggak diberikan datanya sama kita.
Kedua, kapasitas sistem Surpic. Pada sistem Surpic, bandwidth yang digunakan sempit sehingga ada keterbatasan kapasitas pengiriman data yang secara tidak langsung untungkan Singapura. Sehingga sulit untuk mengharapkan peningkatan kemampuan Indonesia dalam meningkatkan pengamanan Selat Malaka dan Selat Singapura saat ini. Agar Surpic dapat berfungsi seoptimal mungkin sekaligus dapat meningkatkan kemampuan Indonesia mengamankan perairan itu, tak ada pilihan lain kecuali Indonesia meminta kepada Singapura agar lebar pita gelombang yang digunakan ditingkatkan. Masalahnya, dia mau kasih apa nggak?
Kita kan sama-sama tahu kelakuan negeri kecil yang kaya dan licik ini. Dia hanya mau kerjasama buat kepentingan dia. Soal keamanan maritim dia eager kerjasama, begitu kita minta soal penyelundupan dari Indonesia ke Singapura dia nggak mau. Itulah Singapura negeri maling!!!
Ketiga, soal pengendalian. Dalam sistem Surpic, data yang diterima Indonesia sepenuhnya dipasok dari Singapura, begitu pula dengan berbagai fasilitas penunjang yang hampir semuanya dibangun oleh Singapura. Sebab Surpic memang dirancang lebih untuk kepentingan negeri itu dan partisipasi Indonesia cenderung sebagai pelengkap saja. Posisi Indonesia cenderung pasif yaitu sekedar menerima data dari Singapura, sebab komando dan kendali Surpic berada di Singapura.
Kenapa begitu? Karena selama ini negeri kita tidak terlibat secara penuh dalam sistem pengawasan Selat Malaka dan Selat Singapura dibandingkan Malaysia dan Singapura. Sebagai ilustrasi, terdapat 10 fasilitas dan teknologi informasi yang digunakan untuk keselamatan maritim dan perlindungan lingkungan di kedua selat, seperti Vessel Traffic Information System/VTIS, sistem radar, Ship Routeing System dan STRAITREP.
Selain itu, Selat Malaka dan Selat Singapura dibagi dalam delapan sektor pengawasan, di mana Sektor 2-6 dikontrol oleh Malaysia dan Sektor 7-9 dikendalikan oleh Singapura. Puskodal dari beragam sistem pengawasan itu berada di Malaysia dan Singapura dan tak satupun di Indonesia. Kondisi ini tak lepas dari kurangnya kepercayaan pihak pengguna terhadap kemampuan Indonesia mengamankan kedua selat.
Pertanyaannya, apakah soal kepercayaan itu akan terus berlanjut setelah proyek IMSS Section 1206 selesai? Itu menjadi tantangan buat kita.
Dalam rangka pengamanan Selat Malaka dan Selat Singapura, sejak 2005 AL kita bersama Republic of Singapore Navy meluncurkan sistem informasi Surface Picture (Surpic) yang bertujuan memonitor situasi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Melalui sistem informasi berbasis radar tersebut, Indonesia dan Singapura dapat secara bersama memantau pergerakan kapal di alur pelayaran Selat Singapura, baik alur barat maupun alur timur.
Setelah berjalan beberapa tahun, sepertinya dalam kerjasama ini Indonesia belum meraih banyak keuntungan dibandingkan dengan Singapura. Kenapa begitu? Pertama, soal nilai informasi. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa mekanisme kerja Surpic adalah terkirimnya data dari Puskodal Coastal Command (COSCOM) kepada Puskodal AL kita di Lanal Batam menggunakan bandwidth tertentu, sehingga kedua pihak dapat melihat data yang sama real time. Data tersebut merupakan hasil pengolahan dari sistem radar Singapura yang berada di Sektor 7-9 Selat Malaka dan Selat Singapura.
Namun sangat disayangkan bahwa nilai informasi yang terkandung dalam sistem itu bagi Indonesia sesungguhnya kurang bermanfaat, karena informasi yang tersedia terbatas pada nama dan callsign, baringan dan posisinya di alur Selat Singapura. Dan informasi tersebut terbatas pada kapal-kapal niaga berukuran besar yang memang sangat vital bagi kelangsungan hidup Singapura, namun kurang berarti bagi Indonesia.
Selain itu, tidak semua informasi yang tertangkap radar COCSOM diberikan kepada kita. Sebagian info itu dipilah-pilah dulu untuk kepentingan dia. Akibatnya, kita curiga bahwa kapal-kapal kecil yang mau selundupkan barang dari Indonesia ke negeri itu nggak diberikan datanya sama kita.
Kedua, kapasitas sistem Surpic. Pada sistem Surpic, bandwidth yang digunakan sempit sehingga ada keterbatasan kapasitas pengiriman data yang secara tidak langsung untungkan Singapura. Sehingga sulit untuk mengharapkan peningkatan kemampuan Indonesia dalam meningkatkan pengamanan Selat Malaka dan Selat Singapura saat ini. Agar Surpic dapat berfungsi seoptimal mungkin sekaligus dapat meningkatkan kemampuan Indonesia mengamankan perairan itu, tak ada pilihan lain kecuali Indonesia meminta kepada Singapura agar lebar pita gelombang yang digunakan ditingkatkan. Masalahnya, dia mau kasih apa nggak?
Kita kan sama-sama tahu kelakuan negeri kecil yang kaya dan licik ini. Dia hanya mau kerjasama buat kepentingan dia. Soal keamanan maritim dia eager kerjasama, begitu kita minta soal penyelundupan dari Indonesia ke Singapura dia nggak mau. Itulah Singapura negeri maling!!!
Ketiga, soal pengendalian. Dalam sistem Surpic, data yang diterima Indonesia sepenuhnya dipasok dari Singapura, begitu pula dengan berbagai fasilitas penunjang yang hampir semuanya dibangun oleh Singapura. Sebab Surpic memang dirancang lebih untuk kepentingan negeri itu dan partisipasi Indonesia cenderung sebagai pelengkap saja. Posisi Indonesia cenderung pasif yaitu sekedar menerima data dari Singapura, sebab komando dan kendali Surpic berada di Singapura.
Kenapa begitu? Karena selama ini negeri kita tidak terlibat secara penuh dalam sistem pengawasan Selat Malaka dan Selat Singapura dibandingkan Malaysia dan Singapura. Sebagai ilustrasi, terdapat 10 fasilitas dan teknologi informasi yang digunakan untuk keselamatan maritim dan perlindungan lingkungan di kedua selat, seperti Vessel Traffic Information System/VTIS, sistem radar, Ship Routeing System dan STRAITREP.
Selain itu, Selat Malaka dan Selat Singapura dibagi dalam delapan sektor pengawasan, di mana Sektor 2-6 dikontrol oleh Malaysia dan Sektor 7-9 dikendalikan oleh Singapura. Puskodal dari beragam sistem pengawasan itu berada di Malaysia dan Singapura dan tak satupun di Indonesia. Kondisi ini tak lepas dari kurangnya kepercayaan pihak pengguna terhadap kemampuan Indonesia mengamankan kedua selat.
Pertanyaannya, apakah soal kepercayaan itu akan terus berlanjut setelah proyek IMSS Section 1206 selesai? Itu menjadi tantangan buat kita.
Kalau Singapura nggak mau tingkatkan nilai kerjasama dalam Surpic menyangkut hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, sebaiknya kerjasama itu diputus saja!!! Toh tanpa Surpic Indonesia sudah punya jaringan radar maritim IMSS dan kita bisa deteksi sasaran apa saja yang kita kita mau. Termasuk kapal-kapal kecil yang melakukan penyelundupan ke Singapura dan dilindungi oleh negeri licik itu!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar