All hands,
Masih banyak rekan dan senior kita yang salah memahami soal naval asymmetric warfare alias peperangan asimetris Angkatan Laut. Karena kondisi AL kita yang tengah berjuang hidup mati di tengah sedikitnya anggaran yang dikucurkan oleh peperangan, lalu peperangan asimetris Angkatan Laut dipahami sebagai penggunaan pasukan khusus dalam perang laut.
Pemahaman demikian sangat jelas salah besar. Peperangan asimetris tidak identik dengan penggunaan pasukan khusus. Seperti pernah saya tulis, suatu peperangan dikategorikan sebagai asimetris bila:
1. asimetris dalam hal kekuatan,
2. asimetris dalam hal persenjataan
3. asimetris dalam hal organisasi
4. asimetris dalam hal moralitas
Kalau hal itu kita tarik dalam konteks AL kita, untuk menghadapi Angkatan Laut lainnya, setidaknya kita asimetris dalam persenjataan. Sebagian besar persenjataan kita termasuk kategori aging weapon system, sementara lawan yang kita hadapi senjatanya sebagian besar merupakan teknologi 1990-an atau 2000-an.
Lalu bagaimana menghadapi kondisi demikian? Apakah kita harus menggunakan pasukan khusus dalam peperangan asimetris guna menghancurkan kapal perang lawan di tengah laut? Jawabannya, tidak!!!
Satu-satunya cara adalah taktik apa yang akan kita gunakan untuk menghadapi kapal perang yang lebih canggih. Secanggih-canggihnya teknologi senjata, bukan berarti tidak ada kelemahannya. Kelemahan itu yang harus kita eksploitasi dalam taktik yang akan kita gunakan.
Bagaimana caranya mengetahui kelemahan kapal-kapal lawan? Selain mengumpulkan informasi intelijen dari berbagai sumber, semisal rekanan atau pemasok logistik, juga bisa kita kumpulkan dari data-data terbuka tentang kapal perang itu. Bahkan akan lebih bagus bila ada data terbuka atau mungkin data tertutup tentang kinerja kapal perang itu dalam latihan perang yang diikutinya.
Dari situ kita bisa analisis apa kelebihan dan kekurangan kapal perang lawan. Hasil analisis itu kemudian harus dikembangkan menjadi taktik peperangan di laut. Taktik itu ada yang umum, ada yang spesifik. Maksudnya, untuk menghadapi kapal fregat kelas Lafayette Singapura taktiknya tidak persis sama dengan menghadapi korvet kelas Kedah Malaysia.
Di situ yang dimaksud dengan asimetris. Jadi peperangan asimetris bukan perang yang identik dengan penggunaan pasukan khusus. Lihat Perang Lebanon Juli-Agustus 2006, kelompok Hizbullah hantam korvet INS Ahi Hanit pakai rudal C-802, bukan pasukan khusus. Padahal perang itu juga termasuk kategori peperangan asimetris.
Masih banyak rekan dan senior kita yang salah memahami soal naval asymmetric warfare alias peperangan asimetris Angkatan Laut. Karena kondisi AL kita yang tengah berjuang hidup mati di tengah sedikitnya anggaran yang dikucurkan oleh peperangan, lalu peperangan asimetris Angkatan Laut dipahami sebagai penggunaan pasukan khusus dalam perang laut.
Pemahaman demikian sangat jelas salah besar. Peperangan asimetris tidak identik dengan penggunaan pasukan khusus. Seperti pernah saya tulis, suatu peperangan dikategorikan sebagai asimetris bila:
1. asimetris dalam hal kekuatan,
2. asimetris dalam hal persenjataan
3. asimetris dalam hal organisasi
4. asimetris dalam hal moralitas
Kalau hal itu kita tarik dalam konteks AL kita, untuk menghadapi Angkatan Laut lainnya, setidaknya kita asimetris dalam persenjataan. Sebagian besar persenjataan kita termasuk kategori aging weapon system, sementara lawan yang kita hadapi senjatanya sebagian besar merupakan teknologi 1990-an atau 2000-an.
Lalu bagaimana menghadapi kondisi demikian? Apakah kita harus menggunakan pasukan khusus dalam peperangan asimetris guna menghancurkan kapal perang lawan di tengah laut? Jawabannya, tidak!!!
Satu-satunya cara adalah taktik apa yang akan kita gunakan untuk menghadapi kapal perang yang lebih canggih. Secanggih-canggihnya teknologi senjata, bukan berarti tidak ada kelemahannya. Kelemahan itu yang harus kita eksploitasi dalam taktik yang akan kita gunakan.
Bagaimana caranya mengetahui kelemahan kapal-kapal lawan? Selain mengumpulkan informasi intelijen dari berbagai sumber, semisal rekanan atau pemasok logistik, juga bisa kita kumpulkan dari data-data terbuka tentang kapal perang itu. Bahkan akan lebih bagus bila ada data terbuka atau mungkin data tertutup tentang kinerja kapal perang itu dalam latihan perang yang diikutinya.
Dari situ kita bisa analisis apa kelebihan dan kekurangan kapal perang lawan. Hasil analisis itu kemudian harus dikembangkan menjadi taktik peperangan di laut. Taktik itu ada yang umum, ada yang spesifik. Maksudnya, untuk menghadapi kapal fregat kelas Lafayette Singapura taktiknya tidak persis sama dengan menghadapi korvet kelas Kedah Malaysia.
Di situ yang dimaksud dengan asimetris. Jadi peperangan asimetris bukan perang yang identik dengan penggunaan pasukan khusus. Lihat Perang Lebanon Juli-Agustus 2006, kelompok Hizbullah hantam korvet INS Ahi Hanit pakai rudal C-802, bukan pasukan khusus. Padahal perang itu juga termasuk kategori peperangan asimetris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar