All hands,
Defending Australia In The Asia Pacific Century: Force 2030 bukan saja berbicara tentang kebijakan dan strategi pertahanan, tetapi menyentuh pula aspek teknologi. Aspek teknologi bersifat krusial sebab dari situ akan menentukan apakah kekuatan yang dibangun sesuai dengan kebijakan yang dirancang atau tidak. Kekuatan yang dibangun khususnya terkait dengan pengadaan senjata.
Australia yang tergolong negara dengan penguasaan teknologi pertahanan tingkat madya masih mengandalkan pengadaan senjatanya pada teknologi asing, khususnya Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dalam rencana pembangunan 12 kapal selam nuklir baru berpeluru kendali konvensional. Negeri itu akan mengandalkan pada kemurahan hati Amerika Serikat untuk teknologi kapal selam, termasuk reaktor nuklirnya. Begitu pula dengan proyek SEA 4000 alias Air Warfare Destroyer. Amerika Serikat kembali menjadi tumpuan untuk teknologi Aegis.
Apa yang dilakukan oleh Australia semakin membenarkan tesis bahwa dalam pembangunan kekuatan pertahanan, suatu negara membutuhkan bantuan teknologi dari luar negeri. Diberi tidaknya bantuan teknologi tergantung pada kedekatan politik antara negara peminta teknologi dan negara pemilik teknologi. Sebagai contoh, F-35 yang akan memperkuat kekuatan pertahanan Australia sebenarnya teknologinya tidak sesuai harapan negeri itu, sebab Amerika Serikat tidak memberikan beberapa teknologi yang terpasang pada F-35 yang akan dipakai oleh kekuatan udara Uwak Sam.
Pertanyaannya kini, apakah program transfer of technology dalam kebijakan pertahanan Indonesia realistis? Pertanyaan itu realistis diajukan ketika dihadapkan dengan kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.
Defending Australia In The Asia Pacific Century: Force 2030 bukan saja berbicara tentang kebijakan dan strategi pertahanan, tetapi menyentuh pula aspek teknologi. Aspek teknologi bersifat krusial sebab dari situ akan menentukan apakah kekuatan yang dibangun sesuai dengan kebijakan yang dirancang atau tidak. Kekuatan yang dibangun khususnya terkait dengan pengadaan senjata.
Australia yang tergolong negara dengan penguasaan teknologi pertahanan tingkat madya masih mengandalkan pengadaan senjatanya pada teknologi asing, khususnya Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dalam rencana pembangunan 12 kapal selam nuklir baru berpeluru kendali konvensional. Negeri itu akan mengandalkan pada kemurahan hati Amerika Serikat untuk teknologi kapal selam, termasuk reaktor nuklirnya. Begitu pula dengan proyek SEA 4000 alias Air Warfare Destroyer. Amerika Serikat kembali menjadi tumpuan untuk teknologi Aegis.
Apa yang dilakukan oleh Australia semakin membenarkan tesis bahwa dalam pembangunan kekuatan pertahanan, suatu negara membutuhkan bantuan teknologi dari luar negeri. Diberi tidaknya bantuan teknologi tergantung pada kedekatan politik antara negara peminta teknologi dan negara pemilik teknologi. Sebagai contoh, F-35 yang akan memperkuat kekuatan pertahanan Australia sebenarnya teknologinya tidak sesuai harapan negeri itu, sebab Amerika Serikat tidak memberikan beberapa teknologi yang terpasang pada F-35 yang akan dipakai oleh kekuatan udara Uwak Sam.
Pertanyaannya kini, apakah program transfer of technology dalam kebijakan pertahanan Indonesia realistis? Pertanyaan itu realistis diajukan ketika dihadapkan dengan kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar