All hands,
Mengantisipasi perkembangan di Laut Cina Selatan yang menjadi ajang pertarungan kekuatan-kekuatan besar, Indonesia harus mempunyai langkah antisipatif. Satu di antaranya adalah menyusun strategi untuk menghadapi konflik tersebut, sebab Indonesia dipastikan akan terkena spill over-nya. Strategi itu harus melibatkan semua instrumen kekuatan nasional, baik politik, ekonomi maupun militer. Dengan mempunyai strategi, maka langkah-langkah Indonesia ketika situasi keamanan di perairan itu memburuk bersifat komprehensif dan antisipatif, bukan lagi sekedar ad hoc.
Pertanyaannya, siapa yang harus menyusun strategi itu? Kalau negeri ini mempunyai lembaga yang bernama Dewan Keamanan Nasional, maka tugas lembaga itulah untuk menyusunnya. Apabila belum ada, dapat dibentuk suatu tim gabungan yang melibatkan aktor politik, ekonomi dan militer. Pelibatan ketiga aktor itu sangat penting dan mendasar, karena konflik di Laut Cina Selatan akan berimplikasi terhadap ekonomi nasional pula. Dalam strategi yang disusun, harus jelas apa ends, means dan ways. Jangan sampai means dijadikan ends, sementara ends diposisikan menjadi means.
Karakter strategi Indonesia menghadapi konflik di Laut Cina Selatan harus membumi, bukan konsep di awang-awang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran normatif dan beyond imagination seperti a million friends zero enemy harus dibuang jauh-jauh dan diharamkan. Sebab pemikiran demikian tidak mengabdi pada pengamanan kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar