All hands,
Menjadi suatu pertanyaan yang hingga kini belum terjawab yaitu sampai berapa lama Indonesia akan menunda isu penetapan ALKI secara utuh. Penetapan ALKI utara-selatan pada 1998 diakui oleh IMO sebagai parsial, sebagaimana pendapat Amerika Serikat dan Australia. Indonesia pun kemudian mengaminkan pengakuan IMO tersebut. Dengan demikian, ALKI timur-barat sampai detik ini masih menjadi utang Indonesia.
Bisa jadi Indonesia meniru langkah Filipina yang mengakui dirinya negara kepulauan namun menolak menetapkan alur laut kepulauan. Negeri kelahiran Jose Rizal itu menolak preseden penetapan jalur ALKI utara-selatan Indonesia harus diikuti dengan jalur serupa di wilayah negaranya. Maksudnya, jalur ALKI utara-selatan Indonesia semestinya disambung oleh jalur serupa oleh Filipina, khususnya di bagian utara ALKI II dan III. Perairannya yang dangkal dan kekhawatiran akan polusi menjadi alasan formal Manila menolak penetapan alur laut kepulauan di wilayahnya, walaupun alasan itu sebenarnya bisa diuji kesahihannya.
Menunda penetapan ALKI timur-barat sah saja, namun ada baiknya diikuti dengan pembangunan kekuatan laut di sisi lain. Sebab, sebagai negara yang mengandalkan soft power sangat diragukan daya tahan Indonesia menghadapi tekanan Amerika Serikat yang bertumpu pada hard power. Artinya, suatu saat nanti soft power Jakarta akan terbukti mandul dan lumpuh menghadapi hard power Washington, meskipun di Jakarta masih ada kalangan pemuja soft power.
Membuka ALKI timur-barat merupakan hal yang sulit dihindarkan bagi Indonesia. Masalahnya bukan apakah akan membuka atau tidak membuka jalur itu, tetapi bagaimana mengurangi resiko kerugian dengan adanya ALKI timur-barat yang melintasi Laut Jawa. Salah satu cara mengurangi kerugian adanya membangun kekuatan Angkatan Laut, sehingga pengguna ALKI timur-barat akan berpikir untuk "macam-macam".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar