All hands,
Dapat dipastikan pengembangan industri pertahanan nasional Indonesia tidak akan pernah mencapai skala keekonomian apabila hanya mengandalkan pada pasar dalam negeri. Oleh karena itu, satu-satunya cara adalah mengembangkan sayap dengan berkompetisi di dunia internasional. Untuk bisa bersaing dengan produk pertahanan luar negeri, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia, baik secara politik, ekonomi maupun teknis.
Secara politik misalnya kerelaan pemimpin bangsa menjadi "penjual" di pasaran internasional melalui lobi-lobi politik. Hal ini pernah ditempuh oleh Indonesia ketika dipimpin oleh Presiden kedua, namun sangat disayangkan para pelanjutnya tidak ada lagi yang mau jadi "sales". Berkat lobi pemimpin Indonesia saat itu, produk industri pertahanan dalam negeri bisa dipasarkan ke negara-negara lain.
Secara ekonomi, pendekatan yang harus ditempuh adalah menyediakan fasilitas pembiayaan bagi calon pembeli, misalnya kredit ekspor. Dengan adanya fasilitas pembiayaan, calon konsumen dimudahkan secara finansial. Terlebih lagi mayoritas calon konsumen produk industri pertahanan Indonesia adalah negara-negara berkembang. Pemberian fasilitas pembiayaan bagi calon konsumen berarti pula investasi politik Indonesia terhadap negara tersebut, setidaknya melebarkan pengaruh Indonesia ke negara itu dan harus "dibayar" ketika Indonesia membutuhkan dukungan di panggung internasional.
Menyangkut urusan teknis, tentu saja produk industri pertahanan Indonesia harus memenuhi standar internasional. Misalnya STANAG pada kendaraan lapis baja. Untuk memenuhi standar tersebut, memang butuh investasi dan pengorbanan. Seperti melakukan uji coba ledakan ranjau pada kendaraan lapis baja untuk menguji bagaimana ketahanan terhadap ranjau.
Singkatnya, tidak ada makan siang gratis bagi industri pertahanan Indonesia kalau ingin eksis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar