All hands,
Masalah yang melingkupi dunia pertahanan Indonesia merupakan problem yang sistemis sehingga tidak bisa lagi didekati dengan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional yang dimaksud adalah pasrah pada kinerja ekonomi nasional yang berujung pada anggaran yang diterima. Pendekatan demikian sama artinya pasrah untuk terus menjadi orang miskin tanpa pernah mau punya impian untuk keluar dari lingkungan kemiskinan.
Untuk itu dibutuhkan pendekatan non tradisional dan pendekatan ini hanya akan berhasil apabila paradigma para pengambil keputusan diubah. Yang dimaksud pengambil keputusan adalah unsur eksekutif dan legislatif yang secara politik mempunyai kekuasaan untuk menetapkan besaran anggaran pertahanan. Kalau menggunakan pendekatan tradisional, masalah yang melingkupi pertahanan Indonesia tidak akan pernah berakhir dan selalu akan berputar pada lingkaran setan soal sistem senjata yang melewati batas ekonomis.
Artinya, dibutuhkan surge untuk memecahkan masalah ini. Untuk melaksanakan surge, dibutuhkan guts yang kuat. Guts tersebut harus berpihak kepada militer dalam urusan modernisasi, sebab tanpa keberpihakan maka situasinya akan ngene-ngene ae sampai kapan pun.
Lalu seperti apa realisasi surge tersebut? Pengambil keputusan harus berani menetapkan alokasi anggaran pertahanan pada besaran tertentu selama beberapa tahun anggaran. Misalnya dalam 3 tahun anggaran, anggaran pertahanan ditetapkan sebesar 2 persen dari GDP. Nilai 2 persen itu di luar alokasi untuk membayar gaji personel militer dan sipil. Bahwa nanti ada protes dari pihak lain di dalam negeri, harus direspon dengan penjelasan yang baik agar mereka paham.
Pendekatan seperti ini apabila ingin ditempuh hendaknya dikaji secara matang selama beberapa tahun sebelumnya agar bisa meminimalkan resiko kerugian yang muncul. Resiko kerugian tersebut bentangannya luas, mulai dari penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukkan sampai resiko terhadap ekonomi nasional. Dengan mampu mengindentifikasi resiko, maka langkah antisipatif pun bisa dilakukan sejak dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar