14 Mei 2009

Peningkatan Kemampuan Intelijen Australia

All hands,
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Australia mempunyai kemampuan yang mumpuni di bidang intelijen. Di antaranya melalui jaringan Jindalee OTHR, fasilitas eavesdropping di Shoal Bay milik Amerika Serikat dan stasiun komunikasi kapal selam Amerika Serikat (Naval Communication Station) Harold E. Holt di North West Cape, Exmouth, Australia Barat. Melalui kerjasama intelligence sharing, negeri turunan para narapidana itu diperbolehkan oleh Amerika Serikat mengakses data sensitif, baik gambar, suara maupun lainnya. Akan tetapi hal itu belum membuat Australia merasa cukup dalam bidang intelijen, khususnya information superiority.
Dengan berdasar pada Defending Australia In The Asia Pacific Century: Force 2030, di samping melanjutkan pengadaan enam pesawat AEW&C Wedgetail yang di dalamnya terpasang sistem sensor Cooperative Engagement Capability (CEC) yang akan interoperable dengan sistem serupa di kapal perusak kelas Hobart (AWD/Project SEA 4000), Canberra akan membeli pula sebuah imagery satellite dalam beberapa tahun ke depan.
Semua perangkat tersebut utamanya akan diarahkan pada jalur-jalur pendekat maritim Australia. Karena strategi militer negara itu menekankan pada preemptive strike di jalur-jalur pendekat maritim dan udaranya. Penting untuk diketahui bahwa soal intelijen pertahanan dibahas pada bab tersendiri dalam Buku Putih Pertahanan yang diterbitkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd.
Dari situ jelas bahwa Indonesia adalah salah satu sasaran dari perangkat sensor Australia, selain Cina tentunya. Pertanyaannya, kapan Indonesia akan memprioritaskan peningkatan kemampuan intelijennya, khususnya intelijen pertahanan? Memperhatikan bahwa Departemen Pertahanan Indonesia tidak mempunyai bapul intelijen, sulit rasanya membayangkan hal itu akan menjadi prioritas dalam waktu dekat.

Tidak ada komentar: