All hands,
Isu Laut Cina Selatan merupakan ujian terhadap kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan yang dianut dan dilaksanakan oleh Indonesia selama ini. Pertanyaan ujiannya sederhana sekaligus singkat, yaitu apakah pembangunan kekuatan yang dirancang dan dilaksanakan selama ini sudah bisa menjawab tantangan di Laut Cina Selatan? Guna menjawab pertanyaan itu, parameter yang bisa digunakan antara lain jenis alutsista yang dibeli dan pengembangan sarana dan prasarana militer.
Menyangkut alutsista, apakah alutsista yang dibeli dan akan dibeli mampu beroperasi di Laut Cina Selatan dan ruang udara di sekitarnya. Bagi Angkatan Laut, dibutuhkan kapal perang dengan kemampuan sea state-5 ke atas. Begitu pula bagi pesawat udara Angkatan Laut, dibutuhkan pesawat patroli maritim yang memiliki endurance minimal delapan jam terbang. Sedangkan untuk Angkatan Udara, pesawat tempur dengan endurance minimal dua jam dibutuhkan untuk kondisi geografis di sana.
Terkait sarana dan prasarana, apakah pembangunan sarana dan prasarana militer di Kepulauan Natuna sudah diarahkan untuk mendukung operasional kapal perang dan pesawat udara? Misalnya, tersedianya dukungan logistik yang memadai bagi kapal perang, begitu pula pesawat udara. Bagaimana pula konsep pengamanan logistik tersebut, sebab logistik itu mempunyai ekor di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dan atau minimal di Pulau Kalimantan.
Dari dua parameter tersebut, sebenarnya sangat gampang mencari jawaban terhadap relevansi pembangunan kekuatan pertahanan saat ini dengan dinamika lingkungan strategis di Laut Cina Selatan. Kalau sudah menemukan jawabannya, pilihannya tinggal apakah mau tetap bertahan dengan konsep saat ini atau menyesuaikan diri dengan perkembanga lingkungan strategis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar